5

266 48 19
                                    

Satu persatu lipatan pakaian rapi itu dimasukan kedalam koper. Disusun berdampingan dengan pouch make up, untungnya pakaian berupa gaun dan dress terbuka pada bagian belakang yang sekiraannya membuat Jimin curiga sudah Lea susun lebih dulu pada bagian koper yang paling dalam.



Kegelisahan Lea semakin terasa, dengan tiba-tiba Jimin berkata jika dia tidak akan pergi ke kantor hari ini. Saking gugup dan bingung harus berbuat apa jika nanti Jimin memaksa ingin mengantarkannya pergi, roti yang berada di tangannya ia oleskan selai yang begitu banyak. Membuatnya sempat kesulitan untuk meratakan permukaan roti itu agar rata seluruhnya dengan selai.


"Ehem," jantung Lea sekiranya hampir dibuat copot hanya karena deheman pelan Jimin.



Menetralkan detak jantungnya, Lea perlahan memberikan roti dengan alas piring putih tersebut kepada Jimin.


"Kapan teman kau akan menjemput, sayang?"


Lea pura-pura berfikir, padahal mungkin saat ini manager dan seluruh kru staff agensi tempat dia bekerja sudah menunggu di bandara, "Temanku tidak menjadi menjemput, jadi mungkin aku yang akan kesana."




"Kalau begitu biar saja aku yang antar—."



"JANGAN," Lea reflek berteriak sampai membuatnya menutup mulut, sementara Jimin menaikan alisnya bingung dan mungkin saja sudah menaruh rasa curiga.


"Tidak perlu, temanku takut padamu karena dulu pernah kau marah waktu kita masih berkencan dulu. Kau ingat?" dengan cepat Lea memutar otak, Yiseo salah satu teman kuliahnya pernah dimarahin oleh Jimin karena waktu itu pernah mengajak Lea keluar malam-malam hingga subuh.


"Tidak masalah, aku juga ingin sekalian meminta maaf dengannya karena pernah memarahinya dulu."


"Jangan Jimin. Sebelum ini tadi Yiseo pernah bilang kepadaku jika dia tidak ingin bertemu dulu dengan mu."

"Yiseo, ya?" Jimin terlihat berfikir, "Bukannya tadi malam kau bilang kau ingin pergi bersama Jiyeon? karena seingatku aku pernah selisih salah paham dengan teman mu yang itu."



Seketika Lea merasa jika dia adalah manusia paling bodoh di dunia ini, karena soal berbohongpun Lea bahkan tidak pintar melakukannya. Mungkin ini juga efek karena keseringan Jimin dia bohongi jadi dia berubah menjadi bego seperti ini. "Iya, bersama Yiseo juga. Aku tidak enak karena Jiyeon dan Yiseo sama-sama tidak menyukai mu."


Jimin terlihat menganggukan kepala pasrah, "Baiklah kalau begitu hati-hati," ucapnya lalu mulai menghabiskan seluruh roti tersebut. Setelah itu ia membantu Lea mengemaskan koper kedalam bagasi taxi.

***

Baru kali ini Chaerin merasakan kasih sayang seorang ibu lagi setelah kepergian ibunya 12 tahun yang lalu. Ayahnya seorang pemabuk berak yang suka memukulinya dan kakaknya, sementara untuk kehidupan sehari-hari dari dia kecil itu semua ditanggung oleh jerih payah kakak perempuannya.



Ibu Jimin memberikan seluruh kasih sayangnya kepada Chaerin. Entah hal itu ia lakukan hanya semata-mata karena calon cucunya berada pada rahim Chaerin atau benar-benar tulus melakukannya.



Namun Chaerin harap, apapun itu semoga ini berlaku lama.




"Bisa kau tidak menghubungi ku, terutama jika aku sedang bersama istriku," ucapan pria dihadapannya sontak membuat Chaerin seketika murung.




Ia tidak menjawab, memberiakan begitu saja dimarahi oleh Jimin.




Chaerin menundukan kepala dalam-dalam. Hanya karena perkataan Jimin yang begini saja bisa membuat dia kepikiran terus-terusan hingga berakhir stress. Meskipun dia tahu, jika bukan karena kesalahan kehadirannya disini memang tidak pernah diharapkan.





"Kau punya mulut 'kan?" tuding Jimin mulai malas sendiri.



"Jimin!" tegur ibu Jimin kesal pada putranya sendiri karena daritadi Jimin terus memojokan Chaerin.



"Jaga sikapmu, dan mulai sekarang kau harus memperlakukan Chaerin dengan baik karena aku tidak mau cucuku kenapa-kenapa," setelah itu ibu Jimin langsung memeluk dan menenangkan Chaerin, "Satu lagi, mulai sekarang kau harus memberikan banyak waktu kepada Chaerin."



Seketika Jimin tertawa sumbang, "Aku tidak akan pernah melakukannya."  Setelah itu Jimin pergi dari rumah kedua orangtuanya tanpa mengatakan sepatah katapun.


Semua orang memang pasti akan menyalahkan Jimin disini, tidak terkecuali Lea.



Bukan mau Jimin jika Chaerin hamil, namun Jimin juga tidak terlalu berani untuk menyalahkan ibunya akan semua ini. Chaerin memang disengaja disuruh oleh ibunya memberikan Jimin minuman yang didalamnya sudah dicampur oleh obat perangsang. Tujuannya hanya satu, untuk mengancurkan hubungan Jimin dengan Lea.


Awalnya ibunya juga menyayangi Lea lebih dari ibunya menyayangi Chaerin saat ini. Namun setelah tahun jika pelaku tabrak lari putri sulungnya dulu adalah Ayah Lea, semua seketika berubah.



Jimin tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh Ayah Lea, bahkan sampai sekarang pria itu terbebaskan oleh jeratan hukuman. Sementara ibunya, masih terus terbayang sedih atas mendiang anak perempuan kesayangannya.



Hembusan nafas yang keluar dari mulutnya lagi-lagi terdengar berat, tidak bisa membayangkan jika Lea tidak bisa lagi menerimanya.

Sementara itu, waktu bergulir lagi pada Chaerin dan ibunya Jimin dimana Chaerin terlihat semakin menundukan kepalanya dalam.


"Chaerin kau tidak boleh bersedih, Jimin hanya sedang banyak pikiran. Dia pasti akan menemui kau lagi," bujuk ibu Jimin membuat Chaerin hanya bisa tersenyum kaku.



"Kau mau sesuatu? apapun itu pasti akan Bibi turuti," mendengar itu Chaerin mulai menaikan wajahnya meskipun tidak terlalu yakin.


Aku mau memiliki Jimin seutuhnya.


Lidahnya terlalu egois untuk mengatakan itu, namun Chaerin tetap memilih untuk melakukannya, "Aku ingin Jimin dan istrinya bercerai . . . "


***

Chaerin kamu jangan takut, aku tetap dukung kamu kok FIGHTING !! 🥳

𝐀𝐧𝐬𝐰𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang