23. Pembalut.

9.8K 799 6
                                    

Jangan lupa vote dan juga komennya sayang 🤗🤗🤗.

Makasih banyak ❤

Flu adalah salah satu penyakit yang sangat menyebalkan dan merepotkan. Dimana penyakit tersebut adalah salah satu jenis penyakit yang menganggu sistem pernafasan. Seperti saat ini Serla sedang mengalami gangguan tersebut. Sedari tadi ia sudah mengolesi minyak angin pada sekitar lehernya dan melilitkan syal di lehernya itu. Sudah susah bernafas di tambah lagi pusing dan mata yang berair membuat si penderita sangat tersiksa.

Setelah selesai melaksanakan sholat magrib tepatnya di dalam kamar Axelle. Axelle, anak itu masih saja tertidur, padahal mereka telah tiba di rumah sejam di rumah. Memang sekarang sangat mendukung untuk tidur karena udara yang dingin membuat tubuh ingin segera di rebahkan. Serla tersenyum tipis saat melihat tidur nyaman Axelle. Anak yang sangat pintar dan selalu ceria.

Serla melepaskan mukenanya dan melipatnya rapi, kemudian ia beranjak menuju ranjang Axelle. Memperbaiki letak selimut anak itu dan meraih segelas susu jahe yang ada di atas nakas.

Satu gelas susu hangat berhasil ia minum. Serla merasa sangat tidak enak badan saat ini. Perutnya tiba-tiba ikut sakit. Serla memegangi perutnya sambil meringis kesakitan. Serla berjalan dengan gontai menuju kamar mandi.

"Ssh aduh." gumam Serla.

Gadis itu memukul keras kepalanya saat ia selalu lupa jadwal tamu bulanannya. Pantas saja perutnya sangat sakit, ia baru saja menerima tamu untuk bulan ini. Serla mengamati celana belakangnya. Sialnya ada beberapa titik merah di sana. Serla menghembuskan nafasnya ia harus cepat-cepat pergi ke kamarnya untuk mengambil barang sangat berharga bagi para perempuan.

Serla membuka pelan pintu kamar mandi, ia mengintip dari sela pintu yang sengaja ia buka sedikit. Tersenyum lebar saar tak mendapati seorang pun di sana kecuali Axelle yang sedang tidur. Serla terpaksa mengganti posisi syallnya, yang awalnya di leher menjadi meliliti pinggangnya dan menutupi noda merah itu.

Dengan langkah besarnya ia berjalan menuju pintu lalu memutar knop pintu. Serla tersentak kaget saat mendapati Baron berdiri di hadapannya. Serla tersenyum tipis, ia menggeser tubuhnya agar Baron bisa masuk ke dalam.

"Mau kemana?' tanya pria itu tanpa berbalik. Baron menatap lembur kepada putranya yang sedang bergelung dengan selimut itu.

"Ke kamar pak." jawab Serla cepat.

Baron mendudukan bokongnya di sisi ranjang. Ia menatap lurus kepada Serla. "Tidak di izinkan. Sekarang kamu jaga Axelle,saya masih mau kerja." titah Baron.

"Tapi pak ini penting." sergah Serla cepat.

Baron mengernyitkan alisnya. Ia berjalan menghampiri Serla. Pria itu menyipitkan matanya mencari keberanan dari ucapan gadis itu. "Apa yang penting?" tanya Baron, membuat Serla tampak ragu untuk memberitahu pria itu.

"Ini masalah saya pak." balas Serla.

Baron menatap tajam kepada Serla. "Masalah kamu itu tetap masalah saya." tutur Baron.

Serla berdecak kesal ketika mendengar kalimat aneh dari Baron. "Sa.." Serla, gadis itu tampak kesakitan, kembali ia memegangi perutnya.

Baron membelalakan matanya, seketika ke khawatiran menghantuinya. Dengan sigap ia menggedong Serla dan membaringkannya di ranjang sebelak Axelle. "Aduh..." raungnya lagi.

"Kamu kenapa Serla?" tanya Baron khawatiir.

"Kita ke rumah sakit." ucap Baron. Serla menahan tangan Baron yang akan menelepon seseorang.

Serla menggeleng pelan. Wajahnya pucat menandakan jika gadis itu tak baik. "Gak usah pak. Saya bisa minta tolong gak pak?" tanya Serla dengan suara melemah.

Baron mengangguk cepat. "Cepat katakan apa yang bisa saya bantu," ucap Baron.

"Ambilkan saya pembalut pak di kamar saya." ucap Serla.

Baron mengerjap beberapa kali dengan lucu. Ia menatap dalam kepada Serla. "Gak bisa yah pak?" tanya Serla pelan.

Baron tidak menjawab tapi pria itu langsung beranjak keluar dari dalam kamar. Serla kembali memegangi perutnya yang sangat keram, bahkan gadis itu sudah tengkurap. Memang begitulah jika hari pertama memang sakit.

                          🍁🍁🍁

Baron pria itu mondar-mandir ragu untuk masuk ke dalam kamar Serla. Pria itu tersentak saat bahunya di jamah dari belakang. Enim tersenyum tipis kepada Baron. Pria itu menggarut tengkuknya yang tak gatal.

"Ada perlu apa nak? Serla?" tanya Enim sembari melirik sekilas pintu kamar Serla.

Baron berdehem sejenak. "Bukan bu, saya bisa minta tolong gak bu?" tanya Baron menatap berharap kepada Enim.

Enim mengangguk. "Kenapa?" tanya Enim.

"Tolong ambilkan pembalut Serla di dalam sana." ucap Baron merona.

Enim tersenyum menggoda Baron. "Kenapa saya? Kalau nak Baron suka sama Serla itu, harus kamu yang ambil atuh." ucap Enim.

"Tapi bu..." Baron melirik ragu ke dalam kamar Serla yang sudah terbuka.

Enim menggeleng. "Semangat nak." Enim menganggukkan kepalanya. Dengan pelan Enim mendorong punggung Baron memasuki kamar Serla.

Baron, pria itu mulai mencari barang yang di maksud Serla. Mulai membongkar isi laci nakas dan terakhir pada lemari. Akhirnya ia menemukan benda persegi itu. Baron menggambilnya dengan cepat dan menyembunyikannya di balik bajunya. Pria itu tampak berpikir untuk meninggalkan kamar gadis itu.

Tidak mungkin hanya pembalut. Bagaimana dengan pakaian dalamnya. Baron semakin merona di kalah ia mendapat pikiran seperti itu. Ia berbalik dan berjalan menuju lemari gadis itu. Demi perempuan yang ia cintai ia rela melakukan apa pun.

Baron menghembuskan nafasnya saat sudah berada di luar kamar Serla. Barang-barang yang ia cari sudah ia dapatkan. Dengan langkah mantapnya ia berjalan menuju kamar di mana Serla berada.

"Selamat malam pak Baron." sapa seorang wanita yang sedang duduk di sofa. Baron tersentak kaget saat melihat Elita duduk sopan di sana dan menatapnya dengan senyuman.

Baron yang sudah menaiki beberapa langkah anak tangga membelalakan matanya saat Elita berjalan menghampirinya. Pembalut yang tadi ia sembunyikan terjatuh lepas dari tangannya. Benda itu berguling menuruni tangga, Baron dengan sigap menuruni anak tangga dan mengambil benda itu sedikit kesusahan.

Elita terbahak saat melihat apa yang sedang di ambil bosnya itu. Elita menatap takjub kepada Baron. Wajah pria itu sudah bermerah. Elita berjalan lebih dekat kepada Baron.

"Stop!" ucap Baron sedikit menaikan suaranya.

Elita terdiam di tempat. Baron berlari menaiki anak tangga kembali dengam terbirit. Elita tertawa lepas saat melihat ulah Baron.

                          🍁🍁🍁

Serla menatap sendu kepada Baron. Baron meletakkan barang ke wanitaan itu ke atas nakas. Serla langsung meraihnya dan menyembunyikan benda itu di balik selimutnya. Baron berdecak kesal.

"Gak usah di sembunyiin juga kali, saya udah lihat kok dari tadi." goda Baron.

Serla tersenyum lebar. "Makasih banyak pak." ucap Serla. Baron menganggukan kepalanya.

Serla menyibak selimut yang membungkus setengah tubuhnya. Gadis itu ingin berjalan menuju kamar mandi. Baron yang melihat Serla tampak kesulitan berjalan menuju kamar mandi, langsung menggendong gadis itu. Serla menyembunyikan wajahnya di balik dada Baron. Sungguh memalukan, ia selalu merepoti bosnya itu.

"Di sini aja pak. Saya bisa kok jalan sendiri ke dalam." ucap Serla.

Baron tampak mematung saat ia sudah melewati pintu masuk kamar mandi. Dengan pelan ia menurunkan Serla. "Kalau sudah selesai panggil saya." ucap Baron lalu ia berjalan keluar dari sana.

Serla tersenyum tipis saat mendapat perlakuan manis dari Baron. Ia sedikit ragu dengan pengakuan dari pria itu beberapa hari yang lalu. Ada hal yang menganjal di hatinya. Entah apa itu ia juga bingung. Semua hal yang di lakukan Baron terasa sudah biasa ia alami. Serla mengedikkan bahunya acuh. Ia tak mau capek hanya untuk masalah seperti itu.

Votenya jangan lupa sayang.
Dan juga komennya 🙏🙏
Yang udah komen makasih banyak ❤❤

My Sweet Duda [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang