2 : Nap

1.2K 335 171
                                    

Nap : Serat yang tergulung berbentuk tali atau pita. Gulungan kapas ini mudah diuraikan --- ibarat kisah yang teruraikan
.
.
.
Tolong kalian kalau Nemu kalimat insecure-nya Kainan, tolong hujat dia---biar sadar gitu sama perasaan dia sendiri. Wkwkwk

Kainan menatap awang-awang. Pikirannya melayang pada satu peristiwa yang dia hadiri sekitar dua tahun lalu. Kemudian, bibir lelaki itu bergerak samar mulai merapalkan kalimat jawaban untuk Inara.

"Saya memang nggak pernah menikah dengan Dyah, Ra." Kedua mata Kainan menatap intens, seolah bukti bahwa yang dia katakan adalah kebenaran.

Di seberangnya Inara menautkan jari-jarinya, masih tercengang dengan pengakuan Kainan Nayaka.

"Maksudnya, Kak Kai nikahnya sama perempuan lain? Berarti Zio anaknya Kak Kai sama perempuan lain, ya?" Tebaknya. Walau perasaan Inara tidak lagi menggebu, tapi tidak dinyana ada desir tak biasa yang merangsek ke dalam ceruk hati saat waktu mempertemukan kembali dan dia dipaksa tahu tentang Kainan. Lelaki di seberangnya itu menggeleng sepintas.

"Saya belum pernah menikah, Inara."

"Lalu, Zio?" Mata Inara menyelidik.

"Zio memang anaknya Dyah." Kainan menjawab. "Dan, Liam. Mantan dosennya Dyah waktu kuliah di Jakarta. Kamu tahu kenapa Zio matanya sipit sama kulitnya putih? Ya karena bapaknya Zio, Liam itu Chindo Muslim. Suaminya Dyah, asli Surabaya, Ra."

"Hah?" Sumpah Inara merasa seperti orang bego yang kebanyakan cengo saat mendengar cerita Kainan.

"Kok bisa, Kak ...?" Kalimat lelaki yang masih memakai kemeja dan jas lengkap itu berputar di kepala Inara. Terasa ruwet dan belum paham sepenuhnya yang terjadi pada Kainan dua tahun belakangan. "Maaf Kak, bukannya Dyah tunangan Kak Kai, kenapa bisa___"

"Segala hal bisa saja terjadi, Inara. Kalau sudah takdirnya begitu, kita bisa apa?" Kainan memotong kalimat Inara.

Iya benar. Seperti aku, Kai. Yang dulu terlalu nekat mencintaimu, tapi takdir berkata lain. Inara menyahut dalam hati.

"Setelah acara lamaran itu, saya pergi ke luar kota hampir satu tahun, mutasi dari tempat kerja. Ternyata kurun waktu itu Dyah dekat dengan Liam." Kedua manik Kainan masih menatap awang-awang.

"Kak Kai ikhlas? Maksudku, apa kamu nggak sakit hati, Kak, secara nggak langsung Dyah selingkuh di belakang kamu?"

"Siapa saya yang berani untuk sakit hati, Ra. Sejak awal saya sudah tegaskan pada diri sendiri, kalau tidak bersama, berarti memang bukan jodoh." Kalimat Kainan seperti tamparan bagi Inara. Kelebat ingatan tentang sikapnya yang dulu memendam perasaan dalam diam pada lelaki itu kembali mencuat. Kainan bisa sesantai itu menjabarkan tentang patah hatinya. Inara jadi bingung akan sikap Kainan---lelaki itu memang sesabar itu, atau memang terlalu naif dan pasrah.

"Tapi, Zio kenapa bisa panggil kamu dengan sebutan papa?" Rasa penasaran Inara memuncak. Dari tempatnya duduk Inara memindai Zio yang sekarang duduk di kursi khusus untuk balita. Bocah kecil itu sedang menikmati chesse cake--- yang tadi dipesan Kainan. Tangan mungilnya sibuk memasukkan kue ke dalam mulutnya.

Kainan tersenyum sekilas, lalu membalas pertanyaan Inara. "Meskipun nggak jadi menikah, tapi hubungan keluarga saya dan Dyah baik-baik saja, Ra. Malahan saya yang jadi saksi waktu Dyah menikahi Liam. Mama juga dekat sekali sama Zio. Kalau soal panggilan, itu awalnya dari mama. Katanya sengaja biar segera ketularan jadi papa. Mama memang ada-ada saja. Calon saja belum ada, gimana mau jadi papa." Tawa Kainan menggema. Sontak perasaan Inara yang tadinya tenang sekarang berisik sekali. Aih, belum punya calon katanya. Kalimat itu berputar di kepala Inara. Please-lah, Kai. Nggak usah kode-kode, Lo aja ga pernah peka. Masih lanjut Inara membatin.

ONE MORE TIME (TAMAT-TERBIT NOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang