Part - 16

97 94 27
                                    

💫💫💫

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💫💫💫

Mungkin Yoona akan berpikir sangat sederhana, tapi tak akan melupakan bagian terpenting dalam hidup. Yoona selalu mengatakan tak pernah ada kebahagian dalam hidupnya, walau sejujurnya ada sepercik rasa itu saat bersama keluarga Jeon. Tapi setidaknya ia memiliki beberapa orang yang membuatnya tersenyum atau malah menangis. Jeon Jungoo, Hyun Jimin, dan Kim Chanyeol adalah satu-satunya orang yang membuatnya bertahan sejauh ini dengan rasa sakit yang ia alami baik secara mental maupun fisik seorang kurir pengantar barang, memberikan sebuah paper bag yang sebelumnya Yoona pesan.

"Terimakasih." setelahnya ia menutup pintu menaruh paper pag tersebut di sebuah meja, menggigit kuku-kukunya.

Berjalan kearah nakas di samping TV, meraih kunci mobil milik Jeon yang sengaja pria itu tinggalkan. Dan merongoh saku belakang celananya mengambil ponsel dan mengirimi seseorang pesan singkat.

Yoona tak tahu jalan apa yang akan ia ambil sekarang, terlalu banyak tekanan yang membuatnya sedikit merasakan depresi itu kembali lagi.

Yoona menarik napas dalam-dalam, menahan isak tangisnya. Berjalan lurus, memasuki bangunan yang menjulang tinggi—katedral. Menautkan kedua tangannya dan menaruh di dada sembari memejam, tapi ia tak bisa lagi menahan air mata itu untuk tak mengalir. Rasanya sangat sulit membuatnya tetap berada di dalam matanya. "Bisakah aku bahagia? Kenapa kau tak pernah menaruh kebahagian dalam garis takdirku? Kau memberikannya, tapi kau juga mengambilnya kembali dalam beberapa waktu. Ah... Kurasa hitungan jam, bahkan menit atau pun detik. Kau hanya menuliskan hilang dalam garis takdirku tanpa memilikinya."

"Takdir apa yang kau berikan padaku? Hari ini, aku tak akan memohon apa pun, atau meminta apa pun darimu. Katahuilah aku lelah hidup seperti ini. Kenapa kau mengirim Jeon oppa padaku? Kenapa hari itu kau tak membiarkanku, kenapa kau mengubah takdir yang seharusnya aku miliki?"

Yoona mulai kembali membuka matanya. Pandangannya kosong dan air mata yang masih mengalir. Menatap kosong ke depan,  namun tidak benar-benar fokus pada apa yang berada di depannya. Dada naik-turun bernapas dengan begitu sulit—sesak.

Sejauh mana Yoona melangkah akan tetap percuma. Nyatanya ada beberapa hal yang tak bisa ia gapai sekalipun dengan memohon. Kata menyerah yang seharusnya sejak awal dia sadari. Karena semuanya tak akan berubah begitu saja kendati sudah berdoa atau bersusah payah mengubah garis takdir yang sudah di tetapkan untuknya.

Seorang kakek tua berjalan mendekati Yoona yang masih tak bergeming di tempatnya, yang di ketahui penjaga katedral disana—hampir limah tahun lamanya. "Nak, kau datang lagi? Apa yang membawa langkah kakimu kemari?"

Yoona terdiam, masih tenggelam dalam pikirannya yang kacau.

"Nak..." panggilnya sekali lagi.

Membuat Yoona berhasil menoleh padanya. Yoona sempat membungkuk untuk memberi salam. "Kakek Chun hoo." lirih Yoona seperti tercekik.

GOODNIGHT AND GO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang