RUNAWAYI 1

2K 293 127
                                    

Runaway-Bobby
🎶

Hallo, selamat datang di cerpen pertama Day dream project.

Sebelum mulai baca, untuk mengawali day dream. Boleh minta emotion love?

Thank you and happy reading, love.

Mayesha's Pov


"Mbak Shasa, masih ngajar di SMA 8?"

"Masih, Bu lik."

"Masih belum ketemu pacar, Mbak? Guru-guru di sana sudah beristri semua, ya?"

Sekarang, aku tak bisa menjawab apapun selain tersenyum sekenanya agar mereka tahu kalau aku udah nggak nyaman sama pembahasan ini. Sayangnya, mereka tak cukup mengerti dengan maksudku.

"Mbak Hani, belum pengin punya cucu dari Mbak Shasa? Itu loh, barengan Mbak Shasa udah nikah semua. Si Indri malah udah punya anak dua."

Usapan tangan Bunda di kepalaku, kini tak lagi berefek apapun. Hatiku tetap tak nyaman tiap kali pertanyaan macam ini terdengar.

Namaku Mayesha Haftama, anak pertama untuk pasangan Bunda Hani dan Papa Tama, untuk Ibuk Rindu dan Yayah Bara, serta Papa Lucas dan Mama Nana. Iya, aku punya banyak orang tua. Panjang ceritanya jika aku harus menjelaskan asal usulku, lagi pula aku tak begitu suka mengingat bagaimana aku harus lahir dalam kondisi keluarga yang berbeda.

"Mbak Hani, jaman sekarang punya anak perempuan harusnya jangan terlalu pemilih. Ujung-ujungnya nggak akan kepilih, Mbak. Lelaki sekarang ditolak ya cari yang lain."

Ya Tuhan, mereka kenapa sih?

"Mbak Shasa udah umur dua puluh berapa Mbak?" tanya BuLik Peni, salah satu kerabat Papa Tama.

"Dua puluh enam," jawabku sekalian mengkompori mereka supaya semakin menyudutkanku.

"Saru loh, mbak. Jadi perawan tua."

Astagfirullah.

"Biarin, Pen. Aku nggak suka mengekang Shasa. Dia perempuan, bebas untuk memilih suami mana yang dirasa baik. Dan, memang harus milih biar enggak sembarangan pilih jodoh. Lebih baik telat nikah dari pada pisah setelah menikah," ujar Bunda membelaku.

"Mbak ini, dikasih tahunya ngeyel, loh," sahut Bu Lik Peni tak mau kalah, "hamil usia tua lebih rentan. Iya, kalau buru-buru dikasih anak. Kalau disuruh nunggu, piye?"

Seseorang, bagai mana cara menjawab agar BuLik ku ini berhenti tanpa menyakiti hatinya. Aku beneran udah capek! Ini siapa sih yang pertama kali membuat standar angka pernikahan? Dosakah kalau menikah di usia tiga puluh tahun.

Ngerti nggak sih, kalau memulai perjalanan rumah tangga itu nggak mudah? Memang nanti kalau aku gagal, mereka akan tanggung jawab sama kehidupanku? Enggak kan!

Masalahnya, kalian nggak akan ngerti kalau tidak semua orang bisa menerima masalaluku.

"Bun, aku tunggu di mobil, ya?" Aku berbisik pada Bunda. Sebab mungkin menghindar adalah salah satu cara aku tak lagi dengar bisikan kapan nikah yang terdengar lebih serem dari pada di tagih hutang.

"Nggak makan dulu, kak?"

Memang wajarnya kalau kondangan makan dulu untuk kesopanan. Tapi, aku udah kenyang sama pertanyaan Bu Lik.

Hari ini kami menghadiri pernikahan saudara dari Papa. Sudah kuprediksi, aku akan mendapat pertanyaan seperti ini. Masalahnya yang kami hadiri adalah pernikahan saudara sepupuku yang umurnya lima tahun dibawahku dan tidak mungkin aku tidak datang. Jadilah di sini aku merasa pernikahan seperti ajang kompetisi. Terlebih di lingkunganku, anak perempuan jika sudah berumur di atas dua puluh tahun seakan sudah harus menyiapkan jodoh.

Day DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang