2. Lady's maid

7.2K 1.2K 427
                                    

Semua akan berakhir, aku tidak akan pernah bangun...

Kalau pun bangun, sepertinya aku dineraka...

Hh~sialnya, aku masih bisa merasakan kaki, tangan, leher dan bagian tubuhku yang terasa sakit dan suara pelayan pribadiku yang setia memanggil-manggil namaku..


"Nona maafkan saya huhuu.." Harin menyeka air mata menggunakan gaun lengannya. "Saya tidak akan mengomeli nona kalau kamar nona kotor dengan pakaian dalam berserakkan, maafkan saya!"

Dokter masih memeriksa, menyentuh dahi Lisa sesudah menutup luka yang gadis itu dapat dibagian kaki kanan, tangan kiri, dan punggung. Posisi jatuh yang tidak menguntungnya bisa membuat Lisa mati, tetapi tidak terjadi. Dokter itu mengemasi peralatannya dalam tas.

"Nona ini masih beruntung, kaki, tangan, dan punggung hanya mengalami cidera tapi tidak sampai patah." Dokter menjelaskan, menutup tasnya lalu menatap Harin. "Apa beliau akhir-akhir ini memiliki masalah?"

Harin bergeming sejenak, menimang apa kesalahannya yang membuat Lisa menjadi nekat hampir melayangkan nyawanya sendiri. "Saya kurang tahu, nona orangnya tertutup dan tidak suka privasinya diganggu."

Dokter mengerti, mengangguk kecil. "Sebaiknya undang psikiater untuk membantu nona anda dalam menjalani masalah permentalan."

Harin meringis. "Nona akan marah!" Pekiknya dalam hati, mana mungkin ia berteriak begitu pada seseorang yang telah membantu nonanya dari sekarat. "Saya pasti memanggilnya, terimakasih Dr. Jaehyun."

"Ya, saya harus pamit. Tolong pastikan dia tidak sendirian, dia masih terguncang." Pesan Dr.  Jaehyun lalu bergegas pergi.

Setelah Dokter pergi, Harin menutup kembali pintu kamar. Duduk dilantai dan menunggu Lisa tersadar setelah dibius semalaman untuk menjahit luka-lukanya. Harin tak membawa Lisa ke rumah sakit, gadis itu bisa mengamuk karena baginya masalah rumah tidak boleh sampai diketahui oleh media.

"Padahal kesehatan nona terancam," Harin menyendu, meraih jemari Lisa dan mengenggamnya hati-hati. "Saya minta maaf." Sambungnya menudukkan kepala.

"Bukan salahmu, bodoh!" Lisa menjawab dalam hati, ia ingin bangun tapi terlalu malas sekedar buka mata. Teringat bagaimana sebelumnya Harin satu-satunya yang tetap membela, Lisa balas meremas tangan gadis itu.

Harin tertegun. "Nona?" Senyum Harin langsung terkembang. "Nona sudah bangun? Nona mau saya bawakan air hangat untuk cuci wajah? Saya sudah buatkan sereal favorit nona, saya tidak terlambat melakukannya hari ini."

"Aku tidak butuh semua itu, Harin bodoh!" Lisa terkekeh dalam hati, mungkin karena jatuh keras rasanya seluruh tubuhnya ikut nyeri. "Tapi, terimakasih telah menemaniku sampai akhir."

Harin masih disana, merapihkan ujung rambut Lisa yang kusut. "Rambut nona bercabang, s-saya.. akan potong ujungnya ya?" Harin tahu Lisa tak bisa menjawab, matanya sudah kembali berkaca-kaca karena sebahagia itu mendapati Lisa sudah sadar.

"Saya akan ambil gunting!" Serunya seraya berdiri, mengusap-usap punggung tangan Lisa lalu membungkuk. "Tidak lama, saya berjanji!"

Bodoh! Satu kata yang tempat untuk menggambarkan sosok Harin. Gadis itu random, ceria tetapi lambat dan selalu terlambat saat melakukan pekerjaan namun minim kesalahan. Lisa menemukan gadis itu  digorong-gorong jembatan 2 tahun lalu.

"K-kamchagiya!" Lisa terkejut, sebuah tangan menggenggam kakinya saat ia turun untuk mengambil hasil ujian kelulusannya yang jatuh terbasa angin.

"A-air.." Gadis lusuh itu memohon, ia melihat Lisa menggenggam sebotol air. "Tolong a-air.."

Lisa memandang skeptis dan melindungi botol minumnya. "Ini punyaku, bukannya aku tidak mau berbagi--" ucapan Lisa tertahan diujung lidah saat gadis lusuh itu bangkit dan merampas botol minumnya.

the lady wants to die Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang