15 - Holy Guardian of Death

369 45 1
                                    

Potter's Manor begitu hangat ditengah ekstremenya salju musim dingin. Tentunya rumah itu tidak pernah kehilangan kehangatan, terutama setelah Sang Pewaris kembali.

Para orang tua berbicara, bernostalgia dan melepas rindu, terutama Severus yang entah sudah berapa kata maaf yang telah diucapkan. Ketiga marauders yang telah berkumpul kembali dengan semakin membagikan prank dan Salazar telah menjadi kelinci percobaan mereka sejak tadi.

Lily sesekali beranjak ke dapur bergantian dengan Helga untuk mengambil camilan. Sementara Merlin dengan tehnya duduk tenang sembari menghindari beberapa prank yang membuat tiga pria biang onar berdecak kesal.

Anak-anak berkumpul di lingkaran sofa yang lain, menikmati kisah demi kisah dari masing-masing yang penuh ke-random-an; kadang membuat terkejut, kadang serius, bahkan kadang hanya cerita horror yang asal-asalan dari Ron.

Itu adalah musim dingin yang hangat dan Lily menolak untuk mengantar tamu-tamunya pulang, sebaliknya memaksa mereka untuk menginap sampai Yule. Bahkan para Slytherin yang sudah terbiasa dengan dinginnya rumah bangsawan merasa seakan berada di rumah, benar-benar rumah.

Tiga hari kemudian, Draco kembali ke rumah bersama sahabat-sahabat Slytherinnya dan The Golden Trio tepat di malam pesta Yule, yang membuat para tamu mengernyit marah dengan kehadiran muggleborn di antara mereka.

Narcissa tetap antusias seperti biasa, terutama ketika melihatㅡekhemcalonmenantuekhemㅡAzalea Potter yang sangat dekat dengan putranya. Dia tahu bahwa suaminya secara diam-diam telah membuat ikatan dengan keluarga Greengrass, terutama mengaitkan putri bungsu mereka dengan putranya. Narcissa tidak menyukainya karena gadis itu terlalu lemah lembut untuk menghadapi putranya.

Ketika semester 2 di tahun ketiga dimulai, tidak banyak hal yang terjadi. Selain berita mengenai Harry yang tanpa sengaja memantrai tikus milik sahabatnya di aula saat makan siang dan berhasil mengungkap seseorang dibalik bentuk animagus itu: Peter Pettigrew si pengkhianat.

Dunia sihir Britain benar-benar dikejutkan dengan fakta bahwa Sirius Black ternyata tidak bersalah dan bahwa seorang anak telah mengungkap dalang di balik pembunuhan bertahun-tahun yang lalu. Dan begitulah, Sirius dinyatakan tak bersalah dan bersih dari segala tuduhan yang telah menjeratnya sejak lama.

Tahun ketiga berlalu dengan cepat dan tahun keempat datang dengan cepat pula. Tapi sebagian besar sepertinya masih tenggelam dalam kemeriahan piala dunia Quidditch beberapa waktu lalu.

"Ugh, apakah aku tidak bisa mengulang waktu untuk menonton pertandingan itu sekali lagi?" Ron mengeluh, menelungkupkan kepala pada lipatan tangannya di atas meja.

Harry menggeleng. "Aku juga ingin melakukannya, tapi aku akan kembali ke waktu dimana seseorang menggunakan tongkatku untuk merapal mantra tanpa izinku."

Hermione mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari bacaannya. "Aku masih penasaran. Sejujurnya, aku berharap orang itu telah ditangkap karena aku merasakan firasat yang sangat buruk tahun ini."

Harry tiba-tiba menghentikan gerakan menulisnya dan mengedarkan pandangan. Aula tidak terlalu ramai siang ini. Tapi bahkan seramai apapun, adiknya tidak akan pernah berada diluar pandangannya. Sekarang bahkan rambut merahnya sama sekali tidak kelihatan.

Baru saja dipikirkan, si bungsu Potter tiba-tiba muncul dari pintu Aula yang terbuka. Gadis itu melangkah mantap ke meja Slytherin sementara bibirnya berkomat-kamit dan sesekali menatap si pirang di sampingnya. Ketika Draco menyentuhnya, Azalea akan menghempaskan tangan itu dengan kasar sebelum kemudian memberikan tatapan menyesal.

Ketika seisi Aula akhirnya melihat si bungsu dengan jelas, seruan tertahan terdengar dimana-mana. Sementara di meja seberang mata Harry membola dan segera mengode kembarannya. Azalea mengerti kode itu dan membalas dengan, "aku tidak tahu bagaimana hal ini terjadi dan bagaimana bisa membalikkannya." Harry menghela napas gusar, dia perlu bicara dengan adiknya.

***

"Jadi, apa yang terjadi?" tanya Harry setelah merapal mantra pengalih, menatap tepat di kedua netra semerah darah milik kembarannya.

Azalea menghela napas panjang beberapa kali, tampak terlalu sulit untuk mengatur emosinya. Dia biasanya begitu tenang, tapi akhir-akhir ini ada sesuatu yang membuat emosinya menjadi tidak stabil dan dia bisa memperkirakan apa itu.

"Aku pernah mengatakan bahwa kebangkitan anak-anak demigod dan demigoddess berada di usia 12 sampai 15 tahun, 'kan?"

Setiap anak yang memiliki setengah darah dewa akan mengalami kebangkitan di usia remaja. Sebagai pemilik stigma Arpile of Freedom, Harry tidak mengalami perubahan emosi maupun fisik secara bertahap seperti anak-anak yang tidak memiliki stigma.

Azalea yang juga membawa kekuatan langka dari kehidupan pertamanya membuat proses kebangkitannya menjadi lebih menyakitkan. Bagi para demigod dan demigoddess, semakin menyakitkan proses kebangkitan, semakin kuat pula fisik, mental, kekuatan bawaan, serta kekuatan kelahiran dari hasil kebangkitan.

Yang menjadi masalah ialah bahwa kekuatan Azalea yang berhubungan dengan kematian sangat bertentangan dengan darah yang diturunkan padanya yang merupakan seorang dewi kebebasan, pilar suci pelindung dunia sihir.

Harry melotot. "Dan itu sekarang?" Azalea mengangguk. "Apa itu buruk?"

Azalea menepuk dahi, nampak lebih frustasi dari sebelumnya. "Hari ini aku telah membelah pintu kamarku, hampir membunuh seekor mermaid, dan membentak Draco sebanyak 4 kali."

Harry mengulum bibir. Ron mungkin akan senang mendengar hal ketiga sebelum kemudian diceramahi oleh Hermione. Tapi sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal itu.

"Begini saja. Aku akan memberitahu Profesor Snape dan Draco bahwa kau sedang tidak dalam kondisi yang baik untuk mengikuti kelas. Sampai proses kebangkitan selesai kau harus tetap berada di kamar, bagaimana?" saran Harry.

Azalea menimbang sejenak sebelum berucap ragu. "Beritahu Profesor saja."

Suaranya yang kecil hampir tidak kedengaran di telinga Harry, yang membuat Sang Heir mengulum senyum. "Jangan khawatir, dia pasti akan mengerti. Just go get some rest, ok?"

Setelah mendapat anggukan yang diinginkannya, Harry dengan sigap mengangkat sang adik dalam gendongannya dan membawanya ke Hospital Wing. Sedikit bercekcok dengan pipi memerah, Azalea akhirnya pasrah meski mendapat tatapan penasaran para penghuni Hogwarts di sepanjang koridor.

Atas saran Harry, Azalea benar-benar menghabiskan sehari penuh dalam kamarnya untuk beristirahat maupun bermeditasi. Di waktu makan Draco akan masuk untuk mengantarkan makanan dengan raut biasa seolah kemarahan tanpa alasan yang diterimanya sebanyak 4 kali tidak pernah terjadi.

Di waktu-waktu luang lain Draco akan datang kembali hanya untuk menanyakan kabar atau menyampaikan kabar dari yang penting sampai yang hanya sekedar gosip. Jika Azalea tidak mengingat Pansy, dia akan berpikir bahwa Draco telah menjadi King of Gossip.

Keesokan paginya, seisi aula dibuat terkejut dengan kemunculan bocah menggemaskan yang sudah familier. Itu adalah sosok Azalea kecil hasil kompensasi dari dua jenis sihir yang bertabrakan saat kebangkitannya.

Azalea dibuat frustasi sepanjang hari dengan orang-orang yang menatapnya bak predator, bahkan ada yang mencubit pipinya secara terang-terangan. Sialnya, kakak tercintanya sama sekali tidak ingin bekerja sama.

"Sorry, Athena. Aku ada kelas sekarang." Harry tertawa, terlihat kaku, dan berlari menjauh dari perpustakaan.

Azalea menampilkan senyum terpaksa, untuk kesekian kali mencoba mengabaikan setiap pasang mata atau gemeletuk gigi yang terdengar nyaring di telinganya.

'Bersyukurlah bahwa kau adalah kakaku yang manis dan imut, Harry.'

_________________

Gaje ya? Ya, benar

Aku sebenarnya gkda ide buat ngisi kekosongan sebelum cerita utama mereka di tahun keempat dimulai, jadi yah gini aja

Chapter depan mungkin akan dimulai dengan liburan musim panas menjelas tahun keempat, atau mungkin aku akan langsung loncat ke awal masuk tahun ke 4

Yah, semoga ada yg masih mau baca

The Broken ProphecyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang