Reliya mengurung dirinya di kamar seharian. Dia menatap album masa kecilnya dengan tatapan sendu. Sudah enam tahun sejak kepergian orang tuanya, dan Reliya hanya mempunyai keluarga Gama yang rela memperlakukannya seperti putri mereka sendiri.
Dia tak marah dengan ucapan Gama, bahkan dia tak menyalahkan Gama. Cowok itu benar jika dia terlalu kekanakan dengan tak tau tempat, bahkan saat ini dia bukan lagi seorang anak kecil.
Dia tersenyum tipis saat melihat fotonya dengan kedua orang tuanya. Di dalam sana sebuah keluarga sedang tersenyum bahagia dengan seorang gadis kecil dalam gandengan mereka.
"Apa Mama sama Papa enggak kangen Reliya?" tanyanya lirih. Padahal dia sangat berharap kedua orang tuanya hadir walau cuma sebentar. Sebenarnya apa yang membuat mereka sampai melupakan Reliya.
Tanpa disuruh air matanya turun, tangisnya pecah. Reliya benar-benar tak bisa menahan sesak di dadanya lagi.
"Kenapa kalian enggak pulang?" tanyanya disela tangis. Walau tak tak akan ada jawaban, Reliya tetap ingin menanyakan itu semua.
"Reliya pengen kayak Mas Gama yang punya mama sama papa," keluhnya.
"Reliya benci sama kalian. Reliya enggak butuh uang dari kalian!" teriaknya melempar album masa kecilnya keras ke lantai. Bahkan dia tak peduli jika album itu akan rusak atau sobek, karena yang Reliya butuhkan hanyalah kehadiran kedua orang tuanya.
"Reliya mau ikut Mama," isaknya sambil menenggelamkan wajahnya dilipatan lututnya. Di sana Reliya menangis sekerasnya, tak pedul jika pembantu di rumaunya akan mendengar kali ini. Reliya sudah lelah berpura-pura.
"Jahat!"
"Kalian jahat." Kata-kata Reliya memelan. Gadis dengan wajah sembab itu tertidur dengan posisi duduk.
***
Gama menghela napas kasar saat tak melihat Reliya tak kunjung datang ke rumahnya. Cowok itu mengambil sandal memutuskan mencari gadis itu. Gama khawatir dengan Reliya.
Saat memasuki rumah Reliya, Gama mencium bau wangi masakan. Dia mrngernyit heran, bukannya pembantu di rumah ini sedang ke luar berbelanja.
Gama membeku di tempat, melihat Reliya berdiri sedang memasak. Dengan langkah pelan, Gama mendekat ke arah Reliya.
"Eh, Mas Gama. Tumben ke sini?" Suaranya berbeda. Gama menatap Reliya dengan tatapan yang sulit diartikan, dia merasa sosok di depannya ini bukan lagi Reliya yang ia kenal.
"Cicipin deh." Reliya menyuruh Gama duduk, lalu menyodorkan sepiring sop yang baru saja ia masak.
"Kenapa enggak sarapan di rumah?" tanya Gama.
"Pengen sarapan di sini," balas Reliya sambil tersenyum. Gama menghela napas, dia tau Reliya berusaha berubah karena ucapannya.
"Jangan dipaksain. Kalau butuh apa-apa ke rumah aja." Reliya mengangguk, "iya, Mas."
Gama memperhatikan punggung Reliya. Dia menatap seluruh isi rumah gadis itu.
"Foto orang tua lo mana?" tanya Gama heran. Biasanya ada foto Reliya dan kedua orang tuanya di dinding.
"Aku simpen. Biarin rumahnya enak dilihat." Gama bungkam. Kenapa Reliya jadi begini.
"Maaf soal kemarin."
"Iya udah aku maafin." Reliya duduk di depan Gama. Menatap cowok itu sambil tersenyum tipis. Bahkan Gama tak melihat raut jahil dari gadis itu lagi.
"Aku juga salah. Seharusnya lebih dewasa." Entah mengapa rasanya Gama ingin menyanggah ucapan gadis itu. Bukannya kemarin ini yang Gama inginkan.
"Abisin, Mas. Aku mau nyuci baju dulu." Gama mengangguk kaku. Dia menatap punggung Reliya yang mulai menjauh dengan tatapan tak percaya.
"Kenapa malah gue nyaman sama sikap asli lo?"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Tetangga (End)
Romance[Tetangga series] Complete Reliya terbiasa hidup dekat dengan keluarga Gama, bahkan dia sudah menganggap kedua orang tua Gama itu sebagai orang tuanya. Reliya itu cengeng, manja, jahil. Karena itu sedari kecil Gama tak menyukai gadis itu, tetapi ka...