Lucius Malfoy telah dididik dengan keras oleh Ayahnya, Abraxas Malfoy, sebagai seorang bangsawan pureblood yang cakap dan pandai mengatur ekspresi.
Bahkan di hadapan Sang Istri yang dicintainya hidup dan mati serta putra kesayangannya Draco, Lucius hanya berekspresi seadanya. Bahkan meski telah mendengar berita dari salah satu bawahannya bahwa Dark Lord akan dibangkitkan ketika turnamen triwizard, hanya kernyitan dahi selama beberapa detik yang menjadi ekspresinya.
Sayangnya, tidak ada yang bisa menghalanginya untuk melotot dan berteriak histeris ketika Sang Putra, Draco Malfoy, menghilang dibalik kilatan cahaya ungu tiga hari sebelum Yule saat sarapan pagi.
Narcissa sempat terkejut tapi dapat menguasai dirinya dan meraih sepucuk surat yang tertinggal di tempat dimana Draco menghilang. Stempel di atasnya membuat netra safirnya membola dan dengan cepat mengintip isinya.
Teruntuk Tuan dan Nyonya Malfoy
Saya pinjam Draco sebentar.
Ada beberapa hal yang perlu kami bahas sebagai murid yang mendapat dukungan dari House of Slytherin.Saya tahu ini terkesan tidak sopan dan mungkin bagi Anda kalimat sebelumnya hanya alasan karena Saya menggunakan stempel keluarga.
Tapi Saya sekaligus ingin berterima kasih atas undangannya.
Kami akan datang ke pesta.
Ah, Saya mungkin akan datang bersama Draco jadi Anda tidak perlu khawatir.
Saya akan membuat Draco menjadi yang paling bersinar di pesta nanti.Salam hangat,
Azalea A. C. Potter
Heiress of SlytherinNarcissa menghela napas dengan datar. Menggeleng pelan sembari membaca bari demi baris kalimat, menyadari bahwa struktur bahasanya terasa familier.
"Sangat to the point. Jika dia tidak menyebut dirinya Potter mungkin aku sudah mengira dia adalah anaknya Reggie." komentar Lucius yang entah sejak kapan telah berdiri di sisi Sang Istri.
Lain dengan Narcissa yang menatap lama pada gelar Sang Lady Potter. "Luce, bukankah kau pernah mengatakan bahwa penerus Slytherin terakhir adalah Dark Lord?"
Lucius mengangguk. "Ayah yang menceritakannya dulu karena beliau merupakan sahabat karib Dark Lord. Ada apa?"
Narcissa mengernyit. "Lalu kenapa Lady Potter menggunakan gelar pewaris Slytherin?"
Keduanya terdiam dengan pikiran mengambang. Sejak kemunculan kembaran Harry Potter di awal tahun ketiga, banyak hal mulai terasa aneh dan ganjil. Seolah dibalik kehidupan yang berjalan bak roda berputar, ada debu tak kasat mata yang tertinggal dan ikut berputar mengarungi waktu.
***
"Apa-apaan in-"
Sederet umpatan yang hampir terucap lenyap begitu saja ketika Draco merasakan pelukan yang familier di pinggangnya. Dia bahkan tidak punya waktu untuk menghentikan merah yang menjalar di wajahnya.
"Aku merindukanmu."
Suara lembut yang juga terlalu familier mengalun bagai melody pengantar tidur. Ditambah bau parfum yang khas membuatnya serasa bagaikan berada di tengah padang bunga di musim semi.
"Wah, lihatlah dua orang itu." Ron berkomentar dengan wajah datar sembari mencomot keripik kentang di piring Harry.
Harry disampingnya mengangguk setuju. "Bahkan sekalipun Draco belum memahami arti ramalan Trelawney mereka sudah sedekat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Broken Prophecy
Fanfic[Harry Potter Fanfiction] You as Azalea Lilyan Potter - Tahun ketiga hampir dimulai ketika Harry mendapati dirinya dibawa oleh seorang pria tidak dikenal ke rumah yang terlihat asing tapi terasa familier. Harry tidak bisa untuk tidak terkejut ketika...