14

194 47 38
                                    

Bunyi mesin treadmill itu terdengar cukup jelas, seseorang menggunakan mesin itu sambil terus berlari menyesuaikan dengan kecepatan yang dia pilih. Merasa jika latihannya sudah cukup, Jimin memilih untuk mengakhiri kegiatan gymnya. Awalnya Jimin memang sama sekali tidak ada niatan untuk melakukan berolahraga, namun karena sudah terlanjur berada di tempat ini. Jadi tidak ada salahnya juga untuk dilakukan.

Setelah keluar dari tempat gym, Jimin segera mencari keberadaan istrinya. Harusnya jika menurut perkiraan pria itu sendiri, Lea masih berada di cafe saat ini. Satu persatu meja cafe Jimin terlusuri, langkah kaki Jimin terhenti saat melihat punggung Lea naik turun dengan bergetar.




Lea sedang menangis sekarang.




Mendadak firasat Jimin merasa tidak enak. Dengan susah payah Jimin menelan salivanya yang entah mengapa terasa pahit. Jimin sama sekali tidak merasa panik seperti orang yang memang ketahuan selingkuh, tapi pria itu malah merasa takut.




Jimin menarik kembali tanggannya yang hampir saja menyentuh punggung Lea. Entah kenapa mendadak dia merasa tidak pantas untuk menyentuh Lea barang setitikpun. Melihat Lea yang menangis pilu, namun tidak bisa keluar secara lantang dan puas. Bahkan sampai-sampai tidak ada orang di dalam cafe ini yang menyadari Lea menangis.



Terlalu lama Jimin terdiam sebagai pengecut, bahkan sampai Lea membalik badan ingin pergi dari sana. Wanita itu hanya menatap Jimin dengan tatapan kecewa, sebelum pergi dari sana dengan perasaan yang begitu terluka.


Membuat Jimin mengejarnya sampai masuk ke dalam kamar hotel. Melihat sebagaimana hancurnya Lea dengan air mata yang terus membanjir bebas.




"Jimin . . . rasanya sakit," lirih Lea sambil menangis pilu. Hulu hatinya bahkan terasa ada seperti jarum kecil yang menusuk-nusuk, jantungnya juga ikut terasa diremas sampai terasa sesesak ini.



Jimin hanya diam, dia tidak mungkin berbohong. Bahkan untuk meminta maaf kepada wanita di depannya saja rasanya dia tidak pantas.



Mungkin Jimin harus menghajar dirinya sendiri, dia memang tidak pantas mendapatkan belas kasihan atau cinta Lea lagi. Tapi nyatanya Lea malah memeluknya dengan erat.




"Jimin itu tidak benar 'kan?" tanya Lea sambil mendongkakkan kepalanya, menunggu sebuah jawaban keluar mulut dari Jimin.




Pria itu menggelengkan kepalanya, namun ikut serta mengeratkan pelukannya. "Itu memang anakku, tapi aku bersumpah jika aku melakukannya bukan karena aku mau tapi karena dijebak."



"Aku bersumpah Lea, mungkin ini memang terdengar seperti alasan klise yang pernah kau dengar," Jimin dibuat menghentikan ucapannya saat Lea melepaskan diri dari pelukannya.



Rasanya begitu tersiksa ketika melihat Lea menjauh.



"Aku tidak tau apa pilihan mu, tapi apapun itu aku berjanji akan menerimanya," kemudian Jimin menarik nafas sedalam mungkin. "Jika kau ingin kita berpisah . . . aku akan melakukannya. Tapi jika kau mau memberiku kesempatan untuk tetap melanjutkan pernikahan kita, aku janji aku hanya akan bertanggungjawab kepada Chaerin hanya sebatas anakku."


"Jadi nama wanita itu Chaerin . . . ?" ucap Lea terdengar tabar, bahkan di dalam hati Lea ingin tertawa terbahak. Rasanya hidupnya begitu lucu, sangat-sangat lucu sampai-sampai seluruh dunia terasa sedang mengetawainya.




𝐀𝐧𝐬𝐰𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang