PROLOGUE

869 98 11
                                    

Menikah mungkin adalah hal yang paling didamba-dambakan oleh semua orang, atau juga bisa jadi sebagai sebuah awal mimpi buruk.

Selisih, salah paham, rasa bosan, bahkan tak jarang ada orang ketiga yang datang sebagai penolong atau malah perusak. Mengingat sebuah pondasi yang sudah dibangun dengan begitu kokoh sekalipun bisa hancur kapan saja, jika takdir mengkehendaki.


"Kau meminum obat kontrasepsi?" tanya Jimin tidak percaya sekaligus menatap Lea dengan tatapan yang sangat kecewa, setelah tak sengaja menemukan pil kontrasepsi itu didalam lemari.


"Jimin maaf aku tidak bermaksud—."


"Kau tidak ingin mengandung anakku?" ucap Jimin langsung memotong ucapan Lea, membuat Lea dengan cepat menggelengkan kepala.

Nafas Lea tercekal, membuatnya tidak mampu menjelaskan alasannya kenapa menggunakan pil kontrasepsi tersebut. Jujur tatapan Jimin saat ini benar-benar sangat mengitimidasinya, "Bukan begitu, aku ingin kita punya anak dan itu sudah pasti. Tapi aku tidak siap sekarang saat ini aku masih ingin mengejar karir ku," jelas Lea berharap Jimin bisa mengerti.


"Dengan menjadi model dan digoda oleh banyak pria? itu yang kau mau?"


Bukan sekali dua kali Jimin harus menghajar dan berurusan dengan pria-pria hidung belang yang kerap kali menggoda Lea. Jimin bahkan sudah meminta Lea untuk berhenti, namun Lea tetap tidak mau karna menjadi model adalah cita-citanya sejak dulu barangkali Lea harus melalui beberapa hal yang menyakitkan dulu baru bisa sampai di posisinya saat ini.

Jimin tidak memaksa Lea untuk hamil, tapi kenapa hal seperti ini Lea harus menyembunyikan itu darinya dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi tanpa sepengetahuan Jimin. Serius, Jimin bahkan tidak masalah jika Lea mau menunda memiliki anak. Karna bagaimana pun tubuh Lea adalah hak dia. Yang membuat Jimin kecewa adalah kenapa Lea tidak membicarakan hal ini padanya dan malah memilih melakukan keputusan sepihak seperti ini?




"Lakukan apapun yang kau mau, anggap aku bukan siapa-siapa mu," imbuh Jimin kemudian memilih pergi keluar dari kamar.

Hari ini adalah awal kepahitan, yang membuat pondasi yang keduanya bangun dengan begitu kokoh menjadi hancur sedikit demi sedikit.

𝐀𝐧𝐬𝐰𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang