6. Jakarta.

17.4K 1.4K 6
                                    

Vote and Comment.

Seorang gadis dengan sebuah koper yang cukup besar baru saja keluar dari dalam taksi. Gadis itu menatap binar kepada bangunan yang ada di sekitarnya, terlihat tiga bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi tak jauh di hadapannya. Gadis itu mulau berjalan tanpa tahu akan kemana ia berakhir. Terkekeh saat mendengar suara perutnya yang minta di isi, segara ia berjalan menuju rumah makan yang bertepatan pinggir jalan dekat halte bus. Gadis itu duduk di salah satu bangku yang masih kosong. Ia memesan bakso dan juga teh manis dingin.

Gadis itu adalah Serla, ia mengambil ponsel bermaksud menghubungi seseorang. Serla berdecak kesal saat adiknya yang bernama Revin sangat susah di hubungi. Kedua kalinya ia berdecak kesal. Memang akhir-akhir ini adiknya itu sangat susah di hubungi, entahlah itu karena masalah tugas kuliahnya yang menumpuk dan bahkan pekerjaan partime.

Tak selang beberapa menit seorang wanita paruh baya datang dan meletakkan pesanan gadis itu. Serla tersenyum tipis lalu mengucapkan terimakasih kepada wanita paruh baya yang memberi pesanan kepadanya.

"Kak Serla."

"Uhuk,uhuk." Serla yang tiba-tiba mendengar sosok suara yang sangat ia kenal itu membuat ia kaget.

Lantas ia menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya. Revin, lelaki tampan itu duduk di hadapan Serla dengan sangat santai, pria itu langsung menyedot minuman yang harusnya adalag milik Serla. Serla mengamati seorang perempuan cantik yang duduk bergabung dengannya.

"Kau kemana aja hah? Kakak teleponin gak di angkat." sembur Serla emosi.

"Sorry kak, ini ada pekerjaan mendadak," ucap Revin merasa bersalah dan dengan tidak tau malunya, Revin menangkup pipi Serla. Serla langsung saja memukul tangan Revin yang menyentuh pipinya.

Serla memberi kode kepada Revin dengan menatap melirik kepada perempuan cantik yang ada di sebelah Revin.
"Hay kak, saya Manda teman Revin," sapa gadis itu.

"Saya Serla, kakak Revin," balas Serla dengan senyuman.

Yah setelah di pikir-pikir selama kurang lebih 2 tahun ini, Serla lebih baik menyusul adiknya yang Kuliah sambil kerja di Jakarta. Ia juga sebagai anak pertama harus bisa membantu adiknya dalam mengwujudkan cita-cita adiknya. Walau ia tak kuliah, tapi adiknya harus bisa. Serla langsung terus terang kepada ibu dan ayahnya jika ia akan membantu Revin menyelesaikan studynya. Sebagai seorang kakak ia bisa membantu meringankan beban orangtua, salah satunya membantu biaya kuliah adiknya.

Setelah sesi acara makannya beberapa menit lalu, akhirnya mereka tiba di sebuah kostan setapak, yaitu kostan yang selama ini menjadi istana Revin. Rumah kita adalah istana kita.
Serla sementara akan tinggal di kostan kecil ini. Untungnya tinggal di kostan ini adalah, jarak kampus dengan kostan terbilang dekat hanya berjarak kurang lebih lima ratus meter saja dan kita langsung bisa menemukan kampus. Dan ruginya yaitu tempatnya terlihat tidak strategis, lingkungannya amat kotor dan mudah terkena banjir. Banyak sampah dan tak ada satu pohon tumbuh di sana. Sungguh amat gersang, berbeda jauh saat di kampung, di setiap halaman dan belakang rumah pasti ada pohon, walaupun itu pohon kelapa atau pun pohon chery.

"Ini bayar kostannya setahun apa perbulan dek?" tanya Serla.

"Perbulan kak." jawab Revin yang membantu Serla menyusun barang bawaan kakaknya itu.

"Berapa?" lanjut Serla.

"Sebulan 750 ribu," jawabnya.

"Buset mahal amat." Serla menggelengkan kepalanya.

Tak lama terdengar suara ketukan yang sangat tidak sopan dari depan sana. Serla berjalan dengan malas menuju pintu lalu membukanya. Seorang wanita bertubuh gempal berdiri di sana dengan sebuah kipas di tangannya. Wanita itu menatap tajam kepada Serla dan menatap gadis itu mulai dari bawah sampai atas. Risih? Tentu yah.

My Sweet Duda [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang