11

139 139 137
                                    

Tolong jangan pukuli saya.
Saya tidak mencuri.

--o0o--

"Ted."

"Hm."

Fany menghela nafas, tidak tahu sampai kapan Teddy akan terus seperti itu. Dalam posisi yang sama, menggenggam game konsol dengan mulut sesekali menggerutu karena kalah.

Fany menumpu dagu dengan tangan kirinya, ekor matanya melirik jam dinding, ternyata pukul 10 lewat 10 menit. Sudah 3 jam ini Teddy bermain dan selama itu dia tidak sekalipun melirik adik perempuan nya yang duduk sendirian di dekat jendela.

Dari pada terus seperti itu ,lebih baik dia melihat pemandangan luar. Bagaimana tidak, langit begitu cerah. Awan putih memenuhi beberapa bagian langit biru muda, ditambah lagi kelopak magnolia berguguran menimpa rerumputan dibawahnya.

Musim gugur yang indah.

Fany mengerjap, lamunannya seketika berantakan saat mendengar suara kursi ditarik.

Itu Teddy.

"Kenapa duduk disini?" Ketus fany saat tubuh bongsor Teddy menghalangi cahaya matahari.

"Main saja sana." Imbuh gadis itu setengah mengusir.

Teddy menghela nafas, ia duduk di kursi menghadap adiknya dengan senyum tipis,"Baterainya habis."

Kalau begini saja, dia baru menyadari keberadaan adiknya, Fany mendengus kesal. Ia memakan cookies didepanya dengan wajah merenggut.

"1 saja jangan banyak-banyak."

Teddy menyatukan alis tidak suka . "Pelit sekali."

Fany lantas menjulur kan lidahnya mengejek, ia menarik kotak cookies kearahnya. Seolah-olah tidak ingin berbagi lebih banyak lagi.

"Padahal kalau cookie habis dia juga yang merengek padaku." Gerutu Teddy dalam hati. Dia mencoba melapangkan dadanya lebih lebar lagi, menghadapi adik perempuan satu-satunya memang seperti ini.

Tiada hari tanpa pertikaian kecil.

"Tidak aku beri uang jajan ,baru tahu rasa nanti."

"Dean."

Apa?

"Dean?" Tanya Teddy saat nama itu disebut oleh Fany barusan.

Ayolah,telinganya masih berfungsi dengan baik jadi apa yang dia dengar benar adanya.

"Kalau dilihat-lihat dia tampan juga." Fany berujar tanpa menoleh sedikit pun pada kakaknya, sorot matanya masih tertuju langit biru di hadapannya.

Sebiru netra milik Dean.

Ia tersenyum tipis, wajah rupawan yang selalu tersenyum itu tiba-tiba saja melintas di dalam otaknya.

Rasanya baru kemarin dia mengenal Dean, waktu begitu cepat sampai musim gugur ini akan berakhir.

Hampir sebulan, Dean Sawyer mengambil tempat dihatinya sebagai teman.

Entalah, rasanya ada yang berbeda dari anak itu. Kulit pucatnya sering dipenuhi luka-luka tak jelas asal usulnya.

Tentang itu, dia masih penasaran. Rasanya mustahil jika Dean berkelahi sesering itu.

"Kau suka dengannya?"

Kedua alis Fany terangkat, "Dari pada suka aku lebih penasaran."

"Penasaran untuk apa?"

Sebuah hembusan kasar Teddy dapatkan, "Aku hanya merasa aneh saja dengan Dean."

DEAN : LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang