Zombie|4

388 74 23
                                    

Part ending, yang nggak ending ending banget sih.

Kayak kata seseorang, “sesuatu yang berakhir bisa jadi suatu permulaan bagi seseorang.”

Gatau juga sih siapa yang ngomong gini soalnya aku ngarang doang.

Dah, selamat membaca chapter terakhir ini, semoga terhibur!

🍁

       Jarum jam berwarna biru muda yang selalu kukenakan di pergelangan tangan kiriku sudah menunjukkan angka enam, sesuai dengan langit sore yang mulai berwarna keemasan yang benar-benar aku sukai, setidaknya salah satu dari sedikit hal yang bisa kusyukuri bisa kulihat setiap hari sepulang kerja.

     Aku menghembuskan napas panjang, berusaha tak mengeluh dengan hidup yang amat keras ini.

     Seorang yatim piatu yang harus bekerja delapan jam sehari sepulang sekolah setiap harinya agar bisa terus mengisi perut dengan hasil bekerja yang tidak seberapa. Syukurlah, aku yatim piatu tanpa saudara. Setidaknya, aku hanya menghidupi diriku sendiri, tanpa harus susah payah memikirkan nasib saudaraku yang pastinya akan lebih mengenaskan daripada diriku.

     Syukurnya lagi, toko serba ada tempatku bekerja sebagai kasir memperbolehkanku pulang sore setelah bekerja dari siang sepulang sekolah, dan kembali lagi bekerja pukul delapan malam hingga jam sebelas. Eh, bagian ini harus kusyukuri tidak, sih? Yah, setidaknya aku bisa beristirahat sejenak, kan? Lagipula untuk belajar dan mengerjakan PR, aku bisa melakukannya saat toko sedang sepi. Atasanku tak pernah memarahiku tentang itu.

      Biasanya, aku dengan santai berjalan di jembatan ini sambil menikmati udara sore yang menyejukkan. Tapi sepertinya, hari ini adalah hari apesku.

     Di ujung sana, sekitar lima belas meter dari tempatku berdiri, kulihat siluet seorang laki-laki tengah berdiri di atas pembatas jembatan yang sudah rapuh ini, merentangkan tangannya lebar-lebar sambil mendongakkan kepalanya ke atas langit. Terlihat pantulan sinar matahari di wajahnya yang basah.... eh, basah? Apakah dia habis menangis?

     Aku masih memperhatikan gelagat laki-laki itu sambil berjalan pelan-pelan mendekatinya, tak ingin mengganggu ritual yang sedang ia lakukan. Tapi, semakin kesini mengapa laki-laki itu semakin mencurigakan, ya? Ia menunduk perlahan sambil melihat aliran air yang deras di bawah jembatan, lalu kembali menutup matanya. Terlihat seperti orang yang akan.... bunuh diri?

     Ah, sial. Merepotkan saja!!

🍁

      • Wistara •

      Kupikir, Tuhan benar-benar menyiapkan tempat ini untuk aku mengakhiri hidupku, namun ternyata aku salah.

     Saat aku sudah siap menyambut kematianku, terasa sebuah tarikan pada pergelangan tanganku dan membuatku spontan membuka mataku yang sejak tadi tertutup, membelalak kaget karena entah bagaimana kejadiannya, tau-tau aku sudah terjatuh di aspal jembatan yang keras dan penuh kerikil. Sial, sakit sekali rasanya.

     “Mau ngapain lo? Gila apa ya!” Terdengar suara cempreng seorang gadis yang ternyata sudah ikut tergeletak di sampingku yang masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Apa ini? Aku tidak jadi mati? Dia siapa? Kenapa memarahiku?

Day DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang