-Twenty seven

1.2K 166 17
                                    

Beberapa orang berhenti menyapa bukan karena perasaannya berhenti; melainkan karena telah mencapai titik kesadaran untuk berhenti disakiti.
_____________

Malam itu akhirnya tiba. Malam yang tak akan pernah luput dari ingatan seorang lelaki berparas tampan tapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Rasanya sakit, tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Meninggalkan dan melepaskan orang yang kau sayangi padahal kau belum terikat janji.

Yeonjun dan Soobin tiba di restoran mewah tempat yang Hueningkai minta. Yeonjun masih menemani Soobin dahulu di meja pesanan mereka. Nampaknya Hueningkai masih belum sampai.

"Yeonjun-ah!" Suara lelaki itu menyadarkan lamunan Yeonjun dan Soobin yang sedari tadi melihat buku menu restoran. Dihampirinya kedua lelaki itu oleh seseorang yang memanggilnya. Dan itu adalah Hueningkai.

"Ah maaf aku telat ya?"

"Tidak-tidak, kemarilah duduk bersama kami" Namun tawaran itu ditolak oleh Hueningkai. Dan Hueningkai ingin bicara berdua bersama Yeonjun di balkon restoran tersebut. Soobin tidak masalah, dia berniat berubah sekarang. Orang bilang tak mungkin manusia bisa berubah, semua itu tergantung individu. Punya niat atau tidak.

Mereka alias Hueningkai dan Yeonjun melihat pemandangan sudut kota yang ramai di balkon tersebut. Hiruk pikuk kota membuat Yeonjun senang. Entahlah rasanya beda jika malam-malam melihat gedung tinggi beserta lampu-lampu kota yang cerah.

Hueningkai menarik nafasnya lembut dan berkata "Maaf ya mengajakmu bicara malam-malam begini."

"Hei tidak apa-apa, memangnya ada apa?"

"Anu.. ada hal yang ingin kusampaikan sebelum terlambat, ah sejujurnya sudah terlambat tapi tak apa."

"Iyaa apa?"

"Umm sekali lagi maaf ya, sebenarnya aku ingin mengajakmu bicara berdua ditaman tapi itu semua tidak mungkin karenaㅡ" Ucapannya terpotong.

"Soobin? Apa karena Soobin?" Hueningkai berlagak gagap karena takut. Takut membuat Yeonjun salah paham.

"Ah, anu bukan kok"

"Lalu?"

"Entahlah, rasanya ingin mengajakmu ke taman untuk terakhir kalinya."

"Apa? Terakhir kalinya?" Yeonjun terkejut oleh perkataan Hueningkai.

"Aku menyukaimu."

Hening.

Masih hening.

Tak ada yang membuka bicara.

Yeonjun mematung, mulutnya seakan kehabisan kosa kata. Pandangannya entah kemana. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Dunia seperti tak berjalan. Dirinya tak tahu harus bagaimana. Mengapa jadi seperti ini?

"Hahah kaget ya? Tenang aku akan pergi kok, aku hanya... ya aku hanya tersiksa setiap hari karena belum mengatakan ini. Aku tahu walaupun aku menyatakan perasaanku semuanya akan sia-sia, kau tak perlu khawatir dengan perasaanku, aku tahu aku terlambat dan selalu seperti itu kan? Aku tak hanya menyukaimu, aku ingin lebih dari itu dan kenyataannya sudah, aku menyayangimu. Sudah kucoba setiap hari untuk menolak perasaan ini, perasaan yang sering muncul ketika aku bersamamu, saat melihatmu, saat mendengar kau bicara, semuanya. Sudah ku kendalikan juga perasaanku, namun tak bisa. Hatiku terasa menuli jika aku menyuruhnya berhenti menyukaimu. Aku tak tahu harus bagaimana, aku lelah membohongi perasaanku sendiri. Dan syukurlah sekarang aku sadar dan sudah saatnya aku menyatakan perasaanku padamu."

Love to Hate  (Soojun/Binjun) End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang