Keputusan 2

5.5K 253 3
                                    

Lina mengelus pundak putranya lembut. Setelah mendengar cerita tentang rumah tangga putranya Lina ikut sedih atas kejadian yang menimpa anak serta menantunya. Namun, di sini Lina tak dapat menyalahkan siapa-siapa. Dia tau Gama berniat baik walau caranya salah, dan Reliya juga pasti sedang berada dalam tekanan sekarang.

"Apa Gama selesain aja, Ma?" Lina menghela napas kasar, lalu duduk di hadapan putranya.

"Kamu sayang sama Reliya?" tanya Lina menatap mata putranya dalam. Gama menunduk, menganggukkan kepalanya.

"Lebih dari itu, Ma," lirihnya.

"Mama enggak mau ikut campur urusan rumah tangga kalian, tapi yang mama pengen kamu bisa mempertahankan Reliya. Kamu tau kan gimana kehidupan Reliya dari kecil?"

"Tapi Reliya yang pengen pisah sama aku, Ma."

"Mama tau gimana perasaan perempuan, Gama. Mungkin kamu juga salah di sini, seharusnya kamu bisa lebih peka. Walau kamu anak mama, tapi mama juga tau gimana sifat Reliya."

"Sayang, mama harap kamu bisa hadapin semua ini. Mama yakin kalian berdua bisa lewatin semuanya." Lina mengelus punggung tangan putranya memberi kekuatan. Dia hanya ingin yang terbaik untuk Reliya dan Gama. Mau bagaimana pun keduanya tetap anak-anaknya, yang pernah dia besarkan sepenuh hati.

                                 ***

Reliya menatap anak-anak yang sedang bermain di taman dengan senyum tipis. Ingatannya kembali kepada calon anaknya. Dulu dia dan Gama sudah menyiapkan nama anak mereka, bahkan menebak jenis kelaminnya.

"Maafin mama gabisa jaga kamu," lirihnya dengan mata berkaca-kaca.

Reliya tau jika anaknya bisa sedih karena dirinya dan Gama. Namun, Reliya benar-benar tak bisa meneruskan semuanya, karena semuanya terasa begitu menyiksanya.

"Aku harap ini yang terbaik," ucapnya. Dia yakin jika memang mereka ditakdirkan berjodoh mereka akan bertemu lagi di masa depan.

Reliya sudah memikirkan semuanya, tentang pendidiknya nanti di luar negeri. Dia tau pasti semuanya tak mudah, tetapi lebih baik jika terus berada di Indonesia dan malah menambah lukanya.

"Tante tendang bolanya, dong!" Lamunan Reliya buyar, saat melihat seorang anak kecil melambaikan tangan ke arahnya.

Reliya menunduk melihat bola berwarna hijau di depan kakinya.

"Lama ih!" Anak kecil itu berlari mendekat, mengambil bolanya dengan wajah ditekuk.

"Tante lama," ucapnya dengan nada kesal. Reliya terkekeh, langsung berjongkok menyamai tingginya dengan anak kecil itu.

"Maaf tadi tante enggak denger." Gadis kecil itu mengangguk, mengambil bolanya lalu tersenyum ke arah Reliya.

"Tante mau ikutan main?" Reliya langsung menggeleng menolak.

"Tante liat di sini aja," ucapnya.

"Nama kamu siapa?" tanya Reliya penasaran.

"Aya," balas amak kecil dengan bando berukuran besar itu.

"Namanya cantik," puji Reliya.

"Tante juga cantik," balasnya memuji.

Reliya tersenyum, gemas dengan tingkah gadis kecil di depannya. Sungguh cantik, apa lagi dengan rambut hitam panjangnya.

"Nama tante siapa?"

"Reliya," balas Reliya.

"Namanya juga cantik." Reliya mengelus kepala Aya dengan lembut.

"Makasih, Sayang." Aya menyengir, "sama-sama, Tante!"

"Aku ke sana dulu, mau main!" Tanpa menunggu balasan dari Reliya, Aya berlari menuju tengah lapangan, di mana teman-temannya berada. Reliya tersenyum, sungguh anak yang menggemaskan.

"Mungkin kalau kamu lahir kamu bisa selucu itu." Reliya tersenyum sedih. Bagaimana dia bisa melihat anaknya sebesar itu, bahkan anaknya saja belum melihat dunia sedikit pun.

"Semoga kamu bahagia di sana, Sayang." Reliya membawa kakinya ke luar dari taman. Berharap kesedihannya juga ikut tertinggal di sana. Walau nyatanya tak akan bisa.

TBC

Jangan lupa vote dan komen
Follow WP dan IG penulis juga, ya. Soalnya aku bakal up info update di sana. Byee!

Mas Tetangga (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang