Amor Fati : VIII

349 48 22
                                    

Seperti rutinitas biasa di setiap pagi, keluarga Im Yoong mengawali aktivitas dengan sarapan. Sang Nyonya rumah sedang sibuk menata makanan di atas meja. Im Yoong, selaku kepala keluarga sudah menempati posisinya di meja paling ujung di tengah, duduk tenang sambil membaca koran.

"Kau jadi mengunjungi Appa?"

"Hm."

Meski sedang serius membaca koran, Yoong bisa mendengar dengan baik pertanyaan Sooyeon. Sang Nyonya melirik sekilas kegiatan Yoong membaca koran yang menurutnya sudah kuno. Secara sekarang sudah jamannya digital, kita bisa membaca apapun melalui tablet atau smartphone. Tapi Yoong justru masih menggunakan cara konvensional.

Sebelumnya Sooyeon pernah bertanya mengenai hobi Yoong yang suka membaca koran. Pria Im itu menjelaskan ia mendapat kebiasaan itu dari sang Ayah yang merupakan anggota kepolisian. Sewaktu Yoong kecil setiap pagi menyaksikan Ayah membaca koran, bahkan bisa menghabiskan 3 sampai 4 koran setiap paginya. Yoong kecil berpikir ayahnya sangatlah keren, lambat laun ia meniru kebiasaan sang Ayah hingga sekarang. Memikirkannya membuat Sooyeon tersenyum geli.


"Oh iya.. Aku lupa memberitahu, mulai besok akan ada guru les untuk anak-anak."

Kening Yoong mengernyit, lantas menutup bacaannya. Memusatkan perhatian lebih pada hal yang dikatakan Sooyeon.
"Siapa? Kenapa baru mengatakannya sekarang?"

"Kubilang aku lupa memberitahu. Maafkan aku.."
Tatapan sesal Sooyeon mengarah pada Yoong yang kini menatapnya serius.

"Apa kita membutuhkannya? Maksudku, kita bisa bergantian menjaga anak-anak."
Kepala Yoong berputar mencari keberadaan Sooyeon yang sedang di pantry menyiapkan makanan.

"Tidak Yoong. Ju Young membutuhkan bimbingan tenaga profesional. Dan juga seseorang perlu menjemput Soojung dari sekolah, kita tidak bisa terus menerus merepotkan istri Dokter Kim."
Tegas Sooyeon kembali menghampiri meja makan.

"Ku pikir Nuna tidak mempermasalahkannya, lagipula dia sudah menganggap kita sebagai bagian keluarganya."
Yoong masih bersikeras menolak tapi sang Nyonya lebih keras lagi.

"Tetap saja tidak. Sebentar lagi kita sama-sama akan disibukkan oleh pekerjaan. Kau akan tahu setelah bertemu Appa."
Sooyeon menatapnya sambil tersenyum misterius membuat tanda tanya di benak Yoong.

Selama ini mereka tidak pernah mempermasalahkan mengenai urusan anak. Baik Yoong maupun Sooyeon keduanya saling menyempatkan waktu untuk mengantar jemput anak-anak dan menemani mereka di waktu luangnya. Namun kini mengapa Sooyeon tiba-tiba tanpa berunding dengannya memutuskan memperkerjakan seseorang untuk anak-anak mereka.





"Ku dengar buku yang ditulis Miyoung masuk sepuluh besar? Sampaikan ucapan selamat dariku. Dia benar-benar hebat.."

"Tentu. Apa kau tahu kalau dia terinspirasi dari uri Soojung?"

"Huh? Uri Soojung?"
Tangan Sooyeon terhenti sejenak menata piring-piring di atas meja. Kerutan tampak di kening lebarnya.

"Benar. Soojung yang menginspirasinya."

Si Nyonya Im justru tertawa. Yoong heran mendengar tawa renyah yang keluar dari mulut Sooyeon.
"Kenapa kau tertawa?"

"Aku merasa lucu. Yang bisa dilakukan Soojung adalah kenakalan. Aku merasa terkesan dia bisa menjadi inspirasi bagi orang lain."


Orang yang dibicarakan datang. Masih dengan raut wajah mengantuk, Soojung sudah siap dengan seragamnya. Di belakangnya Ju Young mengekor sambil membawakan tas milik adiknya.

Berbeda dengan Soojung yang langsung menempati kursinya, Ju Young menyapa Yoong terlebih dulu.
"Selamat pagi Appa.."

"Pagi nak.."
Yoong membalas sambil tersenyum tipis.


EpitomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang