RUNAWAYI 2

1.2K 292 50
                                    

Timeless-NCT
💔
💔

Yang nunggu Deren jadi bucinnya Kak Shasa mana?

Yang di katakan Deren memang tak sepenuhnya salah. Kami pernah dekat semasa SMA dulu. Boleh dibilang Daren cukup berbeda. Dia seperti tak lelah memberi perhatian lebih meski aku menolaknya berkali-kali. Sampai kemudian, dia bisa meyakinkan Yayah jika dia cukup bisa dipercaya sebagai laki-laki.

Seluruh sekolah barangkali tahu siapa Deren, dia tukang gonta-ganti pacar. Sebagai cowok populer dengan prestasi olah raga yang bagus, perempuan bahkan rela terang-terangan di duakan, tigakan dan entahlah.

Tiga bulan dekat, aku nyaris tak pernah dengar dia mendekati perempuan lain. Sampai kemudian secara tak sengaja aku mendengar dia tengah ngobrol bersama kawan-kawannya di rooftop sekolah.

"Ya emang dipikir aku suka beneran sama Shasa? Sory, anak haram nggak usah diseriusin. Aku cuma mau buktiin, mau cewek galak kayak apa, nggak mungkin bisa menolak pesona Deren."

Tidak sedang di tampar, tapi rasanya sakit sekali. Harusnya memang aku tetap pada pendirianku tidak perlu pacaran. Tidak perlu terlalu percaya diri jika ada lelaki yang mau menerimaku apa adanya. Sialnya, aku begitu terbuai dengan perhatian Deren.

Kini siapa yang bisa disalahkan atas ketakutanku yang kian besar ini selain diriku sendiri?

Sampai sekarang Yayah sering bertanya kenapa Deren tak lagi main ke rumah? Aku memang tak berani jujur pada siapapun kecuali dengan Septian. Adik laki-lakiku dari pernikahan Yayah dan Ibuk. Dia sangat marah, bahkan dia yang dulu masih SD berani menantang Deren yang sudah SMA. Aku tidak pernah bercerita detail, tapi dia tahu sewaktu kami bertengkar dan aku menangis.

Sejak hari itu aku sengaja membuat benteng tinggi terhadap lawan jenis, luka itu mengangga kian parah hingga tanpa sadar aku menjadi seseorang yang sudah kehilangan diriku sendiri. Aku tidak menyalahkan Yayah ataupun Ibuk atas luka ini. Meski sulit kuterima jika aku adalah anak di luar pernikahan, tapi tak ada alasan untukku membenci mereka.

Barangkali ucapan Bunda sewaktu aku menangis karena diejek anak haram selalu menjadi alasanku memaafkan Yayah dan Ibuk, "Kak, nggak ada yang mau dan bisa memilih kita dilahirkan dari kondisi orang tua seperti apa. Manusia dan kesalahan adalah dua hal yang terus beriringan. Toh, bagaimanapun keadaannya, Yayah dan Ibunya Kakak selama ini menyayangi Kakak dengan sangat baik, mereka sudah berani menukarkan nyawanya untuk kakak, Kan?"

Benar, Aku masih ingat betul apa yang terjadi di masalalu kami dulu. Hanya terkadang aku berpikir, kenapa aku berbeda dari orang lain? Kenapa kesalahan mereka harus kutanggung sampai aku berusia seperempat abad begini? Kenapa orang lain tidak cukup mengerti jika aku terluka tiap kali mereka menjulukiku 'anak haram'.

Menghapus air mata kasar, aku segera merapikan diri di depan cermin. Ponselku sudah beberapa kali berdering menandakan seseorang sudah menjemputku di depan gerbang sekolah. Setelah mengganti pakaian dengan jeans panjang dan jaket, aku segera kembali ke ruang guru untuk mengambil tas.

Langkahku terhenti di depan gerbang begitu melihat seseorang tengah berdiri dengan bersandar pada mobil.
Kaca mata hitam menutupi sebagian wajahnya. Tapi aku sangat bisa mengenali siapa lelaki itu.

Memilih mengabaikan, aku begitu saja melewatinya dengan kepala menunduk. Napasku tertahan begitu berhasil melewatinya dengan baik, sayangnya kelegaanku tak bisa bertahan lama karena kurasakan lenganku ditarik cukup kuat.

"Sha, sampai kapan kamu menghindar gini?"

"Lepas!"

"Aku cari kamu, Sha!"

"Aku nggak peduli!" Sahutku kasar sembari mengibaskan cekalan tangannya. Sayangnya, kekuatanku tidak cukup besar hingga membuat cekalan Deren terlepas.

Melihat beberapa murid dan guru keluar area sekolah sempat melihat ke arah kami, sejujurnya aku juga mulai malu karena menjadi pusat perhatian sekarang.

"Lepasin sialan!"

Tahu-tahu Tian sudah berada diantara kami. Dia memukul tangan Deren cukup kuat hingga pegangannya langsung terlepas begitu saja.

"Siapa kamu berani ikut campur?"

Tian yang memang tidak bisa ditantang, langsung melepas helm full facenya dan memukul bagian belakang mobil Deren menggunakan helmnya hingga menimbulkan bunyi cukup keras.

"Kenapa? Nggak terima!"

Bersyukur jika Deren masih mengingat wajah Tian, karena mungkin kalau nggak, mereka sudah berkelahi sekarang.

"Ayo pulang! Jangan lagi berurusan sama lelaki pengecut ini," ajak Septian dengan pandangan tak lepas dari Deren.

"Sha, aku minta maaf!" ucap Deren seakan tidak berpengaruh dengan makian Septian.

"Makan tuh maaf! Sekali lagi aku lihat kamu deketin Kakak. Mati di tanganku!"

Tangan Septian mengepal di depan wajah Deren, membuat gerakan penuh ancaman.

"Aku Cuma mau minta maaf aja."

Kini, giliran aku yang menoleh pada Deren. Entahlah, setiap melihatnya amarahku rasanya kian berkobar. Luka lama seakan kembali membakar hatiku yang belum begitu sembuh.

"Aku nggak marah, Ren. Kamu benar aku anak haram__"

"Nggak gitu, Sha. Aku cuma bercanda waktu itu__"

"Iya," balasku tenang, "Emang paling enak bercandain hidup orang. Kamu nggak usah khawatir. Kamu udah mengatakan kejujuran dan aku beruntung karena tahu ini lebih cepat. Kita usah selesai, jadi tolong jangan tiba-tiba datang seakan ada sesuatu yang belum selesai diantara kita," ucapku mencoba tenang, padahal rasanya aku hampir ingin menangis sekarang.

"Kita nggak pernah selesai, Sha. Aku cari kamu selama ini buat selesaiin kesalah pahaman kita."

Kutarik napas panjang. Berusaha mengenyahkan sesak yang tiba-tiba datang hanya karena aku melihat laki-laki yang sudah menyakitiku ini.

"Nggak ada yang salah paham.Aku memang mengira kalau kamu udah berubah dulu, padahal aku salah. Kamu tetap Deren dengan mulut paling tajam perihal menyakiti orang."

Deren tak menjawab, meski seketika raut mukanya terlihat memerah, mungkin menahan marah.

"Maaf, Sha."

"Nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah. Tapi cukup, sampai di situ saja pertemanan kita. Aku nggak mau lagi kenal bahkan bertemu dengan kamu mesti tak sengaja seperti hari ini," balasku kemudian meninggalkannya bersama Septian.





*Maaf untuk tipo

Besok malam kita lanjut, ya. See U...

Love
Rum

Day DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang