Reliya tersenyum penuh kemenangan saat Gama datang dengan wajah masam saat melihatnya. Gama beralih menatap Lina, meminta penjelasan.
"Kenapa dibolehin sih, Ma?"
"Kamu jangan gitu, Gama," tegur Lina. Lina mendekat ke arah Reliya, mengeku rambut panjang gadis itu.
"Jangan dengerin kata Mas Gama, ya. Kamu tidur sana." Reliya mengangguk patuh. Sebelum benar-benar pergi, gadis remaja itu menjulurkan lidah mengejek ke arah Gama.
Gama menatap Reliya kesal, merasa gadis itu semakin hari semakin seenaknya kepada dia.
"Udah sana kamu bersih-bersih terus makan," lerai Lina mendorong putranya untuk masuk ke kamar. Gama menurut, walau hatinya mengoceh tak jelas tentang Reliya.
"Kamu jangan iseng dong sama Gama," nasihat Lina kepada Reliya. Reliya menyengir lebar membuat Lina menghela napas lelah.
"Kamu kan tau Gama paling enggak suka diganggu."
"Mama tapi Mas Gama itu gemesin kalau marah. Aku suka liat Mas Gama ngomel-ngomel." Reliya terkikik geli membuat Lina yang berada di depannya menatap seram ke arah gadis remaja di depannya.
"Pokoknya kamu sama Gama jangan sampai berantem, mama enggak mau liat anak mama musuhan." Lina membenarkan tatanan rambut Reliya, tersenyum lembut ke arah gadis itu.
Sejak lama Lina menginginkan seorang anak perempuan, sayangnya dia tak bisa melahirkan lagi karena rahimnya telah diangkat. Karena itu Lina sangat senang sekali dengan keberadaan Reliya di rumahnya.
"Reliya janji enggak akan berantem sama Mas Gama. Reliya bakal buat Mas Gama selalu sayang sama Reliya." ucapan polos itu membuat sudut bibir seorang paruh baya yang sedang mengintip tertarik membentuk senyum. Anton tak menyangka gadis kecil yang sudah dia anggap putrinya sekarang sudah tumbuh dewasa.
"Mama lega dengernya." Lina membawa Reliya ke dalam pelukannya, menghirup dalam wangi coklat dari tubuh Reliya.
***
Reliya mengibaskan rambutnya tepat di hadapan Gama, membuat Gama yang sedang asik menonton film mengumpat kesal. Reliya menyengir setelah itu, sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
"Rese," cibir Gama. Gama pergi dari sana, sungguh ini yang membuatnya kadang tak betah di rumah. Sebenarnya dia biasa saja tentang keberadaan Reliya di rumahnya. Masalahnya, Reliya itu sungguh-sungguh menyebalkan.
Reliya yang sudah sendirian di depan televisi hanya menatap televisi itu bosan. Lagi-lagi dia merasa sendirian. Dengan malas gadis itu merebahkan diri di sofa, kadang dia berpikir apa hidupnya hanya untuk kesepian saja.
Dia bangkit, memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Dia tau Gama merasa terganggu, lebih baik hari ini Reliya membiarkan cowok itu hidup tenang sementara.
Tanpa pamit dia langsung ke luar rumah, Lina dan Suaminya hari ini bekerja jadi Reliya benar-benar tak memiliki teman selain Gama.
Di rumahnya gadis itu hanya bermain ponsel, bahkan tak peduli jika perutnya sedari tadi berdemo minta diisi. Dia masih sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Hal inilah yang kadang membuat Lina tak percaya Reliy sendirian di rumah.
Reliya melirik jam dinding di kamarnya yang ternyata sudah menunjukkan pukul empat sore. Dia bangkit, memutuskan untuk mandi karena merasakan benar-benar panas. Rasanya AC pun tak berguna untuk Reliya.
Tujuan Reliya setelah rapi adalah rumah Gama. Dia tersenyum puas melihat dirinya yang sudah rapi dan wangi, tanpa menutup pintu rumahnya gadis remaja itu langsung berlari ke rumah yang tepat di depan rumahnya.
"Assalamualaikum, Mama!" Lina yang sedang membersihkan bunga yang berada di vas menoleh menatap Reliya sambil menggelengkan kepala.
"Jangan teriak-teriak, Reliya." Reliya mengangguk sambil menyengir lebar.
"Udah rapi aja, nih?" Lina menaik turunkan alisnya menggoda.
"Reliya mau numpang makan, Ma," ucap Reliya langsung berlalu ke arah meja makan. Lina mengikuti dari belakang lalu duduk di sebelah Reliya.
"Makan yang banyak." Lina mengisi nasi serta lauk ke dalam piring Reliya, membuat sang empunya langsung bersorak senang.
"Makasih, Mama!"
"Sama-sama," balas Lina sambil mengelus pucuk kepala Reliya.
Walau bukan putri kandungnya, Lina menganggap Reliya adalah putrinya tanpa membedakannya dengan Gama. Karena siapa yang bisa menolak gadis menggemaskan seperti Reliya ini.
"Berisik amat." Gama ke luar dari kamarnya menatap Reliya sambil mendengkus sebal. Sedangkan Reliya, gadis itu bersikap bodo amat.
"Ngapain lo ke sini?" ketus Gama sambil menatap Reliya sebal.
"Ma, dia rese nih," adu Reliya sambil menunjuk Gama dengan dagunya.
"Jangan ganggu adek kamu." Gama mendelik sebal, "dia bukan adek Gama," balas Gama tak suka.
Reliya mengulum bibirnya yang terasa kering, tetapi gadis itu berusaha tetap baik-baik saja.
"Gama!" tegur Lina tak suka. Walau Reliya terlihat tak peduli, dia sangat tau gadis itu merasa sedih dengan ucapan Gama.
"Ma enak banget," puji Reliya mencoba mengalihkan perhatian keduanya. Lina tersenyum beralih menatap Reliya. Karena hal itu Gama menatap Reliya tak suka, dia merasa Reliya terlalu masuk terlalu dalam ke hidupnya.
Gama pergi dari rumahnya dengan perasaan kesal. Entah kenapa setiap melihat dia merasa ada perasaan yang mengganggu hatinya.
Melihat kepergian Gama Reliya tersenyum sedih. Lina yang menyadari itu langsung mengelus kepala Reliya hingga gadis itu menoleh.
"Jangan dengerin ucapan Gama, ya? Kamu kan tau dia dari kecil emang suka sensi." Reliya mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia harap hatinya selalu bisa memaklumi perilaku Gama terhadapnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Tetangga (End)
Roman d'amour[Tetangga series] Complete Reliya terbiasa hidup dekat dengan keluarga Gama, bahkan dia sudah menganggap kedua orang tua Gama itu sebagai orang tuanya. Reliya itu cengeng, manja, jahil. Karena itu sedari kecil Gama tak menyukai gadis itu, tetapi ka...