Asap rokok dan bau alkohol seolah jadi nafas di ruang temaram dengan alunan musik jazz yang mendayu. Di sana, seorang pria masuk dengan dentingan bel tanda seorang tamu tiba dengan langkah tegas, duduk di depan sang bartender sambil mengetuk-ngetuk jarinya diatas meja, seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu.
"Ingin pesan apa, Tuan?" tanya sang bartender sambil menyodorkan sebuah minuman kepada pelanggan wanita yang duduk di samping pria itu dan sudah berada lebih dulu disana.
"Mermaid Song, please," ujar sang pria.
Tanpa membalas, sang bartender segera membuat pesanan pria itu. Sementara pria itu, duduk bersandar di kursi tinggi tersebut sambil mengeluarkan buku catatan kecil dan pulpen dari saku mantelnya, menulis sesuatu di kertas putih yang kosong itu.
Tak lama setelahnya, minuman yang dipesannya disodorkan padanya, bersamaan dengan segerombolan pria yang datang padanya-- tepatnya wanita yang duduk di sampingnya, menggoda dan menyentuh berusaha untuk menarik perhatian. Pria itu masih setia dengan catatan kecil di tangannya, masih sibuk dengan dunianya, sebelum akhirnya menginterupsi ketika dirasa segerombolan pria itu sudah cukup jauh.
"Cari kegiatan lain saja daripada menyentuh orang lain tanpa izin, dasar pengangguran."
Tak terima, satu dari beberapa pria itu melayangkan pukulan, namun pria itu dapat menghindarinya dengan mudah bahkan tanpa mengubah posisi duduknya sama sekali dan dengan gerakan cepat, ujung pulpennya tersodor pada kerongkongan pria kasar itu.
"One step closer, then this pen will be lodged in your neck."
Segera teman-teman pria itu menariknya dan pergi menjauhi meja bar, seolah merasa sudah salah memilih orang untuk berurusan.
Pria itu melirik sang wanita, "it's so glad that you don't have to use your gun, Miss."
Pria itu jelas tahu bahwa ada pistol dibelakang blazer wanita yang duduk di sebelahnya, sehingga dia berusaha menjauhkan pria-pria tadi sebelum adanya bertumpahan darah yang tak perlu.
Wanita disampingnya menyeringai. "How can you know it?"
"Simple. This area isn't for weak woman."
Area bar itu agak pelosok, sebenarnya hanya digunakan sebagai kedok berbagai transaksi gelap, mulai dari obat terlarang, senjata, informasi, wanita, anak-anak, dan lainnya. Jadi, orang-orang yang datang kesana juga jelas bukanlah orang lemah yang tak berdaya.
"How about you, Sir? Are you an ordinary?"
Pria itu hanya diam, tapi justru menggeser gelas minumannya pada sang wanita di sampingnya, kemudian menggeser minuman yang dipesan wanita itu kearahnya.
"Excuse me?" ujar sang wanita.
"Mermaid Song more suits for young lady like you than Long Island Iced Tea. Alkoholnya terlalu tinggi dan bisa saja anda kehilangan kesadaran di tengah jalan kemudian membunuh orang tanpa sadar."
Wanita itu menyeringai, "what's your name, Sir?"
Pria itu menutup catatannya dan menatap sang wanita dengan kedua tangan yang dilipat di meja. "Vernon, Miss. And how about you?"
Wanita itu menyesap Mermaid Song yang ditukar oleh Vernon tadi dengan minumannya. "Sarah. Sarah de Jean. But it's Korea, so you can call me Jang Yeeun."
Vernon membulatkan sedikit matanya. "Excuse me?"
Yeeun tersenyum manis dengan bibir merahnya yang menggoda, mendekatkan diri pada Vernon dengan tatapan sayu yang mengundang hasrat. "You know me?"
"...I'm sorry if I offended you, Miss."
Siapa yang tidak tahu soal de Jean? keluarga mafia terkenal di dunia bawah yang melakukan perdagangan senjata dan budak manusia. Keluarga mafia terkejam sepanjang sejarah dunia bawah, memimpin kekejaman dan kebengisan yang menjadi maskot dunia bawah.
Yeeun tertawa. "Lucu. Tadi namamu siapa? Vernon? Malam ini senggang?"
"Saya nggak tertarik untuk tidur bersama anda, Nona."
Lagi-lagi Yeeun tertawa, "tapi aku mau."
"...Saya jaksa."
"Itu lebih menantang lagi," Yeeun sudah mendekat dan mengalungkan kedua tangannya di leher Vernon, membelai pipi pria itu dengan sensual, sebelum akhirnya Vernon tepis dengan sopan.
"I'll take my leave."
Meninggalkan Yeeun yang tertolak disana, Vernon tersenyum tipis setelah yakin bahwa Yeeun baru saja mengambil umpannya.
⚖️
Besok malamnya, Vernon datang lagi untuk memastikan apakah Yeeun benar sudah mengambil umpannya atau belum. Sesuai dugaan Vernon sebelumnya, wanita itu sudah mengambilnya dan kini Vernon akan melakukan langkah selanjutnya.
"Halo, Tuan Jaksa," sapa Yeeun saat memasuki bar dan tersenyum pada Vernon yang duduk di tempat sama seperti kemarin.
"...Halo, Nona."
"Aku penasaran sejak kemarin, kamu sedang menulis apa?" ujar Yeeun menarik kursi lebih dekat dengan Vernon dan melirik isi catatan Vernon. "Hm? Sebuah curhatan?"
"...Nggak sopan melihat catatan orang lain," ujar Vernon dan memasukkan catatan kecil itu ke dalam saku mantelnya.
"Hari ini terasa jauh lebih berat dari kemarin," ujar Yeeun mengingat kata-kata yang ditulis Vernon tadi, "apa karena kamu belum dapat pekerjaan lagi setelah dituduh melecehkan rekan kerjamu?"
Vernon menarik satu sudut bibirnya dengan samar, dia tahu bahwa Yeeun akan mencari informasi tentangnya, sehingga Vernon menyebarkan informasi palsu mengenai dirinya, apalagi eksistensi Vernon sebagai jaksa tingkat khusus tidak banyak diketahui masyarakat, sehingga informasi asli tentang dirinya sangat minim.
Vernon berakting dengan memandang Yeeun menggunakan tatapan yang tersinggung. "Nona baru saja melanggar privasi saya dengan mengorek informasi pribadi saya."
"Kenapa kamu nggak memberitahu kebenarannya saja bahwa kamu tidak melecehkan rekan kerjamu dan hanya dijebak? Kamu kan jaksa, tinggal menugumpulkan bukti?"
"Memangnya saya bisa melawan uang? Dan lagi kenapa Nona bicara informal pada saya? Kita nggak sedekat itu."
"Tapi aku mau dekat denganmu," balas Yeeun dengan tawa jenakanya. "Tadi kamu bilang nggak bisa melawan uang, kamu kurang uang?"
"...Pergilah, Nona. Saya nggak cocok jadi teman mengobrol Nona," ujar Vernon sambil meminum minumannya.
"Kenapa nggak cocok? Aku suka dengan kepribadianmu yang ini," seringai Yeeun.
"Saya jaksa."
"Terus kenapa? Gara-gara aku bagian dari mafia, makanya nggak cocok? Tau nggak sih kalo mafia sepertiku juga tetap butuh ahli hukum?"
"Saya nggak mau tau."
"Apa kamu mau bekerja untukku?"
Vernon melirik Yeeun, memasang ekspresi seolah-olah dirinya salah dengar, walaupun dalam hati Vernon sudah merayakan keberhasilan rencananya.
"Saya nggak mau bekerja untuk mafia," kilah Vernon.
"Tapi bekerja untuk masyarakat juga nggak menguntungkanmu tuh. Kalau bekerja denganku, kamu bisa dapat banyak uang dan kekuasaan. Lebih baik kotor dan hidup dengan baik daripada bersih dan nggak dihargai kan?"
Di malam yang hening itu,
Satu pihak memulai perburuan yang sudah dirancangnya, sementara pihak lainnya justru jatuh pada pesona sang pemburu berkulit domba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddyable | Hansol Vernon Chwe [NEW VERSION]
Fanfiction"I'll do everything as long as I can with you, Love."