Kesendirian
.
.
.
.
.
.
.
.
.Happy reading!
Reliya mengerjapkan matanya, menatap sekelilingnya yang sepi. Ternyata belum ada tanda-tanda kepulangan Gama. Reliya menghela napas kasar, bangkit dari ranjang memutuskan untuk membuat sarapan.
Tubuhnya sudah terasa lebih baik kali ini, bukin karena sejak kemarin dia lebih banyak mengistirahatkan tubuh, walau kepalanya sama sekali tak bisa berhenti memikirkan keadaan Gama.
Kali ini Reliya hanya membuat makanan seperlunya, mengingat hanya dia yang berada di rumah.
Digenggamnya benda pipih berwarna hitam miliknya, bimbang apakah harus menghubungi Gama terlebih dahulu.
"Tapi seharusnya dia lebih percaya sama aku." Reliya meletakkan ponselnya kasar, memikirkan wajah marah Gama kemarin membuat moodnya turun drastis.
"Kalau aku aduin ke mama, pasti mama lebih bela aku." Dia mengerucuti bibirnya sebal, tapi mengingat ucapan Gama kemarin membuat wajahnya kembali masam. Memang benar dia bahkan tidak bisa bersikap dewasa sedari dulu.
Reliya menopang dagu menyorot dengannya dengan pandangan sendu. Lagi-lagi dia merasa bersalah dan kesal di waktu bersamaan. Seharusnya dia tak perlu bersikap manja, mengingat sedari dulu dia bahkan hidup sendiri tanpa kedua orang tua.
Namun, apa Reliya tetap salah jika menginginkan kehangatan sebuah keluarga? Sejak dulu atau sekarang semuanya sama saja, Reliya ingin dilihat keberadaannya di dunia ini.
"Huft." Dia kembali memijat pelipis. Memikirkan semua ini hanya membuat kepalanya terasa ingin meledak.
***
Dilain tempat, sedari tadi Gama menatap Agnes yang sedang berbaring sambil bermain ponsel dengan pandangan malas. Seharusnya dia tak berada di sini sekarang.
"Sarapannya kenapa enggak dimakan?" tanya Gama saat melihat bubur yang berada di nakas masih utuh.
"Hambar rasanya," jawab Agnes cuek.
"Namanya makanan rumah sakit." Gama berjalan mendekat Agnes, lalu duduk di samping bankar.
"Makan," perintahnya.
"Enggak," rengek Agnes manja. Menlihat itu Gama menghela napas, dengan terpaksa meraih mangkuk bubur rumah sakit itu.
"Makan." Gama menyodorkan sesendok bubur tepat di depan bibir Agnes, melihat itu Agnes langsung tersenyum penuh kemenangan.
"Makasih," ucapnya penuh semangat. Gama mengangguk singkat tanpa membalas ucapan Agnes.
"Aku mau tanya, dong."
"Hm."
"Kamu cinta sama istri kamu." Mata Gama langsung menatap wajah Agnes.
"Bukannya apa, ya. Setahu aku dari dulu kamu itu susah deket sama cewek, apa lagi ini bocah." Gama langsung meletakkan mangkuk yang berada di tangannya kasar.
"Emang kenapa?" tanya Gama dingin. Melihat itu Agnes meneguk saliva gugup melihat wajah datar Gama.
"Aku kira kalian dijodohin," cicit Agnes.
"Enggak!" bantah Gama tegas.
"Bukan karena perjodohan, ini kemauan gue sendiri. Kenapa lo malah ngurusin hal yang enggak penting untuk hidup lo?"
"Aku cuma khawatir-"
"Apa?" sela Gama.
"Aku masih cinta sama kamu." Gama memalingkan wajahnya.
"Sayangnya gue enggak." Gama meraih kasar hoodie hitam yang tergeletak di kursi, langsung melangkah ke luar menciptakan keheningan di dalam ruang rawat Agnes.
Diam-diam tangan wanita itu terkepal. Karena dia kira akan mudah menggoda Gama, ternyata dia salah besar.
"Sialan lo Gama!" teriaknya melempar mangkuk bubur yang bahkan hanya dia makan sedikit tadi.
"Gue bakal bales lo bocah sialan! Berani lo ambil Gama dari gue!" teriaknya menggebu-gebu. Agnes menjambak rambutnya kasar, dia sangat benci tersingkirkan.
"Gue janji buat hidup lo menderita." Sudut bibirnya terangkat membentuk seringai, mulai sekarang dia harus menyusun rencana yang tepat.
Pagi guys!
Baru bisa update huhu
Kemarin aku sempet enggak enak badan, jadi tunda update dulu.Jangan lupa vote, komen, dan share
Follow juga IG @dillamckzApa ya kira-kira rencana Agnes?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Tetangga (End)
Romance[Tetangga series] Complete Reliya terbiasa hidup dekat dengan keluarga Gama, bahkan dia sudah menganggap kedua orang tua Gama itu sebagai orang tuanya. Reliya itu cengeng, manja, jahil. Karena itu sedari kecil Gama tak menyukai gadis itu, tetapi ka...