"Yoongie-ya..."
Terlalu larut dalam lamunan Yoong tersadar saat seseorang memanggilnya. Suara yang terdengar familiar dan panggilan itu.. hanya keluarganya yang memanggil Yoong seperti itu. Im Yoong menoleh dan menemukan Yuri sedang berjalan mendekat. Seseorang yang diketahuinya sudah mati. Orang yang sama dengan yang kemarin menggendong Soojung. Sejauh ingatan Yoong, orang itu adalah Kwon Yuri. Kemarin juga Sooyeon sempat menyinggung tentang Yuri.
Kenapa dia berada di sini? Bisakah seseorang bangkit dari kematian kecuali jika orang itu tidak benar-benar meninggal.
Raut wajah Yoong nampak tidak bersahabat melihat kedatangan Yuri. Ia hanya menatap Yuri dingin kala lelaki Tan itu memperhatikan Ju Young dan mengusap rambut anaknya.
"Bagaimana keadaan Ju Young? Ku harap keponakan ku baik-baik saja.."
"....."
"Yoongie-ya, bisakah kita bicara? Ada banyak hal yang harus aku katakan."
Orang itu mengenalnya dan juga mengingat Ju Young. Memang bukan ilusi. Pertanyaan mengenai sosok yang terlihat seperti Yuri memenuhi kepala Im Yoong. Jika ingin mendapat jawabannya Yoong harus menanyakan langsung padanya.
Menimbang sesaat, akhirnya Yoong mengiyakan permintaan Yuri lalu memberikan gestur untuk berbicara di luar. Mereka duduk di luar ruang rawat Ju Young.
"Aku harus mulai darimana... bagaimana kabarmu adikku? Kau tampak jauh lebih baik sekarang. Sooyeon.. wanita yang hebat bukan?"
Sikap itu, percaya diri yang selalu ditunjukkan. Tatapan itu, tanpa penyesalan sama sekali. Di saat Yoong berusaha untuk menenangkan dirinya yang serasa ingin meledak karena berbagai emosi, orang itu terlihat sangat santai.
Im Yoong muak melihatnya."Berhenti berbasa-basi!! Mengapa kau kembali?! Mengapa kau memalsukan kematian mu?! Jelaskan semuanya!"
Yuri tersenyum getir melihat reaksi Yoong, apalagi iris rusa itu menatapnya penuh permusuhan.
"Aku terpaksa melakukannya. Saat itu.. hari di mana aku ingin menemuimu untuk meminta restu dan melihat keponakan ku. Benar, aku akan menikah dengan Sooyeon. Saat itu bisa saja kami menikah di Hongkong, tapi aku masih memiliki mu sebagai keluarga satu-satunya. Meski hubungan kita jauh dari kata hangat, ku pikir aku harus memberitahu mu."Bicara omong kosong apa dia. Jika memang orang itu datang ke Korea untuk menemuinya, tidak mungkin Yoong mengetahui keberadaannya lewat polisi yang menghubungi dan memberitahu tentang kecelakaannya. Orang itu sudah tiba cukup lama untuk melakukan banyak hal, termasuk mencuri tabungannya.
Im Yoong sangat mengenal Yuri, tidak mungkin dia datang hanya untuk alasan remeh seperti itu. Pasti ada tujuan besar dibalik kedatangannya."Dan tabungan itu? Uang yang selama ini aku kumpulkan, satu-satunya aset yang tidak disita oleh Kepala Jaksa Seo karena tabungan itu atas nama Eomma haruskah kau mengambilnya juga? Kau tahu, aku marah besar karena aku membutuhkannya untuk membiayai operasi Ju Young!"
"Maafkan aku.. aku memang bersalah. Ku mohon ampuni aku.."
Ekspresi kecewa terukir jelas di wajah kharismatik Yoong.
"Saat itu.. saat di mana aku bisa saja kehilangan anakku Hyung.. satu-satunya alasan ku tetap bertahan hidup setelah kematian Ju Hyun adalah Ju Young. Jikalau Ju Young pergi aku pasti memutuskan akan mati! Bisa-bisanya kau.. teganya kau melakukan itu padaku.."Yoong berusaha menahan diri. Ingin sekali memberikan beberapa tinjuan di wajah itu. Tapi sekali lagi, Yoong menahan dirinya. Yang dilakukannya hanyalah mengepalkan kedua tangannya erat sampai buku jarinya memutih.
"Yoongie-ya, aku mengaku salah. Aku tidak pantas mendapat maaf darimu.. tapi kau tahu? Aku ditipu! Aku menggunakan uang itu untuk membeli sebuah restoran di Korea dan aku menggadaikan rumah kita untuk membayar deposit rumah. Aku berencana untuk menikah dan menetap di Korea. Tapi.. aku ditipu. Si brengsek itu membawa kabur uangku!"