Reliya ke luar dari kamar sambil mengucek mata. Masih pukul lima pagi, berarti rumah Gama masih sangat sepi.
Dia melirik sekilas ke arah kamar Gama yang tertutup rapat. Dia sangat yakin cowok itu masih nyaman di alam mimpinya.
Tiba-tiba satu ide jahil muncul di kepala cantik Reliya. Gadis itu tersenyum miring, mamasuki kamar Gama dengan mengendap-endap.
Dia menyembulkan kepala dari celah pintu, senyum senang di bibirnya langsung terbit saat melihat Gama masih terbaring sambil memeluk guling.
"Kebo," cibirnya dengan wajah jijik. Reliya melambaikan tangan ke depan wajah Gama, memastikan jika cowok itu benar-benar terlelap.
Sekarang waktunya untuk membuat seorang Gama yang tampan murka pagi-pagi.
***
"Pagi." Gama menatap bingung ke arah keluarganya yang sedang menahan tawa. Dia melihat ke arah belakang, merasakan tak ada siapa-siapa.
"Kenapa?" tanyanya.
"Coba kacaan, Mas." Gama mengangguk, kembali ke kamarnya. Penasaran sebenarnya apa yang mereka tertawakan.
"Mama Reliya ke kamar mandi dulu, ya?" Tanpa menunggu jawaban Reliya langsung berlari ke kamar mandi. Dia terkikik geli, saat melihat Gama dengan wajah bangun tidurnya itu.
"Reliya kurang ajar lo!" teriak Gama dari dalam kamar. Lina dan Anton hanya tertawa, sudah tau itu kelakuan Reliya.
Gama berlari ke luar dari kamar. Mencari keberadaan seseorang yang berani mencoret-coret wajahnya.
"Mana bocah jelek itu, Ma?" Lina menggeleng tak tau.
"Pa?"
"Engga tau," balas Anton masih anteng dengan sarapannya.
Gama menuru ke arah dapur, dia yakin gadis menyebalkan itu berada di sana. Sampai dia mendengar suara tawa yang sangat ia kenal.
"Ke luar lo jelek!" Gama menggedor pintu kamar mandi brutal. Tak sabar balas dendam dengan Reliya. Dia sudah curiga saat Reliya membangunkannya tadi.
"Aku lagi buang air, Mas!" balas Reliya.
Gama mencibir. Menatap pintu kamar mandi dengan permusuhan, sedetik pun matanya tak pernah beralih dari sana. Bersiap-siap menarik Reliya.
"Aku-"
"Bacot!" potong Gama kesal.
Reliya menyengir lebar.
"Kenapa sih makin kayak bocah?" Reliya bungkam, merasakan aura Gama yang menyeramkan.
"Enggak bisa sehari aja jangan ganggu gue? Gue muak tau enggak!" Lina dan Anton datang, merasa tak beres saat mendengar suara Gama.
"Gama," tegus Lina.
"Cukup, Ma!" Lina bungkam akhirnya. Dia tak mau ikut campur.
"Mama itu selalu manjain dia. Yang anak Mama itu aku bukan dia!" Wajah Gama memerah sambil menunjuk Reliya. Sebenarnya dia tak berniat marah seperti ini, hanya saja rasanya dia tak bisa menahan sabar lagi.
"Untuk apa Mama peduli, sedangkan orang tuanya aja enggak peduli."
Plak
Gama menyentuh pipi kirinya yang terasa perih karena ulah gadis di depannya.
"Kenapa harus bawa orang tua?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca, siap menumpahkan air matanya.
"Aku tau nyusahin. Maaf." Reliya berlari ke luar dari rumah besar itu. Meninggalkan ketiga orang yang saling pandang dengan tatapan sulit diartikan.
"Mas, enggak seharusnya kamu gini." Terlihat jelas dari nada suara serta raut wajah Lina jika wanita itu kecewa.
"Tapi Gama cape, Ma."
"Gama, kamu enggak tau apa-apa," potong Anton tak suka. Dia sama sekali tak pernah mengajari Gama menjadi laki-laki seperti ini.
"Kamu cuma perlu ingat, Reliya cuma punya kita." Anton menarik istrinya pergi dari sana. Membiarkan Gama berpikir apa kesalahannya.
"Gue salah," lirih Gama.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Tetangga (End)
Dragoste[Tetangga series] Complete Reliya terbiasa hidup dekat dengan keluarga Gama, bahkan dia sudah menganggap kedua orang tua Gama itu sebagai orang tuanya. Reliya itu cengeng, manja, jahil. Karena itu sedari kecil Gama tak menyukai gadis itu, tetapi ka...