14 : Mixing (3)

662 216 72
                                    

Mixing : percampuran dua macam serat atau lebih yang sejenis---Ibarat percampuran dua karakter dan kepribadian.
Bagian 3 (penghabisan)
.
.
.

"Oke, terima kasih dan semangat semuanya." Kainan menutup meeting
siang ini dengan rapalan terima kasih serta hamdalah karena berjalan dengan baik dan lancar. Semua staf memberikan atensi yang baik dan meriah. Tegang di awal karena masih ada sedikit canggung, selanjutnya Kainan bisa melewati tanpa halangan berarti.

Semua peserta rapat sudah pamit duluan dan melenggang keluar ruangan. Menyisakan Kainan yang masih memeriksa pekerjaan di layar laptopnya---juga Tya, gadis itu masih bertahan duduk di sisi Kainan agak jauh sedikit.

Deheman Tya meloncat dari bibirnya yang terpulas gincu merah terang, ulasan senyum ikut membingkai wajah tirus Listya. "Pak Kai, mau makan siang bareng, Pak?" Tawar Tya tanpa rasa sungkan. Gadis itu memang terkenal sangat ekstrover dan pandai membuka percakapan. Namun Kainan tidak menyangka kalau Tya berani mengajakmya ngobrol di luar konteks pekerjaan.

Kainan tidak langsung menjawab, tapi netranya yang saat ini memakai kacamata itu melirik arloji di tangan. Pukul dua belas lebih sedikit. Memang sudah jam-nya isoma---istirahat, sholat, makan siang.

"Silakan duluan Tya, saya mau ke mushala dulu habis ini, dhuhur dulu." Kainan menyahut tanpa mengalihkan pandangan dari layar gawai-nya.

"Oh, kalau gitu bareng saja, Pak, saya juga mau shalat dulu." Nada bicara Tya penuh gebu.

"Barangkali mau duluan, silakan, Tya, jangan sungkan-sungkan," ujar Kainan. Pasalnya dia ingin berkirim pesan sejenak dengan Inara setelah memastikan pekerjannya tuntas siang ini. Rasanya sangat tidak enak kalau ada orang lain yang mengintai gerak-geriknya.

"Saya tunggu saja, enggak papa kok, Pak," kukuh Listya.

Kainan mengangkat kedua tangan ke atas, meregangkan otot-ototnya sejenak usai menutup layar laptop yang telah dimatikan. Sejurus memasukkan ke back-pack dan beranjak dari duduk.

"Sudah selesai, Pak?" Lagi, Tya menyela polah Kainan. "Sepertinya Pak Kai lelah sekali. Apa enggak sebaiknya istirahat di ruangan saja, Pak, biar saya yang pesankan makan siang." Lanjutnya memberi saran.

Kainan tetap sama, menjawab dengan gelengan, lalu bibirnya bergerak untuk bicara, "Kan, saya sudah bilang, mau salat dhuhur dulu, Tya. Tidak apa-apa, resiko orang kerja ya pasti capek," jawabnya dengan senyum tipis.

Kekehan kecil Tya mencuat, "Pak Kai ini bisa saja bercandanya. Selain pekerja keras, Pak Kai juga rajin banget sholatnya, kagum saya, Pak." Kalimat pujian ditambahkan Listya saat di dan Kainan melangkah beriringan menuju mushala kantor.

Kainan merasa disepak kenyataan, bahwa, andai yang memuji adalah Inara, mungkin atensinya akan berbeda. Bisa jadi jantungnya mendadak ricuh atau polah-nya yang tiba-tiba salah tingkah. Akan tetapi ini yang bicara Listya Andara, sekretaris 24 tahun, cantik sih, tapi bukan tipe Kainan. Lagipula bagi Kainan Nayaka love in the office is bad. Sejak dulu selalu membatasi, dalam artian, tidak lebih dari sekadar urusan pekerjaan jika berhadapan dengan rekan kerja perempuan.

Dia dan Listya berpisah saat menuju tempat wudhu. Kainan segera memasuki mushala usai membasuh wajah dengan percikan air wudhu, sejurus mengangkat takbir untuk salat dhuhur. Usai salam dan doa singkat, Kainan beranjak. Duduk di tebing mushala saat memasang pantofel-nya, Kainan tidak melihat Tya ada di sana. Hela napas lega terlepas dari mulutnya. Kainan berdiri, akan melangkah, tapi suara yang tidak asing menginterupsi ayunan kaki.

"Pak Kai, tunggu!"

Suara Listya memaku langkah Kainan.

"Buru-buru banget, Pak, mau ke kantin, kan?" Tanya Tya lagi.

ONE MORE TIME (TAMAT-TERBIT NOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang