Suasana menjadi hening dan sunyi untuk sesaat. Atmosfer juga terasa menegang, Louis merasa ganjil ketika sang kakak menanyakan hal tersebut ke [Name], ia sendiri tidak menyangka. Untuk apa ia menanyakan mengenai hal tersebut?
"Bangsawan Kriminal? Sepertinya saya sempat baca di koran..." [Name] mencoba mengingat-ingat kembali, menopang dagunya.
"Hm... tak perlu... diragukan bahwa perbuatan tersebut sudah termasuk tindakan kriminal. Tentunya melawan hukum yang berlaku sekarang, karena adanya main hakim sendiri.
Tetapi melihat respon masyarakat, mereka sangat senang melihat bangsawan-bangsawan ditumpas oleh Bangsawan Kriminal, mengingat banyaknya bangsawan yang berlaku sewenangnya.
Saya sendiri juga tidak menyukai bangsawan-bangsawan yang berbuat sesuka mereka. Tetapi tidak membenarkan pula perilaku Bangsawan Kriminal.
Menurut saya, mereka berada di area abu-abu. Mereka menolong orang-orang yang disulitkan, tetapi mengambil nyawa orang sendiri merupakan hal yang salah. Sebutan 'Penjahat Budiman' ternyata cocok juga untuk mereka.
Jika ditanya saya berada di pihak mana, mungkin saya cenderung berada di pihak Bangsawan Kriminal. Walau secara moral hal tersebut salah."
William tersenyum tipis mendengarnya, sementara Louis sebisa mungkin mempertahankan raut wajahnya.
"Ah, jangan beritahu siapa-siapa, ya." [Name] mengisyaratkannya dengan menaruh telunjuk di depan bibir.
William pun terkekeh. "Senang mendengar pendapatmu. Untuk pengurusannya, nanti akan saya berikan surat rekomendasi ke universitas. Nona bisa mempersiapkan diri mulai dari sekarang."
"T-Terima kasih!"
"Karena sudah sore, bagaimana kalau sekalian makan malam bersama? Dan nanti bisa diantar oleh Bond dan Moran, karena mereka juga ada urusan dengan Herder."
"Apakah tidak merepotkan...? Saya merasa tidak enak hati..."
"Tentu tidak, Nona [Name]. Anda sendiri juga memiliki hubungan dengan Herder yang sudah saya percaya. Jadi tak perlu merasa sungkan."
"Baiklah... terima kasih, Tuan William." [Name] merasa tidak enak hati, tetapi ia juga merasa tidak bisa menolak tawaran William.
"Untuk makan malam, biasanya yang memasak Louis, loh. Kau harus mencoba masakannya yang sangat lezat."
[Name] melihat ke Louis dengan berbinar-binar, dan yang dilihat merasa malu karena dipuji oleh sang kakak sekaligus wanita yang melihatnya.
"Hebat sekali!" [Name] bangun dari duduknya, dan menggenggam tangan Louis. "Bahkan saya sendiri tidak mahir memasak, hanya bisa yang sederhana saja."
Louis tak menyangka bahwa wanita tersebut akan menggenggam tangannya, dan ia bisa merasakan kedua pipinya memerah. Jarak wajah keduanya sangat dekat, bahkan ia dapat mencium wangi parfum wanita tersebut.
"Eh— Maafkan saya! Pasti tidak suka, ya..." [Name] melepaskan genggamannya, dan ia sendiri juga mempertanyakan mengapa ia melakukan hal tersebut barusan.
"H-Hanya saja di sekitar saya jarang menemukan seorang pria yang mahir memasak, m-maaf karena sudah tiba-tiba memegang tangan..." [Name] membungkuk meminta maaf.
"T-Tidak apa-apa..."
"Kalau begitu, mari kita menuju ruang makan sekarang." ajak William, dan ketiganya meninggalkan ruang bicara.
Sesampainya di sana, [Name] dijelaskan banyak hal oleh William. Ia juga telah mengetahui bahwa Bond, Moran, dan Fred adalah pelayan di kediaman Moriarty, lalu ada satu pelayan lagi bernama Jack. Walau sudah tua, tak dapat [Name] pungkiri bahwa ia memiliki paras yang menawan.
Aku sangat yakin syarat untuk menjadi pelayan di sini adalah memiliki paras yang indah, batin [Name].
Makan malam berlangsung dengan menyenangkan, [Name] merasa sangat senang pada hari itu. Walau menurutnya sayang sekali, Albert tidak ikut dikarenakan ia sedang bekerja di ruangannya. Pada malam itu, ia juga belajar banyak hal dari William.
Sesudahnya, [Name] berkeliling di dalam kediaman Moriarty sembari menunggu Bond dan Moran bersiap-siap, yang sebelumnya sudah diberitahu. Ia sampai di sebuah ruangan, yang menurutnya adalah dapur. Di sana, ia melihat sosok Louis yang sedang melakukan sesuatu.
"Tuan Louis...?"
"Nona [Name]... apa yang sedang anda lakukan di sini?" tanya Louis, sambil mengelap tangannya menggunakan lap.
"Hm... saya sedang berkeliling sembari menunggu Tuan Bond dan Tuan Moran. Tuan Louis sendiri sedang apa?" [Name] menoleh ke belakang Louis. Ia melihat sebuah keranjang yang telah diikat rapi dengan pita merah, dan sedikit tercium aroma makanan dari sana.
"Saya bermaksud memberikan ini kepada anda. Di dalamnya ada stargazy pie buatan saya sendiri, saya harap anda menyukainya." Louis memberikan keranjang tersebut ke [Name], si penerima pun merasa senang.
"Terima kasih banyak, Tuan Louis. Nanti sesampai di rumah akan saya coba." [Name] tersenyum senang, dan Louis tersenyum.
"Nona manis~ kamu dimana?" ujar Bond dari luar dapur.
"Sepertinya saya sudah dicari, sampai jumpa lagi, Tuan Louis!" sang wanita melambaikan tangannya, kemudian ia keluar dari dapur. Di depan pintu sudah terdapat Moran dan Bond yang sudah siap. Ia pun pamit kepada William dan Jack, lalu pergi dari sana.
Louis yang baru saja membereskan dapur, tidak sempat ikut mengantarkan [Name] sampai ke depan. Ia sampai di pintu depan, dan menemukan payung [Name] yang tertinggal.
"Payung Nona [Name]..." gumamnya.
"Wah, sayang sekali. Ia baru saja pulang." ujar Jack.
"Kamu bisa kembalikan itu ke Nona [Name] di lain waktu. Sekaligus kesempatan untuk bertemu lagi, kan?" kata William.
"Baiklah... aku mengerti."
"Semangat, Louis. Kakakmu akan mendukungmu." William meninggalkan Louis, untuk kembali bekerja.
"Kakek Jack ini juga mendukungmu, loh~!" tambah Jack, yang mengikuti William.
Louis hanya menghela napas, walau tak dapat dipungkiri bahwa sekarang ia sedang menahan malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
promise | louis j. moriarty
Fiksi Penggemar[ slow update ] Louis yang merasa bahwa pertemuan mereka adalah ketidaksengajaan terindah.