***
Abinaya dan Kirana baru saja sampai di rumah kedua orang tua Kirana itu. Mereka ingin segera menyampaikan kabar baik tentang kehamilan Kirana itu. Keesokan hari setelah malam di mana Kirana memberikan Abinaya berita kehamilannya itu, Abinaya sendiri seketika saja langsung menghubungi kedua orang tuanya untuk bisa datang ke rumah orang tua Kirana. Tentu saja, Abinaya sedikit merahasiakan hal tentang kehamilan Kirana itu dari mereka semua, termasuk Kak Panji. Abinaya bahkan meminta Kirana untuk mengambil cuti tiga hari, agar tidak merasa kelelahan. Terlebih, usia kandungan Kirana yang masih rentan, tentu saja Abinaya tidak ingin mengambil resiko sedikit pun tentang hal itu.
"Abi, aku merasa sedikit tegang saat ini. Aku bahkan sama sekali tidak bisa membayangkan tentang bagaimana reaksi mereka semua saat mendengar kabar baik ini..." gumam Kirana sesaat setelah turun dari atas sepeda motor Abinaya itu.
Abinaya yang baru saja mengunci sepeda motornya, langsung saja menatap ke arah Kirana yang terlihat sangatlah khawatir di sana itu. Lalu tersenyum tenang. "Jangan khawatir. Aku yakim, mereka semua akan sangat bahagia, dan tentu saja mereka semua juga akan terlihat semakin bersemangat. Oke... Jadi, jangan merasa khawatir atau pun tegang. Semuanya akan baik-baik saja. Kanu percaya pada ku bukan?" ucap Abinaya yang berusaha agar bisa menenangkan Kirana di sana.
Kirana dengan perlahan menganggukkan kepalanya dan mulai menampilkan senyuman yang tipis di wajahnya. Meski rasa tegang yang dia rasakan saat ini belum sepenuhnya hilang, tapi dia sangatlah berusaha agar bisa merasa tenang. Abinaya pun tak lama setelah itu, mulai menggenggam telapak tangan kanan Kirana dan menariknya dengan perlahan untuk bisa dengan segera berjalan masuk ke dalam rumah itu. Di mana semua keluarga sedang menunggu kedatangan mereka di sana.
"Assalamualaikum..." salam Abinaya dan juga Kirana secara bersama-sama di sana itu.
"Wa'alaikumsalam..."
"Akhirnya kalian datang. Ayo duduk.." ucap Papa Kirana di sana sambil dengan segera saja menuntun mereka untuk bisa segera duduk tepat di atas sofa di mana semua orang sedang berkumpul saat ini.
Abinaya dan Kirana pun duduk berdampingan di atas sofa itu. "Semuanya... Kami sebenarnya... Ada yang ingin kami sampaikan kepada kalian semua..." ucap Abinaya terlebih dahulu.
"Tentang apa memangnya, Abi??" tanya Mama Abinaya yang saat ini terlihat mengerutkan dahinya, merasa penasaran.
Abinaya dan Kirana saling menatap satu sama lain. "Kirana, saat ini sedang hamil. Dia mengandung, Ma, Pa, Kak Panji.." lanjut Abinaya yang seketika saja membuat suasana di sekeliling mereka menjadi riuh.
Kedua orang tua Kirana seketika saja memeluk Abinaya dengan cukup erat sambil terlihat tidak bisa lagi menahan air mata mereka di sana itu. Sedangkan kedua orang tua Abinaya dan juga Kak Panji memeluk sambil memberi selamat kepada Kirana yang terlihat tersenyum bahagia di sana. Dan juga suasana itu benar-benar bisa secara langsung membuat ketegangan yang tadinya sempat di rasakan oleh Kirana itu menghilang.
***
Abinaya menyelimuti tubuh Kirana yang sudah terlelap di atas ranjang mereka itu saat ini. Setelahnya Abinaya menundukkan sedikit kepalanya untuk bisa memberikan kecupan singkat di puncak kepala Kirana. Senyuman lebar dan juga bahagia itu sama sekali tidak bisa hilang dari wajah Abinaya. Dia terlalu bahagia, sampai-sampai dia sendiri belum menghubungi Bayu, sahabat kampusnya itu. Dia ingin sekali mengatakan semuanya itu kepada Bayu besok saat dia berangkat ke kampus.
Mengingat kondisi Kirana yang saat ini, mungkin saja dia sendiri akan menjadi sangat mudah lelah, dan Abinaya harus bisa menyadari hal itu. Dia tidak boleh terlalu bergantung kepada Kirana. Dia harus bisa menjadi suami dan calon ayah yang siaga. Sebisa mungkin juga dia membantu Kirana menyiapkan makanan dan juga menata rumah. Tentu saja, dia memang harus bisa melakukan hal itu juga.
Saat ini, Abinaya masih belum bisa tidur karena harus mengerjakan revisi kecil yang ada di skripsinya itu. Dia harus bisa segera lulus. Karena, bagaimana pun juga dia harus mengambil dan juga memiliki pekerjaan tetap, serta menabung untuk keperluan kehamilan dan kelahiran anaknya itu nanti. Ya, dia harus bisa semakin bekerja keras saat ini. Dia ingin memberikan sesuatu yang berharga dan memenuhi setiap keperluan yang di butuhkan oleh Kirana selama kehamilan ini nantinya.
Abinaya memutuskan untuk mengerjakan revisi skripsinya itu di ruang tamu, dengan membawa laptop dan membuat secangkir kopi panas. Dia harus bisa menyelesaikannya. Agar bisa segera melakukan sidang dan lulus dengan nilai yang baik. Abinaya sudah terlihat sangatlah fokus dengan mengerjakan revisi skripsinya itu. Hingga tanpa dia sadari, hari ini sudah masuk tepat ke dalam pukul sebelas lewat dua puluh tujuh menit malam. Sudah terlihat benar-benar larut, terlebih lagi di ikuti oleh Abinaya yang mulai menguap beberapa kali.
Dia memutuskan menyimpan file revisi skripsinya itu dan mematikan laptop. Saat dia akan melangkah menuju dapur, dia melihat sesuatu bergerak dan terselip tepat di bagian bawah pintu rumah. Dan dengan cepat, Abinaya berlari membuka pintu rumah dan mendapati seseorang yang menggunakan pakaian serba hitam sedang memanjat pagar rumahnya dan akan pergi.
"HEI!!" teriak Abinaya di sana yang langsung saja membuat orang itu mempercepat gerakannya dan berlari begitu saja.
Abinaya ikut berlari, tapi dia lupa untuk membawa kunci pagar. Abinaya menahan amarahnya, karena tidak bisa menahan orang itu. Dia pun memutuskan untuk kembali masuk, dan mengambil sebuah kertas yang sebelumnya sudah terselip di bagian bawah pintu rumah. Dengan kasar dia membuka kertas itu, yang bertuliskan :
'Kalian tidak akan pernah bahagia.'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife My Lecturer ✔️
Romance(Informasi: Cerita ini sebelumnya sudah pernah aku upload di Mangatoon. Tapi, aku memutuskan untuk upload juga di Wattpad, karena sudah lama banget nggak nulis disini. Enjoy the book 🥰) ~~~~~ Abinaya Pratama (22 tahun) dijodohkan oleh kedua orang t...