AFRAID [3]

642 131 42
                                    

Afraid-SungJin
🌹
🌹
🌹

Part ending nih, Happy reading, Love

             Gerimis kecil penuh berisik menjadi senandung pengurai sepi bagi Syabil dan Sagita yang sedang membelah lautan kendaraan di jalan raya dengan mobil sedan hitam andalan sang lelaki. Meski tak ada satupun dari mereka yang berbicara, namun rasanya atmosfer seperti itu mendekap nyaman yang telah lama mereka rindukan.

Sagita memandangi luar jendela dengan mata malas. Menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sejak tadi, sepertinya Ia enggan menengok ke sebelah kanannya. Entah mengapa, Ia hanya ingin cepat-cepat tiba di rumahnya dan mengistirahat jiwa raga yang terasa sangat kelelahan. Entah akibat pekerjaan yang menumpuk, atau akibat tekanan yang semakin hari semakin menyesakkan dada.

Syabil sesekali melirik pada gadisnya yang masih saja setia bertatapan pada hitamnya langit malam tanpa sekalipun memanggil namanya. Atau menyentuh tangannya, menggenggam sepanjang jalan seperti yang selalu mereka lakukan setiap harinya. Helaan napas panjang beberapa kali dilakukan Syabil, berharap bongkahan beban yang perlahan menyumbat aliran napasnya ikut teraliri keluar, yang nyatanya malah semakin membuatnya kewalahan.

Ini sudah tidak benar.

Di mana-mana, hubungan antar dua pihak adalah sesuatu yang saling menyenangkan, bukan malah menyakitkan satu sama lain.

Lalu, mengapa rasanya aku selalu menyakitinya, dan ia terlihat tak bahagia meski ada aku di sampingnya?

"Mau mampir makan dulu nggak, Ta?" tanya Syabil, seakan tak tahan dengan keheningan yang tak kunjung berakhir.

"Hm?" Seperti baru tersadar dari lamunan panjang, Sagita menoleh pada sang kekasih, "aku ngantuk banget, Bil. Boleh langsung pulang aja nggak?"

Syabil mengangguk, diikuti Sagita yang kembali menatap lampu-lampu jalan yang sepertinya lebih menarik ketimbang berbicara dengan sosok tampan di sebelahnya.

Ucapan Kyla tempo hari entah mengapa terus terngiang di telinga Sagita, membuat otaknya penuh hingga jenuh, namun tak bisa ia singkirkan dengan mudah. Benarkah hubungannya dengan Syabil sudah terlalu toxic sampai Ia tak lagi merasakan kebahagiaan setiap kali bersama sang lelaki?

Sagita jadi ingat, beberapa waktu terakhir yang Ia dapatkan hanyalah kesakitan. Tangis tiap malam akibat kekangan Syabil yang membuatnya tak bisa melawan hingga berakhir pasrah dan menurut. Sagita tau, hal itu dilakukan Syabil atas dasar cinta. Setidaknya begitu yang selalu Syabil katakan padanya. Tapi mengapa cinta terasa begitu menyakitkan?

Apakah hubungannya dengan Syabil benar-benar tak bisa dilanjutkan lagi?

Tapi, bagaimana Ia tanpa Syabil?

Akan jadi apa hari-harinya jika tidak ditemani oleh sosok yang sudah bersamanya selama kurang lebih lima tahun itu?

Akan jadi apa malam-malam sepinya tanpa suara Syabil dari speaker telepon yang selalu mengantarnya dalam tidur lelap?

Sungguh, tak bisa Ia bayangkan jika hari-hari selanjutnya tak Ia arungi bersama Syabil, namun Ia lebih tak bisa lagi membayangkan betapa terkukungnya jika Ia terus bersama Syabil.

Lamunannya lalu terhenti ketika ia sadar bahwa jalan yang Syabil ambil bukanlah jalan menuju rumahnya. "Bil, mau kemana?" tanya Sagita kemudian.

Syabil tersenyum kecil. "Mampir dulu, ya?"

Mau tak mau Sagita menurut, matanya turut mengikuti jalan demi jalan yang dilalui Syabil hingga mobil itu berhenti di depan sebuah kafe kecil yang sudah tak asing untuk mereka.

Day DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang