17. Baron vs Arsen.

13.1K 998 7
                                    

Vote and Comment.

Tidak terasa sudah sebulan penuh gadis cantik yang tak lain adalah Serla  bekerja di kediaman Levanca. Gaji bulanan yang gadis itu tunggu-tunggu akhirnya terkabul juga. Upah sebagai ART dengan sampingan baby sitter, sekitar lima juta. Uang yang masih jauh lebih sedikit di bandingkan dengan hutangnya yang memang cukup banyak. Walau kedua orangtuanya tidak membebankan dirinya untuk membayar hutang itu, tapi tetap saja. Uang itu di gunakan untuk membayar pengobatannya selama di Rumah Sakit dan itu adalah hutangnya bukan hutang orang tua.

Gadis itu menghembuskan nafasnya dan tersenyum tipis menatap pantulan wajahnya di cermin. "Semangat Serla! Ayo jangan lemah! Harus bisa bayar hutang!" ucap gadis itu menyemangati dirinya sendiri.

Sebelum gadis itu pergi ke kamar mandi. Enim menyuruh perempuan itu untuk pergi menyusul ke dapur untuk menerima Gaji tentunya. 
Dengan semangat empat lima, Serla melangkah menuju dapur. Ia tak sabaran mentransfer uang tersebut kepada adiknya dan juga kedua orangtuanya. Di dapur sudah banyak para pekerja rumah berkumpul dan ada sebagian yang sudah menerima upah.

"Kemari nak." Enim mengisyaratkan Serla agar lebih mendekat.

Serla dengan kikuk berjalan menghampiri Enim. Wanita paruh baya itu memberikan sebuah amplop coklat ke tangan Serla. Serla membungkuk dan berucap terimakasih. "Terimakasih atas kerja kerasnya," tutur Enim.

"Terimakasih juga Bu," balas Serla sambil undur diri.

Ruang yang cukup aman untuk menghitung uang adalah mengunci diri di dalam kamar mandi. Bukan kamar, Serla memang gadis yang berbeda, ia takut ada orang yang mengintip dari jendela di mana letak ia menyembunyikan uangnya.

Serla duduk di pinggir WC sambil menghitung satu persatu tiap lembar berwarna pink itu. "Ah~ ngehitung uang saja pegal," gumam Serla sambil meregangkan lehernya.

"Pas-pasan lima juta? Ish gak ada niatan apa tuh si Pak bos ngelebihin seratus ribu aja. Tapi gak papa deh, dari mana dapat uang segini, di kampung mana ada," monolog Serla sambil memasukkan tiap lembar uangnya kedalam kaos kaki.

"Setengah buat bayar hutang di kampung, satu juta buat Revin, sisanya buat tabungan." Serla menepuk pelan kaos kaki yang yang berisi uang itu.

Gadis itu beranjak dari kamar mandi, sebelum itu ia langsung mematikan kran air yang sedari tadi menyala. Takut saja ada yang mendengar ucapannya. Serla memutar knop pintu kamar mandi dan melangkah keluar dari dalam.

Serla melongo saat melihat Baron sudah berdiri di depannya dengan sebuah martil yang menggantung di atas Serla. Serla terkejut tak main, gadis itu kembali masuk ke dalam kamar mandi. Banyak pertanyaan di pikirannya, kenapa majikannya bertingkah aneh di luar sana.

Serla mengatur dekat jantungnya dan beberapa kali menghela nafas. Suara ketukan membuat Serla semakin takut. "Serla buka pintunya!" teriak Baron dari luar. Ayolah jangan bilang gadis itu takut akan apa yang di ngenggamnya. Baron hanya ingin memperbaiki gantungan yang ada di kamar mandi Axelle dan setelah itu ia malah pergi menemui Serla dengan benda yang masih ia ngenggam hingga saat ini.

Serla menelan salivanya gugup. Punggungnya ia sandarkan di pintu, takut jika Baron masuk lalu memukulnya. "Serla!" teriak Baron dan mengetuk pintu dengan bruntal.

"Aduh, matilah," gumam Serla.

"Kamu ngapain di dalam hah?" teriaknya lagi.

Serla celingkukan mencari alat yang cocok untuk memukul Baron jika macam-macam. Maniknya menatap binar kepada sikat WC yang mengantung di dekat WC. Serla mengambilnya dan berjalan mendekat pintu lagi.

"Bapak kalau ada masalah jangan bunuh saya. Saya masih belum bahagiaan keluarga saya!" teriak Serla.

"Pak Baron sepertinya kesurupan," batin Serla dan ia mengangguk cepat membenarkan dugaannya.

My Sweet Duda [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang