18

179 50 13
                                    

Daun-daun yang sudah mengering perlahan jatuh untuk gugur ke tanah. Membuat halaman yang tadinya bersih kini harus kotor lagi. Dedaunan itu menutupi permukaan tanah, sampai hijau rumput berubah menjadi warna coklat. Dibawah pohon itu juga ada seorang balita yang diletakan di atas rumput. Membuat ekspresi balita tersebut langsung mencebikan mulutnya mau menangis, tidak suka jika kakinya menyentuh tekstur rumput yang terasa aneh. Balita tersebut menjinjitkan kakinya minta ingin segera di angkat.





"Jimin sepertinya dia jijik," simpul Chaerin saat melihat anak mereka sudah menangis kecil dalam pegangan Jimin.






"Tidak masalah, lama-lama dia akan terbiasa," tahan Jimin saat Chaerin hendak ingin mengambil Arin darinya.





"Apa sebaiknya sudahan saja, aku tidak tega melihat Arin terus menangis," puncaknya saat Jimin mendudukan Arin di atas rumput. Bayi berusia satu tahun tersebut langsung menangis dengan lebih kuat daritadi.







Jimin menggelengkan kepalanya, "Kita harus membiarkan dia terbiasa, ini juga bagus untuk perkembangan motoriknya."






Meskipun tidak berlangsung semulus yang Jimin harapkan. Arin terus menangis, kadang-kadang dia sempat terdiam dan lanjut menangis lagi. Hal itu membuat Jimin mengalah dengan mengangkat Arin untuk ia gendong.





"Jimin?" panggil Chaerin yang mulai teringat dengan ucapan ibu Jimin kemarin sore.






"Hm?" gumam Jimin yang terfokus menghibur Arin karena sudah membuat bayi itu menangis sebelumnya.





"Eomma bilang agar kita mengukur baju pernikahan," semejak Chaerin melahirkan cucu dari keluarga Ryu. Perempuan itu tidak lagi memanggil ibu Jimin dengan sebutan bibi, namun sekarang dengan sebutan eomma.



Jimin tidak tau apakah dia siap untuk terlibat dalam ikatan pernikahan yang baru atau tidak. Ibunya selalu mendesak Jimin untuk menikahi Chaerin, membuat Jimin seperti tidak punya pilihan lain selain untuk menuruti apa yang ibunya kehendaki. Mungkin memang iya, jika dia dan Chaerin menikah Arin akan memiliki keluarga yang lengkap, serta kasih sayang yang sempurna dari kedua orangtuanya.


Jelas, setiap anak yang lahir di dunia ini pasti meninginkan hal tersebut. Tapi apa artinya sebuah keluarga jika dan pernikahan jika Jimin sendiri tidak merasakan cinta di dalam sana. Jimin bisa melakukan apa saja agar Arin bahagia, termasuk jika hal itu adalah menikahi Chaerin.


Tapi bukankah kita tau, jika kebahagia itu tidak selalu di ukur dari kondisi keluarga yang lengkap? karena percuma rasanya jika kita memiliki keluarga yang lengkap jika di dalam keluarga tersebut, selalu muncul permasalahan. Jimin tidak mendoakan jika kelak dia dan Chaerin menikah keluarga mereka selalu mendapatkan masalah, sama sekali tidak. Namun logikanya saja, sebuah pernikahan yang dibangun tanpa adanya rasa cinta sedikitpun apakah kondisi keluarga tersebut akan tetap berjalan mulus saja?



Rasanya mustahil, dan Jimin tidak mau membuat Arin dibesarkan dengan penuh kepalsuan. Apalagi jika suatu saat nanti Arin tau jika selama ini kedua orangtua tidak pernah saling mencintai. Belum lagi Jimin yang tidak bisa menyembunyikan sikapnya yang tidak pernah bisa menyukai Chaerin.





"Jimin aku tau kau tidak senang, tapi aku mohon tolong lakukan ini demi Arin," pinta Chaerin membuat Jimin tidak tau harus menjawab apa.






Chaerin dan Jimin memang sudah bertunangan, itu artinya tinggal satu langkah lagi untuk menuju ke altar pernikahan. Jimin juga sudah berjanji bukan akan melepaskan Lea? jadi seharusnya mulai sekarang Jimin sudah harus berlajar untuk melupakan Lea. Mantan istrinya itu juga pasti harus memiliki hidup yang baru. Yang mungkin jauh lebih bahagia dari pada saat dia bersama dengan Jimin.





Mengingat tentang Lea, sampai sekarang Jimin bahkan sama sekali tidak tau tentang kabar wanita itu. Lea juga mendadak hilang dari dunia permodelan, padahal harusnya setelah bercerai dari Jimin karir Lea semakin sukses disana. Karena tidak ada lagi yang melarangnya untuk melakukan aktivias model seperti yang selama ini dia mau.



Arin memegang satu jari Jimin dengan seluruh jemarinya yang kecil dan gendut. Memainkan jari telunjuk Jimin sampai ia angkat ke udara sambil tertawa khas bayi.


Membuat Jimin merasa jika dirinya sepertinya memang tidak punya pilihan lain lagi. Jimin melakukan semuanya hanya untuk putri kecilnya bahagia. Sekalipun jika itu dia memang harus menikahi Chaerin.



"Aku akan mengatur waktu ku untuk itu," ucap Jimin mulai memutuskan. Mendengar itu Chaerin tidak bisa untuk tidak menyembunyikan senyumanya.


Untuk kedua kalinya Chaerin berhasil memenangkan permainan, membuat Lea benar-benar sudah kalah jauh dibelakangnya.





***

Harusnya ini udah jadwal gua ngilang sih, tapi gpp gua usahain buat update dulu.

𝐀𝐧𝐬𝐰𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang