0.3

3.7K 677 14
                                    

"Sofanya bagusan dimana?" tanya Vernon.

"Kalo deket jendela kayanya bagus deh," ujarku lalu mendorong sofa tersebut ke dekat jendela dengan bantuan Vernon.

Vernon lalu melihat hasilnya dan mengacungkan jempolnya padaku. Kami lalu mulai mengeluarkan isi dus berisi hiasan-hiasan kecil yang menatanya untuk ruang tamu.

"Hei, yang ini aja," ujar Vernon berdebat denganku perihal snow globe mana yang akan diletakkan di lemari meja TV. Vernon ingin yang Santa, sedangkan aku ingin yang Rudolf.

"Rudolf is cute."

"No, Santa is more cute."

"Why?"

"Because the color is red."

"Hah?"

"You like rose, color of rose is red, and color of Santa is red too."

"So childish," ujarku tertawa, "tapi aku beneran mau Rudolf, ini lucu, mirip kamu yang waktu natal tahun lalu."

"Oh my god. Kamu lihat album foto yang natal?"

"Iya."

"Don't see that. Duh, malu, waktu itu hidungku dipakein lipstik kamu sama Arsen."

Aku tertawa lagi. "Boleh yah? Rudolf~"

"Kalo gitu menara Eiffel-nya kita keluarin aja, kita taruh di lemari kaca. Sini, Rudolf-nya," ujar Vernon lalu mengeluarkan hiasan menara Eiffel dan meletakkan snow globe Rudolf-ku ke dalam.

Hari ini, sesuai ucapan Vernon kemarin, kami pindah ke sebuah komplek perumahan yang nggak begitu jauh dari sekolah Arsen. Kami mulai beres-beres sejak pagi tadi dan sekarang ini sudah siang, hampir semua sudah beres, sekarang yang tersisa adalah—


PRANGGG!


Aku dan Vernon segera berlari ke dapur, dihadapanku Arsen sedang memunguti pecahan-pecahan gelas sementara Moses tampak mengikuti aksi Arsen.

"No, Moses! You can hurt yourself! Let me do it," ujar Arsen.

"Oh wow, Kids," ujar Vernon menyibak poninya sambil menghela nafas. "What's happen? Dad sama Mom capek beres-beres dan kalian ngacak-ngacak?"

Arsen tampak terkejut lalu menarik Moses untuk bersembunyi di belakangnya, melindunginya. "It's my fault, not Moses."

Vernon menaikkan satu alisnya. "So, it's Moses's fault? Right, Moses?"

"My fault!" ujar Arsen bersikeras.

"Arsen, don't lie to Dad. You always hiding Moses at your back if Moses do something wrong. What's going on? What are you try to doing, Moses?"

Aku memegang lengan Vernon, tersenyum padanya. "Pelan-pelan, intonasimu terlalu tegas."

Aku lalu mendekati Arsen dan Moses, berjongkok dihadapan keduanya. Aku mencubit kedua pipi Arsen gemas. "You're a good brother, Arsen. So, can you tell Mom what happen?"

Arsen tampak ragu, namun dirinya masih tetap berusaha membuat kesalahan Moses menjadi kesalahannya. Moses juga terus bersembunyi dibelakang Arsen, tak berniat pergi darisana.

"Kids, Dad never teach you two to be a liar. Tell the truth," ujar Vernon sambil duduk di kursi bar meja pantry.

Setelahnya Moses berlari kearah Vernon, memeluk kaki Vernon sambil menangis dan meminta maaf, sementara Arsen malah ikut menangis dan berhambur kedalam pelukanku. Wah, sepertinya mereka punya hubungan yang kuat yah.

"I just wanna take a drink to Mom and Dad," ujar Moses sambil terus menangis walaupun Vernon sudah mengangkat Moses dan memangkunya sekaligus menenangkannya.

"Nggak sengaja jatuh yah gelasnya?" tanyaku mendekati Moses sambil menggendong Arsen dan si malaikat kecilku itu mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Don't scold Acen."

"Acen?" tanyaku.

"Moses never call Arsen 'brother'."

"Just name?" dan Vernon mengangguk.

Aku benar-benar harus belajar banyak hal mengenai anak-anakku sekarang.

"Okay! Stop crying, Son, gimana kalo kita makan dulu? Udah lapar kan semuanya?" tanyaku dan diangguki oleh semua laki-laki kesayanganku.

"I'll clean up this mess," ujar Vernon lalu mendudukkan Moses di kursi batita serta menggendong Arsen dan mendudukkannya di kursi meja makan, setelahnya membersihkan pecahan-pecahan gelas.

Aku mulai memasak makan siang untuk mereka bertiga menggunakan bahan-bahan yang ada. Vernon juga membantuku, sementara anak-anak masih setia menunggu.

"Ini nggak kebanyakan?" tanya Vernon.

"Buat tetangga deket-deket sini aja. Buat empat atau lima rumah cukup kayanya. Kamu anterin mau nggak?"

"Ya udah."

Selesai memasak, Vernon mulai membagikan masakanku—kimchi sujebi—ke beberapa tetangga baru kami, sementara aku menyajikannya kepada anak-anak. Aku tak enak hati sebenarnya menyuruh Vernon bolak-balik membawa kimchi sujebi untuk para tetangga, makanya aku membantunya juga, sementara anak-anak kusuruh makan lebih dulu.

"Loh, Roa?" ujar Vernon saat kami bertemu di depan rumah. "What are you doing at outside?"

"Ah, daripada kamu capek bolak-balik, jadi aku bantuin. Udah beres semua kok."

"Oh, sorry, tadi ada tetangga yang ajak ngobrol. Lihat deh, aku dapet bibit bunga mawar."

"Dari tetangga?"

"Iya, tetangga di rumah nomor 31. Taman di rumahnya cantik loh. Nanti tanam bareng yuk."

"Yuk, tapi kita makan dulu."

"Iya."

-tbc-

Daddyable | Hansol Vernon Chwe [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang