Untuk kesekian kalinya Gama kehilangan sepatu sekolah miliknya. Anak lelaki berumur sepuluh tahun itu menghela napas kasar, lalu pendangannya jatuh pada gadis kecil yang berumur tiga tahun di bawahnya.
"Mana sepatu aku?" tanyanya dengan nada ketus. Reliya, gadis kecil itu hanya menatap Gama kecil polos, seolah tak mengerti apa-apa.
"Kenapa?" Lina yang baru dari dapur menghampiri kedua anak kecil itu. Sebenarnya itu pemandangan sudah biasa yang dia lihat beberapa tahun ini.
"Dia sembunyiin sepatu aku!" Lina menggelengkan kepalanya heran, lalu matanya beralih menatap Reliya.
"Kamu umpetin sepatu Mas Gama?" Reliya menggeleng.
"Bohong!" sentak Gama habis kesabaran. Bukan apa-apa, sebentar lagi ia akan telat ke sekolah.
"Aku enggak tau, Ma," elak Reliya. Namun, wajah polosnya benar-benar tak bisa berbohong.
"Iya, deh. Di sana, tuh!" Dia menunjuk ke arah dapur. Tanpa banyak bicara Gama langsung berlari ke sana.
"Jangan gitu lagi sama Mas Gamanya," omel Lina lelah. Reliya mengangguk, lalu kembali melahap makanannya.
"Mama, apa Bunda sama Ayah enggak pulang?" tanyanya. Lina yang sedang menyiapkan makanan menghentikan tangannya, lalu beralih menatap gadis kecil dengan rambut dikepang dua itu.
"Mungkin sebentar lagi," jawabnya berusaha menenangkan. Walau dia sendiri tak yakin, kenapa tetangganya itu tidak pernah pulang ke rumah, bahkan meninggalkan putri kecilnya begitu saja.
"Aku enggak sabar mau ketemu Bunda!"
Setelah itu ternyata Reliya benar-benar tak pernah bertemu ibunya, walau tantenya selalu mengirim uang, dan beralasan itu dari kedua orang tua Reliya. Gadis itu tak peduli, karena dia tak butuh uang-uang mereka.
Gadis berumur tujuh belas tahun itu menatap rumah tepat di depannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Bahkan sudah beberapa tahun ini, Reliya benar-benar menyusahkan hidup orang lain.
***
Gama berdecak kesal untuk ke sekian kalinya. Karena harus mengantar Reliya ke sekolah, dia harus merelakan acara nongkrong dengan teman-temannya.
"Mas Gama kenapa, sih?" tanya Reliya jengah.
Gama melirik sekilas, lalu menatap ke depan dengan pandangan datar. Reliya yang diperlakukan seperti itu hanya mengedikkan bahu tak peduli, karena itu adalah pemandangan biasa untuknya.
"Kalau mau pulang pake taksi aja, gue sibuk." Reliya memutar bola mata malas. Sangat tau tabiat Gama yang sangat tak ikhlas dia susahkan.
"Serah!" balasnya.
Saat sampai di depan sekolah Reliya. Gadis itu langsung membuka pintu dan berlalu begitu saja, seolah Gama tak terlihat. Gama mendelik sebal, jika tak ada mau sifat gadis itu akan menyebalkan. Tunggu saja kalau ada maunya, Gama tak mau terpengaruh lagi.
"Dasar cewek ngeselin!" makinya kesal.
Setelah itu dia membawa mobilnya dari sana dengan kecepatan sedang. Sepertinya hari ini harus mematikan ponsel agar tak direpotkan lagi dengan tetangga nyebelinnya itu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Tetangga (End)
Romance[Tetangga series] Complete Reliya terbiasa hidup dekat dengan keluarga Gama, bahkan dia sudah menganggap kedua orang tua Gama itu sebagai orang tuanya. Reliya itu cengeng, manja, jahil. Karena itu sedari kecil Gama tak menyukai gadis itu, tetapi ka...