11 : Merengga (3)

745 275 214
                                    

Merengga: Mengubah bentuk-bentuk dari alam menjadi sebuah hiasan---Ibarat mengubah debaran hati menjadi perasaan yang pasti.
.
.
.
Merengga bagian 3 (penghabisan)


"Andaikan kita sekarang ada di Jakarta, ingin sekali saya silaturahmi ke rumah kamu, Inara," cetus Kainan tiba-tiba. Baginya laki-laki gentle itu bukan mengajak seorang perempuan untuk berpacaran, tapi meminta izin langsung pada orangtuanya untuk mengenal lebih dekat---lalu dilanjut ke hubungan yang serius. Inara makin dibuat gugup oleh ucapan lelaki itu. Matanya menunduk, tidak berani menatap balik Kainan.

"Mau ngapain, Kak?" Mendengak, Inara menatap Kainan sekilas.

"Saya sudah bilang ingin mengenal kamu lebih dekat, pastinya saya akan utarakan langsung niat ini di depan orangtua kamu," jawab Kainan dengan nada bicara lugas dan sangat serius.

"Kak Kai boleh main ke rumah kalau nanti sudah di Jakarta."

"Apa artinya kamu kasih ijin saya buat mengenal kamu lebih dekat?"

Inara mengangguk. Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan. Jarinya sampai bergerak mencubit sendiri punggung tangannya yang dia simpan di bawah meja. Terasa sakit akibat kukunya bergesekan dengan kulit. Berarti Inara memang tidak sedang bermimpi.

Anggukan Inara menciptakan senyuman lebar di wajah Kainan. Lelaki itu tersenyum puas serta lega mendapati tidak ada penolakan. "Inara, serius?" Tapi dia ingin meyakinkan sekali lagi.

"I-iya, Kak." Tidak ada yang tahu kalau dada Inara rasanya menalu sangat keras menghadapi situasi saat ini.

"... saya enggak tahu harus ngomong apa lagi, saking senangnya, Ra. Terima kasih untuk kesempatannya." Buncah senang tergambar jelas di raut Kainan. "Sebenarnya banyak sekali yang masih ingin saya bicarakan sama kamu. Tapi, saya enggak mau disebut anak durhaka karena cukup lama ninggalin mama di mobil. Bisa-bisa kena omel semalaman nanti." Lanjut Kainan. Inara terkikik merasa lelaki di seberangnya itu sangat lucu polah-nya kalau sedang gugup.

"Iya, Kak. Besok masih ada waktu, aku juga masih punya utang sama Kak Kai, buat jadi guide keliling Surabaya."

"Jadi, Inara, sebelum saya pamit, ingin memastikan dulu. Kita ini apa ya? Yang pasti bukan pacaran, kan?"

Inara menggeleng sepintas. "Relationship?" Cetusnya dengan mimik wajah nampak berpikir. Inara juga bingung menamai hubungan yang baru saja disepakati ini. Kedua bahunya terangkat bersamaan,
"Aku enggak tahu, Kak," ucapnya akhirnya menyerah.

"Kita jalani saja gimana? Urusan jodoh atau tidak, biar Allaah dan waktu yang menjawabnya. Kasih saya waktu satu bulan buat mengenal kamu lebih jauh, Inara, dan kamu juga harus tahu saya ini seperti apa."

Inara seperti menjadi mentega yang terkena panasnya api kompor. Meleleh seketika mendengar kalimat Kainan yang to the poin. Jadi seperti itu memang orang pendiam kalau sudah bicara atau membahas hal serius, tidak banyak basa-basi, langsung pada intinya. Memang, enggak ada kata-kata puitis, i love you atau sebangsanya. Namun tetap bagi Inara ini sebuah momen yang meleburkan perasaan. Dua tahun mencoba move on dari bayang-bayang Kainan, lalu sekarang lelaki itu malah duduk di hadapannya menyatakan ingin mengenal lebih dekat.

"Saya enggak mau banyak janji, Inara. Yang harus kamu tahu, kalau saya sudah memutuskan sesuatu, akan saya jalani dengan penuh tanggungjawab."

Inara manggut-manggut percaya dengan Kainan. "Aku percaya Kak Kai orang yang sangat bertanggung jawab."

"Apa saya boleh jujur satu hal sama kamu, Inara?"

Anggukan Inara kembali mencuat, "Iya, Kak, apa itu?" Tanyanya sangat penasaran sekaligus deg-degan luar bisa.

ONE MORE TIME (TAMAT-TERBIT NOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang