3 - Hogwarts

964 120 11
                                    

September 1, 1993

Lily melepas pelukan pada kedua anaknya dengan tidak rela. Waktu berjalan cepat dan kini saatnya bagi Harry untuk kembali ke Hogwarts, begitu pula dengan Azalea yang baru diterima sebagai murid baru.

Kedua kembar Potter itu telah menghabiskan sisa liburan musim panasーyang sangat singkatーdengan belajar dan berlatih bersama keempat pendiri Hogwarts. Dalam beberapa waktu luang, Merlin juga ikut mengajar, meski tidak banyak karena masih segan dengan kepala asrama yang mengajarinya saat masih di Hogwarts dulu, Salazar Slytherin.

James menatap putrinya dengan senyum lembut. "Apapun asramamu nanti, ingatlah! Kami akan selalu menyayangimu. Baik-baik di sana, My Little Flower."

Azalea sekuat tenaga mempertahankan wajah datarnya. "Tentu saja, Dad."

Lily memberikan sepucuk surat pada putrinya disertai senyum kecil nan sendu. "Berikan pada Severus Snape. Sampaikan maafku padanya."

Azalea menatap surat di tangannya kemudian mendelik pada Sang Ayah dan Sirius yang memalingkan wajah. "Kalian tidak akan mengatakan sesuatu padanya?"

James berdehem singkat. "M-mungkin nanti."

Azalea menggeleng pelan melihat tingkah kedua Marauders itu dan mengantongi surat ibunya di saku. Harry hanya melihat dengan senyum kecil dan sedikit mengingat kisah ibunya yang penuh nostalgia.

Azalea menoleh ketika sudut matanya menangkap Salazar yang hendak mengatakan sesuatu. Pria itu mendekat dan mengelus kepala gadis 13 tahun yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Sudah saatnya untuk memilih, Carel. Tapi kurasa, memang lebih baik di Slytherin daripada di tempat singa-singa yang banyak mengoceh." Detik berikutnya, Salazar mendapat tendangan kasih sayang dari pemilik asrama Gryffindor.

Kembali terjadilah aksi perang mantra non-verbal yang membuat Rowena menghela napas panjang. "Abaikan saja mereka," ucapnya.

Helga tersenyum dan mengecup pipi kedua kembar itu. "Jangan lupa untuk menghabiskan cemilannya nanti, ya?" Azalea dan Harry mengangguk bersamaan.

"Sudah saatnya untuk pergi," ucap Merlin dengan senyum kecil. "Jaga diri kalian."

Azalea mengangguk kecil, membalas senyum ayah keduanya. "Tentu, Father."

Gadis itu menggenggam tangan Harry dan membawa keduanya ber-apparate ke Peron 9 3/4, Stasiun King's Cross, di mana Hogwarts Express telah dipenuhi dengan siswa-siswi Hogwarts yang melambaikan tangan pada orang tua merekaーsetidaknya tidak ada yang menyadari seorang remaja di bawah umur ber-apparate.

Keduanya segera mencapai salah satu pintu gerbong tengah dan masuk sebelum menutupnya ketika peluit dibunyikan, menandakan kereta akan segera berjalan.

"Harry!"

Pemuda dengan netra sehijau kutukan Avada Kedavra itu mengembangkan senyum ketika melihat kedua sahabat Gryffindor-nya melambaikan tangan dari depan pintu salah satu kompartemen.

Harry baru akan menarik Azalea ketika menyadari ketidakhadiran adiknya di sekitar. Dengan berpikir bahwa Azalea mungkin telah masuk dalam salah satu kompartemen, Harry mendatangi Ron dan Hermione yang terlihat tengah memperdebatkan sesuatu.

Ketiganya akhirnya memasuki satu kompartemen yang diisi seorang pria yang disebut Hermione sebagai R. J. Lupin. Harry mengerutkan dahi pada nama yang terdengar familier dan memutuskan untuk tidak memikirkannya.

Perjalanan ke Hogwarts sedikit dingin mengingat hujan deras yang turun di luar sana. Trio Gryffindor yang tengah berbincang seketika waspada saat kereta berhenti dan lampu mati seketika.

The Broken ProphecyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang