7.2

635 120 12
                                    

tw // sexual harassment , blood
proceed with caution.





• • •





"Agak sepi, ya..." kata [Name] sambil melihat ke sekitarnya.

"Mungkin karena sekarang bukan akhir minggu. Aku sengaja memilih hari ini agar kita tidak perlu berdesakan." ujar William.

"Aku ingin membeli koran, kalian dapat tinggal di sini dulu." putra kedua Moriarty tersebut meninggalkan Louis dan [Name] berdua.

Yang ditinggalkan hanya saling diam untuk sesaat, sampai [Name] yang memulai bicara.

"Louis, aku mau pergi beli minum. Kamu ingin menitip?"

"Aku tidak usah.. ingin ku temani?"

"Terima kasih, tetapi tidak usah. Nggak akan lama, kok."

[Name] meninggalkan Louis, dan berjalan sambil melihat kios-kios yang ada. Ia pun menemukan salah satunya, dan membeli dari sana.

Selagi menunggu, terdapat dua pria lain yang juga membeli dari tempat yang sama. Salah satu dari mereka sempat melirik ke wanita tersebut, dan memberikan isyarat ke yang lain.

"Nona, sendirian saja?" Pria pertama menaruh lengannya ke pundak [Name], yang berakhir dengan memegang dadanya.

"Bagaimana jika ikut bersama kami?"

Betapa menjijikannya para pria tersebut, begitu pikirnya.

"Maaf, saya tidak tertarik." [Name] menyingkirkan lengan pria tersebut dari pundaknya dengan kasar.

"Dan tidak baik untuk mabuk di siang hari seperti ini."

Setelah membayar, ia langsung buru-buru pergi dari sana. Tetapi salah satu pria tersebut mencengkeram pergelangan tangannya secara tiba-tiba, hingga menyebabkan minum yang baru saja ia beli terjatuh dan pecah.

"Sombong sekali. Beraninya kau menolakku!"

"L-Lepaskan! Seseorang, tolong aku!" [Name] meronta, ia mencoba menendang tulang kering pria tersebut tapi tidak kena.

Beberapa orang yang lewat, hanya melihat kejadian tersebut dan tak ada yang menolong [Name]. Mereka tak ingin ikut terlibat di dalamnya.

"Tak ada yang akan menyelamatkanmu, nona. Mereka semua lebih memilih untuk menghindar." ujar pria yang lain.

"H-Haaah? Kalian semua sudah pada gila?" seru [Name] yang daritadi mencoba melepaskan diri dari cengkeraman pria tersebut, akhirnya ia dapat menendang tulang keringnya. Ia mengambil pecahan botol, bermaksud menggunakannya sebagai pertahanan diri.

"Cewek sialan!" yang ditendang meringis kesakitan. "Hei, cepat beri dia pelajaran!"

[Name] pun akhirnya terlepas dan ia sedikit berjalan mundur hingga menabrak orang di belakangnya.

"L-Louis..."

"[Name]... apa yang telah mereka lakukan padamu?" tanya Louis dengan nada khawatir, lalu ia menatap tajam kepada dua pria yang barusan menyerang wanita bermarga Herder tersebut.

"D-Dia duluan yang menyerangku!"

"A-Anda sendiri yang mulai menyentuh saya, mengapa jadi saya yang disalahkan?" [Name] menyesal bahwa ia hanya menendang tulang keringnya saja, tidak sekalian dengan kemaluannya juga.

"Oi, mengapa kau tidak menghajarnya?"

"Hei... dilihat dari pakaiannya, pria itu bangsawan." ujar pria lain dengan pelan.

"Masa bodoh dengan itu! Memangnya ia bisa berkelahi? Cepat hajar dia!"

Dengan ragu-ragu, pria tersebut mencoba melayangkan tinju. Tetapi berhasil dihentikan oleh Louis. Putra ketiga keluarga Moriarty tersebut kemudian membanting tubuh lawan, dan mengunci lengannya.

"Aku sebenarnya tidak menyukai penggunaan istilah 'kelas bawah', tetapi kalian sendiri lebih rendah daripada mereka. Bahkan dari binatang. Sebelum polisi menahan kalian, cepat minta maaf kepada wanita tersebut dengan temanmu. Atau lengan ini akan kuremukkan sekarang."

"A-Argh! Baik, baik! Aku minta maaf! Oi kau juga!"

Pria yang ditendang [Name], ia merasa ketakutan dan melakukan hal yang sama.

"K-Kami minta maaf!"

"[Name], kantor polisi ada di samping kantor pos seberang. Tolong minta panggilkan petugas mereka untuk menangkap kedua orang ini." ujar Louis.

[Name] sempat bingung untuk sesaat, dan ia melakukan hal yang diminta Louis. Tak lama, petugas kepolisian datang dan menangkap kedua pria tersebut.

[Name] dan Louis pergi dari tempat kejadian, tak lama wanita itu terjatuh karena kedua lututnya yang lemas disebabkan kejadian barusan.

"[Name]... apa kamu benar-benar tidak apa-apa?" Louis berlutut, menyamakan tingginya dengan posisi si puan.

"A-Aku... tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sebenarnya aku sangat takut karena tidak ada yang menolong, walau ada orang yang lewat. D-Dan untungnya kamu datang tepat waktu.." [Name] sedikit menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang sebentar lagi akan keluar.

Louis mengambil pecahan botol yang daritadi wanita tersebut pegang, dan terdapat banyak goresan di telapaknya sehingga mengeluarkan darah yang cukup banyak. Ia mengambil sapu tangan, dan mengelapnya. Ia lalu mengikatkan sapu tangan tersebut di telapaknya.

"Maaf, tapi setidaknya ini untuk sementara. Sesampainya di Durham akan segera kuobati."

"Terima kasih..."

Sang putra bungsu membantu wanita itu berdiri, dan kembali menuju stasiun. [Name] memeluk dirinya yang gemetaran tak henti.

"Louis... [Name]... apa yang terjadi?" tanya William.

Louis memberi isyarat bahwa ia akan menjelaskannya nanti, dan mereka bertiga menuju ke peron kereta. Setelah memasuki kereta dan mengantarkan [Name] ke dalam agar ia dapat menenangkan diri, Louis memberikan penjelasan kepada kakaknya.

"Hm... begitu. Aku jadi merasa bersalah kepadanya."

"Ini bukan salah Kak William. Yang salah adalah mereka."

"Kalau begitu, aku ingin memastikan sesuatu lebih dulu. Lebih baik Louis menemani [Name], aku khawatir dengannya."

Sang adik mengangguk, dan kembali ke perempuan tersebut. Ia terlihat lebih tenang sekarang, walau begitu Louis setidaknya ingin memberikan ruang untuknya.

"Louis..."

"[Name], apa tanganmu masih sakit?" Louis menempatkan dirinya di depan perempuan tersebut.

"Entah, aku tidak terlalu memerhatikannya. Tetapi sepertinya akan baik-baik saja." jawabnya, walau ia sendiri tidak yakin.

Keduanya pun sama-sama diam. Hanya suara roda kereta serta cerobong asap yang sesekali berbunyi, yang menemani kesunyian di antara mereka.  Sesekali Louis melirik ke arahnya, untuk memastikan keadaannya, dan ia mendapati bahwa [Name] sudah jatuh terlelap dalam tidur.

Karena tak adanya selimut, maka Louis melepas jasnya agar dapat digunakan untuk menyelimuti si wanita. Tak lama setelahnya, ia juga ikut tertidur.

promise | louis j. moriartyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang