Part 14. Confused

23 2 0
                                    

Kirana berjalan perlahan masuk ke dalam kamar mandi yang ada tepat di dekat meja akademik, tentunya kamar mandi khusus dosen wanita. Kirana menatap bayangan dirinya tepat di kaca depan wastafel. Menyalakan keran air, membasuh kedua telapak tangannya dan menepuk-nepukkannya ke wajahnya. Membuat make up tipis yang dipakainya menjadi semakin tipis saja.

"Apa yang harus ku lakukan sekarang? Kenapa... Kenapa dia datang lagi kesini? Abinaya bahkan diam sejak tadi. Ya Tuhan, apalagi ini?" gumam Kirana dengan nada suaranya yang terdengar lelah itu.

Terlebih lagi saat mengingat kejadian tadi, yang mana Abinaya yang terus saja terdiam tanpa mengajaknya berbicara setelah selesai membayar makanan yang mereka makan itu. Bahkan saat mereka berboncengan sepeda motor, Abinaya hanya mengulurkan telapak tangannya, membantu dia naik ke atas jok motor, dan tetap terdiam selama perjalanan kembali ke fakultas.

Gila. Rasa-rasanya, yang terjadi hari ini membuat suasana paginya bersama dengan Abinaya menjadi berantakan. Atau bahkan semua keromantisan yang sudah bisa mereka lakukan bersama, meski belum melakukan malam pertama, akan terasa menjadi sia-sia saja.

Kirana segera mengambil beberapa lembar tisu yang sudah tersedia di dekat wastafel itu, dan mengelap wajahnya. Terlihat semakin pucat saja rasanya. Kirana menghela napas, dengan menggigit bagian dalam pipinya. Dia merasa kesal, takut dan banyak sekali perasaan yang terasa bercampur aduk di dalam hatinya saat ini.

Jari-jari tangan kanannya bergerak menyisir rambutnya yang terlihat sedikit berantakan. Setelah merasa penampilannya kini mulai membaik, Kirana keluar dari dalam kamar mandi dan berjalan masuk ke ruang dosen. Duduk di meja kerjanya, mengambil tas kecil yang berisi alat make up sederhana miliknya. Dan mulai memoles wajahnya dengan make up tipis, agar terlihat semakin segar saat mengajar di kelas siang hari ini.

Meski kadang, dia masih saja terus terpikirkan oleh reaksi Abinaya yang bahkan, sejak masuk kembali ke dalam kelas siangnya, belum mengirimnya satu pesan pun. Kirana merasa resah, dan itu sudah bisa dipastikan. Tapi apa langkah yang bisa dia lakukan selanjutnya. Rasanya sulit untuk bisa mengungkapkan hal yang benar-benar membuatnya trauma itu.

"Astaga..." Kirana menghela napasnya, merasa dadanya kini semakin terasa sesak saja adanya. Kekhawatiran dan juga ketakutan yang dirasakan oleh Kirana seakan - akan tergambarkan dengan sangat jelas di raut wajahnya.

Bagaimana jika nantinya, Abinaya menanyakan hal itu? Bagaimana caraku untuk bisa menjelaskannya? Lalu apa reaksinya nanti?! Batin Kirana seakan jauh lebih tersiksa, saat memikirkan reaksi Abinaya jika dia mengatakan hal yang sebenarnya nantinya.

Kirana menutupi wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Situasi ruang dosen yang sepi mempermudahkannya untuk menenangkan diri. Meskipun cukup sulit. "Baiklah... Kirana, kamu pasti bisa. Jika Abinaya bertanya... Kamu hanya perlu mengatakan hal yang sebenarnya. Jangan takut... Tenang - tenang. Abinaya pasti akan memahaminya... Iya... Abinaya akan selalu tetap bersamaku... Tenang... Hufffttt..." Kirana bergumam, agar semakin bisa menenangkan dirinya itu.

Lalu menghela napasnya untuk yang kesekian kalinya, Kirana pun segera bamgkit berdiri dan berjalan menuju kelas siang, dimana dia akan mengajar selanjutnya. Tidak dapat dipungkiri jika detakan jantungnya masih sangat keras, tapi dia memaksakan diri untuk tetap kuat. Atau mungkin untuk bisa terlihat kuat.

***

Abinaya sedikit melamun beberapa kali saat berada di dalam kelasnya. Untungnya dia mengambil tempat duduk yang paling belakang dan juga yang paling pojok di dalam kelasnya itu. Akan sangat sulit dan juga berbahaya jika dia ketahuan melamun selama pembelajaran di dalam kelas itu.

Tapi Abinaya tidak bisa menghentikan pikiran dan juga rasa penasaran yang sudah sejak tadi tumbuh di dalam dirinya. Tentang pria asing yang bisa membuat Kirana - istrinya itu terlihat cukup atau bahkan sangat ketakutan seperti tadi. Abinaya mengerutkan dahinya cukup dalam, sambil beberapa kali menghela napasnya dengan kasar.

Dia merasa sangat penasaran. Tapi sekaligus juga takut dan cemas, jika dia bertanya, Kirana akan tersinggung atau bahkan menghindar dari pertanyaannya. Terlebih lagi bagian yang terburuknya adalah jika Kirana berbohong padanya. Dia sama sekali tidak suka dengan adanya kebohongan. Kecil maupun besar. Dia tidak menyukainya.

"Baiklah, kelas di akhiri sampai sini. Untuk tugas bisa dikumpulkan di PJ kelas seperti biasanya ya... Sampai jumpa minggu depan," ucap dosen yang membuat Abinaya terbangun dari lamunannya.

Abinaya membetulkan posisi duduknya. Hampir selama satu setengah jam selama pelajaran tadi, dia sama sekali tidak mendengarkan apa yang dijelaskan oleh dosen itu. Kepalanya terasa berdenyut, hingga membuat dia memegangi dahinya yang berkedut kencang.

"Wei, Abi!!" teriak Bayu yang akan melangkah keluar dari dalam kelas. Memperhatikan Abinaya yang tidak segera keluar dari dalam kelas.

Mendengar hal itu, Abinaya sendiri cukup tersentak. Dan tersadar, bahwa sekarang hanya dirinya saja yang berada di dalam kelas dan juga Bayu yang masih berdiri di daun pintu ruangan kelas itu. Dengan segera, Abinaya membereskan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas miliknya. Lalu langsung saja melangkahkan kedua kakinya keluar dari kelas.

"Kenapa kamu? Kok lemas begitu?" tanya Bayu dari arah belakangnya, yang menyusul Abinaya yang kini mulai memelankan langkah kedua kakinya itu.

"Oh... Nggak kenapa-kenapa sih... Cuman pusing saja sama materi yang disampaikan sama dosennya. Lagi pula, sebentar lagi kita juga akan lulusan... Ku pikir, sudah sebaiknya mulai mengerjakan tugas skripsi," jawab Abinaya mengelak.

Dia tentu saja tidak mungkin mengatakan apa yang kini benar-benar sedang mengganggu di dalam pikirannya. Dia tidak sebodoh itu dengan mengumbar hal-hal yanf terjadi di dalam hubungannya dan juga bersama Kirana. Dia cukup tahu dan juga paham dengan batasan dirinya.

Bayu yang mendengar jawaban yang diberikan Abinaya itu pun akhirnya hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda paham. Tapi dia tahu, bahwa Abinaya tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Dan Bayu hanya bisa terdiam, sama sekali tidak berani untuk ikut campur dengan masalah pribadi yang saat ini dimiliki oleh Abinaya.

"Aku pulang dulu deh ya, Abi. Jangan lupa jemput istri, oke?!" ucap Bayu dengan nada menggoda ke arah Abinaya yang pada akhirnya bisa tersenyum lebar.

"Iya-iya, sudah sana pulang. Hati-hati di jalan," jawab Abinaya sambil sedikit mendorong tubuh Bayu untuk segera melangkahkan kedua kakinya itu menuju tempat parkir.

Bayu tertawa kecil dan dengan segera berjalan menuju sepeda motornya, dan pergi untuk pulang terlebih dahulu. Sedangkan Abinaya, berusaha dengan keras untuk bisa terlihat biasa saja nantinya saat berhadapan dengan Kirana. Tentu saja, masih belum bisa menghentikan rasa penasaran dirinya dengan rahasia apa yang dimiliki oleh Kirana.

Tapi dia akan bersabar menunggu, hingga akhirnya Kirana sendiri lah yang nanti akan mengatakan dan juga menjelaskan semuanya kepada dirinya. Dengan segera, Abinaya menampilkan senyuman yang selama ini biasa dia perlihatkan. Dan mulai berjalan menyusuri koridor kampus, menuju ruangan dosen. Dia merasa semuanya akan baik-baik saja. Tentu.

My Wife My Lecturer ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang