Appa Jung keluar dari ruang kerjanya. Sejak sore dia harus melaksanakan meeting secara online dikarenakan tim kontruksi perusahaan sedang meninjau lokasi untuk mendirikan cabang pabrik baru. Semenjak Yoong tidak lagi bekerja dengannya, Pimpinan Jung belum menemukan orang yang secakap mantan menantunya itu. Tidak salah jika hanya dalam beberapa tahun saja Im Yoong bisa mencapai posisi Direktur Blanc Contrukstion, dia memang pantas.
Kening lelaki tua itu langsung berkerut kala mendapati putri tunggalnya sedang berdiri mondar-mandir di tengah ruangan. Ekpresinya tampak gelisah dan terus menggiti kukunya, salah satu kebiasaan ketika sedang gugup.
"Sooyeonie?'
Jung Sooyeon tampak tersentak tiba-tiba mendengar suara ayahnya. "Appa.."
"Apa yang sedang kau lakukan di sana? Tidurlah, sudah larut malam.."
Sooyeon melihat jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Lalu pandangannya kembali dia lemparkan ke pintu rumahnya yang bercat putih. Sejenak dia sempat melupakan kehadiran ayahnya.
"Sooyeonie.."
"Ne Appa.."
Sebenarnya Appa Jung mengerti akan tingkah laku putrinya seharian ini, tapi kali ini dia akan memilih berpura-pura tidak tahu.
Sooyeon menggigit bibirnya lantas berkata lirih. "Dia akan datang kan?"
Appa Jung berusaha menahan senyum akan pertanyaan dari putrinya. Lelaki tua itu kembali memasang wajah datar. "Apa yang kau bicarakan? Ya sudah kalau kau masih ingin menunggunya. Appa akan beristirahat."
"Ne Appa, selamat beristirahat." Setelah Appa Jung pergi, Sooyeon baru menyadari perkataan sang ayah. Appa tahu aku sedang menunggu lelaki itu?
Oh ayolah. Yoong.. apa kau tidak akan datang?
Ju Young bahkan sudah di sini sejak siang, dan kini anak itu sudah terlelap di kamarnya. Bukan maksudnya menculik Ju Young, anak itu sendiri yang menginginkan bersama Soojung dan dirinya. Sooyeon kembali memeriksa ponsel, berharap lelaki itu menghubunginya walau untuk sekedar menanyakan keberadaan putranya. Tapi nihil. Sebenarnya ada apa ini? Apa sesuatu terjadi dengan mereka? Mengingat tadi siang Sooyeon beserta kedua anaknya meninggalkan para lelaki dewasa itu di sana dalam atmosfer yang kurang baik.
Lama-lama berdiri membuat persendian Sooyeon terasa pegal. Berikutnya wanita itu ambruk terduduk di sofa seraya menatap benda bercat putih itu sendu. Yoong menolak menemuinya meski dia sudah menyatakan cinta? Seribu tanya berkecamuk di pikiran Sooyeon.
Sekeras apapun wanita itu berpikir tetap tidak menemukan jawaban. Bahkan dulu, saat hati Yoong dihancurkan olehnya berulang kali tapi pria itu tetap kembali.
FLASHBACK
Sooyeon hanya bisa menatap punggung Yoong semakin menjauh. Seolah semesta ikut bersedih dengan menumpahkan tetes-tetes hujan. Di taman rumah sakit, Yoong memilih pergi meninggalkannya. Sooyeon tidak beranjak dari tempat itu meski hujan membasahi seluruh tubuhnya. Dia tidak peduli jika orang-orang di sekitarnya sudah pergi dari tempat itu dan hanya menyisakan dia seorang diri. Wanita itu tidak peduli jika karena hal ini dia harus tinggal lebih lama di rumah sakit. Baginya, itu merupakan sedikit hukuman karena telah menyakiti pria baik nan tulus seperti Yoong.
Tiba-tiba tubuhnya melayang. Sooyeon menunduk melihat sepasang tangan kokoh sedang mengangkatnya. Dan saat dia mengangkat pandangannya, sepasang mata rusa menatapnya teduh.
"Yoong.."
"Dasar bodoh.." Kalimat pertama yang keluar dari mulut Im Yoong dan Sooyeon tidak merasa tersinggung mendengarnya. Matanya justru berembun. Bersyukur air hujan hadir untuk menyamarkan cairan bening yang keluar dari matanya.