Amasha berdiri di depan pintu apartemen Adelle dengan nafas terengah hasil dari berlarian menuju ke sana. Dokter cantik itu menetralkan nafasnya beberapa saat sebelum menekan nomor kombinasi sandi pintu apartemen sang sahabat. Setelah pintu terbuka, Amasha segera memasuki apartemen Adelle kemudian menutup pintu.
Di ruang tamu, sebuah vas yang terbuat dari kaca sudah pecah dan serpihannya bertaburan di lantai. Bantal-bantal sofa juga berserakan di mana-mana menandakan jika sebelumnya telah terjadi perkelahian sengit antara Adelle dan Ben.
Amasha membuka pintu kamar Adelle, dilihatnya sang sahabat tengah duduk memeluk lutut sambil menangis di atas tempat tidur. Rambut panjang Adelle berantakan, sama berantakannya dengan situasi kamar gadis itu. Sepertinya sebelum Amasha datang, Adelle sempat mengamuk sendiri di dalam kamarnya.
Tanpa bertanya apapun, Amasha menghampiri Adelle dan memeluknya. Tangisan Adelle semakin pecah dalam pelukan Amasha. Amasha tidak mengatakan apapun untuk memenangkan Adelle, karena dia tahu bahwa sang sahabat hanya membutuhkan pelukan hangat, bukan kata-kata penenang maupun pertanyaan-pertanyaan kepedulian. Bagi Amasha, selama Adelle tidak terluka itu saja sudah cukup.
Adelle menangis cukup lama di dalam pelukan Amasha, hingga ia kelelahan dan tertidur. Amasha membaringkan Adelle di tempat tidur lalu merapihkan selimutnya. Setelah itu dia memunguti satu persatu barang Adelle yang berantakan di lantai kamar. Barang-barang dan alat make up yang sudah pecah semuanya Amasha masukkan ke kantong sampah, sementara yang masih bisa diselamatkan dia kembalikan ke tempat semula.
Setelah selesai membersihkan kamar Adelle, Amasha keluar dari kamar dan menuju ruang tamu. Gadis itu juga membersihkan kekacauan di ruang tamu dengan sangat teliti. Setelah menyelesaikan semuaya, Amasha memesan makanan karena berpikir mungkin nanti Adelle akan kelaparan saat bangun. Begitu makanan pesanannya tiba, Amasha meletakkan makanan di meja makan lalu menulis kertas note untuk mengingatkan Adelle agar segera makan saat sudah bangun nanti, kertas itu dia letakkan di samping nakas tempat tidur Adelle. Lalu gadis itu langsung pergi karena mendapat panggilan darurat dari rumah sakit. Dan begitulah Amasha melalui hari minggu, batal kencan dan akhirnya kembali bekerja.
******
“permisi, ada kiriman cookies dan ice Americano untuk dokter cantik yang sudah bekerja keras meskipun di hari minggu begini.”
Amasha tersenyum sambil menatap Ryu yang memasuki ruangannya dengan membawa bungkusan berisi cookies dan cup ice Americano.
Ryu mrnghampiri Amasha yang duduk di sofa, kemudian meletakkan bawaannya ke meja di hadapan gadis itu.
“makasih, Ryu,” kata Amasha tulus.
Ryu mengangguk, pria tampan itu mengambil duduk di samping si gadis pujaannya.
“kamu tau dari mana aku ada di rumah sakit?” tanya Amasha sambil meraih bungkusan cookies dan mulai melahapnya.
“feeling,” sahut Ryu.
“dih, nggak mungkin banget!”
Ryu terkekeh, “iya deh, aku bohong,” sahut Ryu kalem. “tadi aku kerumahmu, kata bunda kamu nggak ada di rumah dan kemungkinan lagi di rumah sakit. Jadi aku langsung kesini aja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Amasha (END)
General FictionRambutnya selalu diikat berantakan, bibirnya pucat dan kering karena tak pernah memakai lipbalm, bulu matanya tak selentik gadis kebanyakan. Tapi wajahnya tetap cantik, senyumnya selalu menarik. Dia bukan orang miskin, gadis itu bisa membeli pabrik...