10 - Deep Talk (2)

639 81 13
                                    

Hampir seisi aula telah menyaksikan interaksi kembar Potter berbeda asrama dan menjadi ribut setelah perkumpulan primadona Hogwarts itu keluar dari aula saat makan siang.

Dari head table, Severus yang merasa agak aneh dengan situasi yang terjadi beberapa hari ini akhirnya mengutarakan keganjilan yang dirasakannya pada Sang Kepala Sekolah yang kebetulan duduk di sampingnya. Dia tidak pernah berada dekat dengan kepala sekolah sebelumnya, selain jika ada sesuatu yang benar-benar penting.

"Kau tidak pernah memanggil Harry ketika tahun ketiga dimulai." Itu bukan pertanyaan, tapi menuntun penjelasan. Dia tidak pernah khawatir sebelumnya, tapi kedua Potter kini berada di bawah pengawasannya, apalagi Si Bungsu.

Dumbledore tersenyum dengan binar aneh di matanya. "Dia pantas mendapat masa kanak-kanak yang sesuai," katanya, tanpa mengungkapkan bahwa dia telah di ancam oleh realita.

Severus tidak bertanya lebih lanjut. Tapi di memperhatikan tremor kecil di tangan kirinya, sesuatu yang tidak biasa. Orang akan menganggapnya wajar karena penyihir itu sudah tua, tapi dia tahu lebih baik bahwa Dumbledore telah menghentikan aksi melatih-anak-emas-diam-diam karena sesuatu telah terjadi.

***

Para pureblood Slytherin di ruangan itu hampir tidak bisa berkata-kata. Meja kecil di depan mereka telah dipenuhi berbagai jenis cemilan menggugah selera.

Harryㅡyang menjadi koki dadakan siang ituㅡmenampilkan cengiran lebar ketika melihat tatapan tidak percaya teman-teman barunya.

Setelah membuka dan melipat rapi apron hijau yang digunakannya, meletakkan di atas rak pantri kemudian bergabung bersama Azalea yang tengah menikmati pai buah sembari memperhatikan Ron dan Draco yang tengah memainkan catur sihir.

Blaise dan Pansy telah bergabung dengan Hermione dalam bacaan masing-masing, dalam hati terhibur ketika Blaise melotot kepada Sang Muggleborn yang dengan santainya mengeluarkan buku yang sama dengan yang dimiliki Azalea dari rak berabjad M beberapa saat lalu.

Blaise menutup bacaannya, menyesap teh hitam sesaat kemudian berucap, yang lebih ditujukan pada para Gryffindor. "Apa kalian tidak ada kelas siang ini?"

Ron hanya menggelengㅡmasih fokus dengan caturㅡsementara Hermione menutup buku yang sudah setengah dibacanyaㅡsekali lagi Blaise keluar dari perilaku pureblood dengan melotot pada betapa cepat gadis itu membacaㅡkemudian mengambil sepotong cheesecake.

"Jika kami masih di sini dan kau punya cukup otak untuk berpikir, artinya kau bisa menyimpulkan pertanyaanmu sendiri, Zabini." ucap gadis itu setelah menelan sesendok cheesecake-nya.

Draco hampir tersedak sementara Blaise merotasikan matanya. "Aku hanya bertanya. Tidak perlu sesinis itu."

"Aku penasaran kenapa kau tidak ditempatkan di Ravenclaw." Pansy menatap penuh selidik. "Apa yang kau lakukan pada sorting hat hingga menempatkanmu di sarang singa?"

Hermione menyembunyikan rona merah di pipinya dengan wajah datar dan alis terangkat. Dia merasa tidak perlu menjawab pertanyaan itu meski dia yakin itu bukan sekedar basa-basi. Tapi dia tetap menjawab, dengan bumbu kebohongan yang kental.

"Itu bukan sesuatu yang aneh. Topi itu jelas melihat Gryffindor dalam diriku. Lagipula, memiliki jiwa pemberani itu menyenangkan." Well, itu tidak sepenuhnya bohong, meski dia tetap tidak mengatakan yang sebenarnya.

Topi penyortiran di buat untuk dapat melihat sifat seorang anak dan menempatkan mereka di tempat yang seharusnya, tapi bukan hanya satu kali keputusannya ditentang. Hermione adalah penyihir yang pintar, dan dia tahu kapan waktu yang tepat untuk menggunakan kepintarannya.

Meski tidak puas, Pansy tetap mengangguk dan tidak bertanya lebih lanjut. Dia tahu gadis itu berbohong, tapi dengan didikan pureblood dia berhasil menahan lidahnya sebelum terjadi pertikaian hanya karena hal sepele.

The Broken ProphecyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang