34. Insiden Membawa Berkah

819 164 31
                                    

Kainan terperanjat menyaksikan kumparan orang-orang di ruang rawat Inara---saat dia baru kembali dari salat magrib.

Mama Rissa, Papa Satya, Om Indra, Tante Galuh, Bude Endah. Semua berdiri di sisi bed Inara. Kainan hela langkah sembari ucap salam. Seketika semua mata tertuju padanya.

"Kai, untung kita semua dapat tiket langsung. Dimudahkan langkahnya bisa sampai sini sore tadi." Mama Rissa bersuara. Kainan cium tangan para orangtua satu persatu.

"Kamu siap-siap Kai," titah sang papa. Pangkal alis Kainan saling bertaut. Bingung dengan ucapan sang papa.

"Maksudnya, Pa?"

"Hei, calon nganten kok malah plonga-plogo." Bude Endah menimpali. Tangan gemuknya mendaratkan satu tepukan di lengan Kainan. Membuat laki-laki itu semakin penasaran.

"Kakak ..." Suara yang sejak tadi ingin Kainan dengar akhirnya menyambangi rungunya. Kainan mendekat ke sisi bed Inara. Gadisnya itu sudah siuman. Senyum tipisnya tersungging meski wajahnya masih membias sedikit pucat.

"Hei Sayang, apanya yang sakit?" Kainan absen Inara melalui tatapan matanya. Memastikan gadisnya itu baik-baik saja. Inara menggeleng.

"Masih agak nyeri Kak, kaki aku masih susah digerakkin, tapi kata dokter harus latihan pelan-pelan biar enggak kaku."

"Kai, setelah diskusi sama papa-mama kamu, Om setuju kalau malam ini juga kamu Om nikahkan sama Inara." Suara Indra--papanya Inara berbicara.  Inara menatap papanya haru. Air matanya perlahan tumpah. Bahagia dan sedih bersamaan membuncah di hati. Sedih karena pernikahan yang telah dia rancang sedemikian rupa dalam angan, akhirnya harus dilaksanakan di ruang perawatan rumah sakit ini. Bahagia karena pada akhirnya dia dan Kainan akan terikat secara sakral. Sah dan halal.

"Ijab qobul saja dulu ya, masalah resepsi itu gampang, nanti dipikirkan lagi kalau Inara sudah benar-benar pulih."

Kainan terdiam beberapa saat. Masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang dia dengar. Menikah memang impiannya, tapi menikahi gadis yang dicintai di tempat yang sama sekali tak pernah singgah dalam pikiran adalah hal lumayan mengagetkan.

"Nah, malah bengong ini anak. Kamu bilang mau tanggung jawab, mau rawat Inara sampai sembuh, kan, mama kabulin maunya kamu. Ijab qobul aja sekalian Kai, habis ini kamu bebas bawa Inara keluar-masuk apartemen kamu. Mama sama papa jadi tenang, enggak was-was lagi. Pak Indra sama Bu Galuh juga pasti sama kayak mama papa." Mama Rissa mendekat putranya. Mengungkapkan rencana yang telah dia susun bersama sang besan dari beberapa waktu lalu. Ternyata memang sudah jalan-Nya begini. Inara dibuat celaka dulu, lalu semua rencana akhirnya terealisasi lebih cepat dari perkiraan.

"Ta-tapi Ma, Kai belum daftarin pengajuan nikah ke KUA."

"Sudah diurus sama Budemu. Bilang terima kasih sana sama Bude Endah. Beliau yang bantu masukin data-data kamu sama Inara ke KUA terdekat. Mama juga udah bawain surat dari RT/RW sama kelurahan buat numpang nikah kamu di sini."

Kainan dan Inara saling bertukar lirikan. Inara tersenyum tipis, selanjutnya menunduk malu-malu. Kainan ikut pulas senyum. Ternyata benar, skenario Allah itu jauh lebih indah dari rencana manusia. Fabii  ayyi 'ala irabbikuma tukadzibaan ...

Maka nikmat Tuhan kamu mana lagi yang kamu dustakan.

****** Selengkapnya di Novel dong.

Harap bersabar ya untuk info PO. Karena Kachan masih harus selesei-kan beberapa part tambahan lagi. Biar kalian puas bacanya di versi novel nanti. Pokoknya dijamin seruuuu, gemes dan banyak adegan lucu-lucu manisnya Kak Kai sama Inara.
.
.
.
.
.

Dan, akhirnya saya buka buat kalian cast Kainan yang selama ini cuma saya simpan sendiri. Wkwkwk
.
.
.

"Kakak, ih! Lembur terus, akunya dianggurin mulu sih!" Bibir Inara mencebik lucu. Sebal sekali menyaksikan Kainan lebih asyik bercumbu dengan laptop dan seperangkat alat kerjanya itu.

Kainan tertawa pelan. Menggeser laptop dari hadapan, sejurus mendekat ke sisi Inara. "Sabar Sayang, kan, Kakak kerja demi kamu juga. Ingat lho, beli skincare sama biaya rumah tangga enggak ditanggung BPJS, makanya Kakak berusaha yang terbaik" satu kecupan mendarat di kening Inara. Jangan ditanya, diperlakukan begitu hati Inara serasa meleleh seperti cokelat kena panas. Tadi berkata begitu cuma iseng saja kok. Dia paham dan mengerti kalau tanggung jawab Kainan pada pekerjaan harus dituntaskan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




"Ra, sini deh." Titah Kainan. Inara yang tengah sibuk mengganti sprei menghela langkah hampiri sang suami.

"Apa Kak? Aku belum selesai, bentar lagi ya. Kamu capek ya gendong Zio dari tadi. Makanya aku beresin dulu, biar Zio bisa bobok di kasur."

"Tunggu." Kainan pulas senyum ganjil. Kening Inara saling bertaut bingung. "Zio lucu ya," sambung Kainan. Inara mengangguk setuju. Dia daratkan ciuman gemas di pipi gembil Zio yang tengah tidur pulas dalam gendongan Kainan.

"Iya, lucu banget."

"Nah, kamu enggak mau kita punya sendiri yang lucu-lucu gini, Sayang?" Nah, kan. Senyum jail sekarang berubah menjadi ekspresi jail. Inara melotot.

"Kakak enggak minta itu sekarang, kan?" Inara lirik Kainan yang kini tertawa lepas, lalu tawanya berubah menjadi senyuman lembut. "Kaki aku masih sakit Kakak," rengek Inara.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



***

Dahlah, lengkapnya ada di novel. Ahahaaaaaa




ONE MORE TIME (TAMAT-TERBIT NOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang