5

195 192 113
                                    

"Memiliki peliharaan dalam bentuk manusia rasanya memang berbeda."

-o0o-

Setelah perkelahian kemarin, hari ini Billy tidak terlihat sama sekali. Di setiap sisi sekolah atau bahkan rooftop yang biasanya menjadi tempat pelariannya saat bolos mata pelajaran terlihat kosong melompong, tidak seperti biasanya.

Sebastian juga, dia hanya duduk diam di kursinya sepanjang pelajaran. Tapi pada dasarnya nya dia memang seperti itu. Sebastian baru bergerak kalau Billy memerintahkan nya untuk melakukan sesuatu.

Lupakan tentang Sebastian saat ini yang menjadi pertanyaan adalah Billy.

Anak itu kemana?
Apa mungkin dia dikeluarkan dari sekolah ini?

Semoga saja.

"Setelah sekian lama, akhirnya kita bisa istirahat dengan tenang." Kevin meletakan dagunya diatas meja, sorot matanya masih fokus membaca buku yang baru ia pinjam.

Teddy mengangguk setuju, ia menarik kursi disebelah kevin lalu menduduki nya dengan cepat, "Aku lupa kapan terakhir kali bisa santai seperti ini."

Mereka sekarang berada di perpustakaan. Berniat menghabiskan jam istirahat disana dengan membaca buku.

2 siswi laki-laki itu terlihat senang, sementara ditempat yang sama Fany malah mengerutkan kening heran.

"Setahuku kemarin luka ini sudah diobati dengan benar." Ia baru akan memilih buku di rak paling ujung bersama Dean. Tapi matanya bukan fokus pada judul buku yang akan dia baca tapi malah pada luka lebam kebiruan yang ada di pergelangan tangan anak laki-laki itu.

Ia merasa heran, bahkan ada beberapa luka lain yang seingat dirinya tidak ada.

"Ada juga luka di bagian belakang telinga." Ujarnya saat melihat goresan yang terlihat masih baru.

"Kau berkelahi lagi ya?"

Dean menggeleng cepat. "Lalu dari mana asal luka ini?" tanya Fany sekali lagi. Tapi selama apapun dia menunggu jawaban, Dean memilih diam membisu. Manik biru itu menatap kebawah, memandang sepatu tanpa tujuan yang jelas.

"Nanti aku obati ya."

Dean yang mendengarnya lantas menegakan diri, memandang netra coklat itu lalu menggeleng cepat. Sorot matanya seperti penolakan yang tegas.

Tidak lama Ekspresinya berubah takut. Anak ini benar-benar membuat Fany semakin bingung.

"Kenapa?"

Lagi-lagi Dean hanya menggeleng ,tanpa mengucap sepatah katapun. Bukankah kemarin dia terlihat seperti pahlawan yang berani menumpas kejahatan tapi kenapa sekarang mirip seorang penakut yang butuh perlindungan?

Luka-luka itu harus diobati dnegan benar kalau tidak , mungkin akan bertambah parah.

Kalimat yang seharusnya Fany ucapkan tapi dia malah mengatakan,"Terserah kau saja." Ia berjalan kearah rak lain. Tujuan sebenarnya bukan untuk membaca buku tapi dia hanya ingin mengusir rasa penasaran.

Fany juga merasa ada sesuatu yang Dean sembunyikan. Entalah tapi sepertinya bukan hal yang sepele.

Nanti saja dia bicarakan dengan kakaknya siapa tahu dia mendapatkan informasi. Kalau dia bertanya langsung pada Dean , 99% yang dia dapatkan hanya sebuah pertanyaan tanpa jawaban.

15 menit setelah jam istirahat berakhir, kelas berjalan seperti biasa. Semua tenang tanpa keributan sedikit pun. Bahkan Teddy bisa memahami materi yang baru saja Marvin jelaskan. Ini karena dia bisa beraktivitas tanpa harus khawatir dengan sosok anak laki-laki yang biasanya mengganggu nya

DEAN : LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang