10 : Merengga (2)

708 256 134
                                    

Merengga: Mengubah bentuk-bentuk dari alam menjadi sebuah hiasan---Ibarat mengubah debaran hati menjadi perasaan yang pasti.
.
.
.





Sebenarnya apa yang lebih dinanti seorang lajang perempuan usia di atas dua puluh lima, bahkan mendekati angka kepala tiga tapi masih betah dengan kesendirian? Menunggu jodoh datang menjemput layaknya pangeran berkuda putih membawa mahkota dan bunga untuk calon istrinya? Lupakan saja karena semua orang juga tahu kalau itu hanya ada di cerita dongeng fantasi semata.

Apakah berharap bertemu eligible layaknya tokoh utama dalam novel roman picisan? Yang tampan, kaya raya, punya banyak usaha, digilai banyak wanita?  Skip saja, karena semua itu hanya ada di dunia per-fiksi-an. Walau 99% dari 100 wanita pasti pernah memimpikan hal demikian. Tak terkecuali Inara Malika. Akan tetapi itu dulu. Saat dia belum benar-benar menemukan apa makna hidup. Saat dia belum belajar mencintai dengan tulus, ikhlas dan tanpa rasa menuntut.

Keinginan Inara dua tahun lalu tidak terlalu muluk. Dia menyukai seorang laki-laki, dan berharap rasa sukanya bisa berbalas. Walau pada akhirnya sakit hati menjamah ceruk hati karena rasanya bertepuk sebelah tangan.

Realita berbanding terbalik dua tahun setelahnya.
Saat takdir membawa kembali laki-laki yang pernah singgah di hati ke hadapannya. Saat Inara tidak terlalu ngoyo dan memilih santai dengan urusan percintaan, laki-laki itu malah membuat jantung Inara kembali berisik tak keruan. Apalagi saat ini, ditatap dari jarak yang lumayan dekat, dengan satu kalimat yang meluncur dari bibirnya.

"Kalau saya bilang, pengin mengenal kamu lebih dekat, apa kamu keberatan Inara Malika Pramesta Dewi Sastrosardjono ...?"

Terjeda dalam kebisuan sejenak, lalu setelahnya Inara bisa menguasai debaran jantung yang berirama tak normal. Bibirnya yang mengkilap ditimpa lipglose pink cherry akhirnya menyahut.
"Maksudnya, Kak?" tanyanya balik dengan airmuka membias merah, antara salah tingkah bercampur penasaran.
Pasalnya Inara harus memutar otaknya lebih dulu, menganalogikan kata demi kata yang Kainan ucapkan. Ini maksudnya mau dekat dalam artian apa? Sebagai teman, sahabat, atau lebih? Kalau pacar jelas tidak mungkin, karena Inara tahu prinsipnya Kainan yang enggan pacaran. Pun dengan dia sendiri yang tidak mau terlibat dalam relationship pacaran.

"Maksudnya ..." Lidah Kainan mendadak kelu. Tidak ada yang tahu bahwa perutnya saat ini terasa seperti habis dijungkir balik usai mengatakan kalimat yang dua tahun ini hanya tertahan di hati. Apalagi nekat mengatakan di depan Inara langsung. Dan lagi  sepasang bola mata hazel kepunyaan Inara terus memindai ke arahnya. "Maksud saya__" belum usai kalimatnya meluncur, tapi suara ringtone ponsel yang disimpan di saku kemeja menjerit nyaring.

Asoy geboy ngebut di jalanan ibukota
Dipayungi lampu kota di sekitar kita...

Hampir saja Kainan ingin meluncurkan satu umpatan. Kenapa sejak tadi rasanya ada interupsi yang menganggu momen seriusnya.

Suara itu menggema dari ponsel Kainan dan sukses memutus sejenak ucapannya. Intro lagu Naif yang berjudul Mobil Balap mengalun kencang, menjadi nada dering panggilan suara pada gawai Kainan. Inara diam menahan tawa yang ingin menguar. Antara lucu memerhatikan raut frustasi Kainan, juga nada dering lelaki itu yang menurutnya lucu.

Kainan melirik sekilas nama pemanggil yang tertera di layar, 'Mama Challing'. Helaan napas Kainan terlepas dari rongga hidung mendapati lagi-lagi mama yang menginterupsi momen pentingnya.

"Sorry, Ra, saya angkat telpon sebentar," izin Kainan. Inara mengangguk mempersilakan.

"Iya, Mama?"

ONE MORE TIME (TAMAT-TERBIT NOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang