💙 III

383 40 0
                                    

New mulai terbiasa dengan rutinitas barunya. Bekerja di perusahaan. Auh, dia bahkan masih tidak percaya bahwa ayahnya menyerahkan perusahaan dengan mudahnya pada New yang sudah sangat terlihat dia tidak ingin menerimanya.

New sedang meminum tehnya saat Pak Adi masuk ke ruangannya dan mengatakan dia ada jadwal pertemuan dengan rekan kerjanya. Tapi kali ini bukan di gedung ini, tapi di gedung kantor rekan kerjanya.

"Setelah itu, aku ada jadwal apa lagi?"

"Setelah itu, ada tes wawancara untuk kandidat sekretaris pribadi anda. Lalu setelahnya jadwal anda kosong."

"Cuma dua itu?" New memastikan. Pak Adi hanya mengangguk mengiyakan.

"Oke. Ayo berangkat." New begitu bersemangat hari ini. Entah hal apa yang mendorongnya untuk sangat bersemangat.

Tapi itu hal bagus. Tidak ada yang lebih luar biasa dari New yang memiliki mood yang baik.

Sayangnya, itu tidak bertahan lama. New merasakan sesuatu yang begitu menjanggal dan aneh dalam perasaannya setelah berpapasan dengan orang asing di lobi. Harusnya itu tidak terjadi. Apa yang orang asing itu lakukan padanya? Orang itu hanya menatapnya sekilas lalu bertingkah seolah tak pernah melihatnya.

Tapi New, justru menolehkan lehernya untuk melihat orang asing itu melintas melewatinya. Hal pertama yang ada dalam kepalanya adalah, tampan dan kesedihan yang membingungkan.

Tatapan mata New terkunci pada punggung tegak yang berjalan menjauh darinya. Pemandangan disekitarnya mendadak kabur dan terfokus pada objek tersebut.

"Pak New!" Lalu Pak Adi membuyarkan semuanya.

"Kenapa berhenti? Apakah ada yang ketinggalan?" Pak Adi bertanya pada New seraya memperhatikan sorot mata New yang tertuju pada orang asing yang baru saja melewati mereka.

New hanya menggeleng lalu kembali menoleh kedepan dan melanjutkan langkahnya dengan agak canggung (?)

•••

"Sial! Sial! Sial!!" Tay menggerutu dalam bilik toilet.

"Goblok lo Tay!! Kenapa gak riset dulu sebelum lo ngelamar kerja disini!!!!!" Tangannya menjambak rambut tebalnya menyalurkan rasa frustasi.

Beberapa detik kemudian, ia mengatur nafasnya dan merapihkan rambutnya kembali. Tapi ekspresi wajahnya yang gelisah tak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini.

"New...

Apa gue kabur aja ya?"

"Jangan. Belum tentu lo dapet kerja lagi kalo lo kabur!"

"Tapi disini ada New."

"Belum tentu lo sama New bakalan kerja bareng."

Batin dan pikirannya bertengkar. Ngomong ngomong tentang New, ceritanya panjang. Tapi intinya, dia tidak ingin bertemu dengan New saat ini.

Hampir satu jam ia menghabiskan waktu di toilet hanya untuk berdebat dengan dirinya sendiri. Tay sengaja datang 1 jam lebih awal, entah apa motivasinya. Dia pikir dia bisa menghabiskan waktu menunggu dengan melihat lihat gedung perusahaan ini.

Tapi nyatanya ia malah menghabiskan waktu di toilet hanya untuk berdebat dengan dirinya sendiri. Dan sekarang sudah waktunya tes wawancara. Tay menenangkan dirinya dan berusaha untuk rileks kemudian keluar dan menuju tempat yang sudah diberitahukan sebelumnya.

•••

New masih belum bisa melupakan orang asing yang tidak sengaja berpapasan dengannya tadi. New berharap, ia punya kesempatan untuk bertemu dengan orang itu lagi.

Saat ini, New sedang mewawancarai para kandidat yang akan jadi sekretarisnya nanti. Didepannya ini, seorang wanita dengan pakaian yang terbilang cukup seksi membuatnya sedikit tidak nyaman.

Selama proses wawancara, wanita itu memperlihatkan belahan dadanya yang indah. New yang geram kemudian dengan cepat mengakhiri proses wawancaranya dengan gadis ini.

Kandidat selanjutnya, seorang wanita juga. Syukurlah kali ini cukup sopan, dan tidak menggoda dengan agresif seperti yang tadi. Tapi sayangnya dia terlalu pemalu, dan lambat berpikir. Setiap pertanyaan yang dia ajukan, butuh waktu sekitar 1 menit untuk menjawabnya.

Bukan jeda satu menit, tapi jawabannya 1 menit dipenuhi a, e, eh, mm, dan banyak keraguan lainnya. Jawabannya juga tidak jelas.

Kandidat selanjutnya, orang itu.

•••
New's point of view on

Harapanku terwujud. Orang asing yang berpapasan denganku, aku bertemu dengannya kembali.

"Kita bertemu lagi." Ucapku sambil tersenyum.

Lalu aku membaca berkasnya. Tawan Vihokratana. Nama yang indah.

Aku kembali menatapnya. Dia terlihat terkejut, bahkan mengerutkan keningnya.

"Saya yang tadi di lobi. Kamu gak inget?" Tanyaku.

"Kamu yang gak ingat." Senyumku memudar. Dia membisikkan sesuatu yang terdengar begitu jelas di telingaku.

"Gak ingat apa?" Tanyaku lagi memastikan.

"Bukan apa apa. Silahkan lanjutkan proses wawancara saya."

Aku kembali melanjutkan proses wawancara. Berbincang dengannya sungguh nyaman. Tapi tatapan matanya mengalihkan perhatianku. Dia menatapku dengan tatapan rindu yang besar dan kasih sayang yang selalu kuinginkan. Bahkan ayah dan ibuku tak pernah memberiku tatapan seperti itu.

Dengan sengaja, aku memanjangkan durasi waktu untuk wawancara ini. Aku ingin terus ditatap seperti itu. Durasi awal yang hanya 20 menit, aku panjangkan hingga 40 menit.

Saat dia keluar, aku benar benar tidak bisa fokus lagi pada wawancara ini. Jadi aku putuskan untuk mengakhirinya. Lagipula aku sudah dapat sekretaris yang kumau. Tawan. Aku lupa menanyakan nama panggilannya.

Hihi aku tidak sabar untuk bekerja dengannya.

New's point of view off
•••

New berada di kafe bilyard bersama teman-temannya setelah mengakhiri tes wawancara. Teman temannya merupakan freelancer, jadi mereka punya banyak waktu luang. Mau berkumpul kapanpun bisa.

Kali ini, New ikut bermain bilyard.

"Gue ada jadwal kosong hari ini doang."

"Jadi lo harus traktir kita." Krist melanjutkan perkataan New.

"Masa traktir kalian mulu sih?" New protes.

"Ya kan yang punya duit paling banyak elu." Mix menyahutinya.

"Main masak masak gimana? Gue beliin bahan bahannya ntar kita masak bareng di halaman belakang rumah gue." New memberikan usul yang lebih bagus.

"Boleh tuh. Barbeque-an di belakang rumah New yang luas sambil minum wine koleksinya dia. Wuuuhh, mantap." Gawin merespon dengan semangat.

"Yaudah ayo." New menyambar kontak mobilnya lalu diikuti teman-temannya.

Oh ya. Rumah yang dimaksud disini, bukanlah rumah ayahnya. Tapi rumahnya sendiri. New membeli rumah itu sekitar 3 tahun lalu hanya saja beberapa bulan terakhir, ia lebih sering menginap di rumah orang tuanya.

Remember You [TayNew] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang