Part 23. Game On

11 0 0
                                    

***

Pagi ini terasa cukup berbeda. Terlebih dengan apa yang terjadi kemarin, terasa sedikit mengganggu ketenangan yang di miliki oleh Kirana dan juga Abinaya saat ini juga. Kirana sendiri cukup sulit untuk bisa tidur dengan nyenyak, dan Abinaya harus terus bisa menenangkan Kirana dengan memberikan pelukan, usapan dan tepukan perlahan tepat di tubuh Kirana, setidaknya hal itu lah yang bisa Abinaya pikirkan, agar Kirana bisa dengan segera tidur. Tentu saja hal itu, dia pikirkan dengan mengingat apa yang biasanya ibunya lakukan saat dia masih kecil. Setidaknya, hal itu juga benar-benar berfungsi dan membantu Kirana untuk bisa tidur dengan cukup tenang.

Tapi bagi Abinaya sendiri, dia bahkan sama sekali tidak bisa menutup kedua matanya atau bahkan membiarkan rasa kantuk mengalahkan dirinya. Dia harus tetap bisa terjaga untuk memastikan bahwa orang asing itu tidak datang lagi dan juga melempar hal-hal yang lainnya lagi ke dalam rumah mereka itu. Dia juga berpikir, jika perbuatan ini bahkan bukan perbuatan Rizky, maka perbuatan siapa lagi? Dia bahkan tidak bisa berpikir tentang siapa pun sekarang ini. Dia juga sama sekali tidak bisa menebak siapa lagi musuh atau orang yang punya dendam kepada dirinya atau pun juga kepada Kirana.

Seperti saat ini, Abinaya yang sama sekali tidak bisa tidur itu memutuskan untuk membuat kopi. Setidaknya, dia tidak akan merasa mengantuk secara tiba-tiba saja di kampus nantinya. Hari sudah mulai masuk pukul lima pagi, dan Kirana masih belum bangun. Dan Abinaya sendiri juga sama sekali tidak tega untuk membangunkan Kirana yang masih terlihat merasa tidak nyenyak itu. Abinaya langsung saja menyalakan semua lampu rumah dan juga televisi. Sambil menunggu air untuk kopinya matang. Setelah beberapa menit, air itu pun matang, dan dengan segera Abinaya mematikan kompor sambil membuka bungkus kopi instan dan memasukkannya ke dalam gelas.

Sesekali Abinaya menguap di sana. Sambil mengusap beberapa kali wajahnya, telapak tangannya mengangkat teko yang berisi air panas dan matang itu, sambil memasukkannya ke dalam gelas. Lalu mengaduknya perlahan. Setelahnya, Abinaya berjalan perlahan ke arah sofa untuk menonton berita pagi. Sesekali meniup kopi itu dan meminumnya secara perlahan dan juga sedikit demi sedikit.

"Huh... Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak mungkin mengatakan hal ini kepada mama, papa, mama mertua dan juga papa mertua. Terlebih lagi, ini baru terjadi sekali saja. Mungkin, tidak akan begitu berbahaya.. Iya, semoga saja. Tapi, aku masih sedikit ragu. Bagaimana jika ini memang perbuatan Rizky? Tapi, jika bukan, lalu perbuatan siapa? Apa mungkin, ini hanya gertakan yang diberikan oleh Rizky menggunakan orang lain? Bersekongkol? Astaga... Ini benar-benar langsung saja membuatku merasa sangat pusing...." gumam Abinaya sambil menghela napasnya dengan cukup keras dan mulai meminum kembali kopinya itu.

Di sisi lain, Kirana mulai meregangkan tubuhnya di atas ranjang itu. Dia merasa sangat kelelahan. Dan setiap bagian tubuhnya juga terasa cukup sakit dan kaku. Dia menoleh ke arah bagian ranjang yang lain, dan tidak menemukan Abinaya di sana. Dengan segera saja, Kirana mengalihkan pandangannya untuk melihat jam yang terletak di atas meja yang ada di sisi ranjang itu. Sudah pukul lima lewat dua puluh tiga menit. Dengan segera, Kirana bangkit dari atas ranjang, dan mengikat rambutnya. Lalu mulai menata ranjang itu, dengan menata bantal dan selimut itu. Membuka tirai balkon dan membukanya, membiarkan udara segar masuk ke dalam kamar itu.

Kirana pun berjalan perlahan masuk ke dalam kamar mandi, untuk membasuh wajahnya. Setelah itu, dia berjalan keluar dari dalam kamar, menuju dapur. "Abinaya..." gumam Kirana saat melihat Abinaya yang sedang meminum kopinya tepat di depan televisi. Kirana pun semakin mempercepat langkah kakinya di sana. "Abi, maaf, aku terlambat bangun. Aku akan segera membuatkan sarapan dulu ya..." ucap Kirana sambil masuk ke dalam area dapur itu.

Abinaya menolehkan kepalanya dan bangkit berjalan ke arah dapur. "Tidak masalah... Lagi pula, kita berdua juga sama-sama kelelahan, oke... Aku akan membantumu memasak," jawab Abinaya sambil meletakkan gelas berisi kopinya itu ke atas meja makan dan mulai membantu Kirana untuk memasak sarapan mereka berdua itu.

***

"Sayang... Apakah kamu sudah siap??" tanya Abinaya untuk yang kesekian kalinya saat itu juga. Saat Kirana yang masih ada di dalam mamar mandi sejak hampir satu jam yang lalu. Mereka sedang bersiap-siap untuk berangkat bersama menuju kampus. Abinaya sendiri bahkan sudah siap dan hanya tinggal menunggu Kirana saja, lalu mereka bisa dengan segera berangkat.

"Tunggu sebentar, sayang.." jawab Kirana dari dalam kamar mandi itu. Dan Abinaya langsung saja berjalan mendekat ke arah ranjang, sambil menelentangkan tubuhnya itu tepat di atas ranjang. Abinaya menutup kedua kelopak matanya di sana, dia sekarang benar-benar merasa ingin tidur saat ini. Tapi dia tidak bisa. Dia harus menahan rasa kantuknya itu.

Klek

Tak lama setelah itu, Kirana pun keluar dari dalam kamar mandi dan langsung saja berjalan ke arah meja rias untuk memakai make up tipis di wajahnya. Setidaknya dia tidak boleh terlihat kelelahan dan kekurangan tidur saat mengajar nantinya di kampus. Dari cermin meja rias itu, Kirana melihat Abinaya yang terlihat kelelahan itu. Tapi dia sendiri juga sama sekali tidak tahu harus melakukan apa sekarang ini. Terlebih lagi, saat mengingat bentuk dari tulisan tangan yang ada di kertas itu. Dia bahkan sama sekali tidak mengenalinya. Dia sendiri juga bingung. Jika saja orang itu dia kenal, tentu saja dia tahu bentuk dari tulisan tangan orang itu. Tapi ini sama sekali. Terlebih lagi, Abinaya juga terlihat sama sekali tidak tahu pemilik bentuk tulisan tangan yang ada di kertas itu.

"Sayang, aku sudah siap... Ayo berangkat," ucap Kirana setelah selesai memakai make up tipis dan mengambil tas bekerjanya itu.

Abinaya seketika saja membuka kedua matanya di sana itu dan langsung berdiri dari posisi tidurnya. Lalu mulai menguap di sana. "Ayo... Astaga, aku sangat mengantuk..." gumam Abinaya di sana sambil berjalan mendekat ke arah Kirana, lalu menggenggam telapak tangan Kirana di sana.

Sedangkan Kirana hanya bisa memberikan senyuman menenangkan di wajahnya itu. Telapak tangan kanannya terangkat untuk mengusap sisi wajah Abinaya yang terlihat benar-benar sangat mengantuk saat ini juga itu. "Tidak usah di pikirkan lagi deh, sayang... Itu pasti perbuatan orang iseng saja." ucap Kirana yang di balas dengan anggukan kepala oleh Abinaya itu.

Mereka pun keluar dari dalam rumah, setelah memastikan kompor di dapur sudah mati dan hal-hal lain. Lalu Kirana pun mengunci pintu rumah, sedangkan Abinaya berjalan mendekat ke arah halaman depan rumah. Tapi langkah kakinya terhenti seketika saja saat melihat sepeda motor miliknya di sana. Di mana kedua ban sepeda motor itu sudah kempes, bagian jok sepeda motornya yang bertuliskan 'Hanya milikku', lalu mesin serta kabel yang ada di sepeda motor itu yang sudah terputus.

"Astaga..." ucap Abinaya dengan suaranya yang terdengar cukup keras sambil mendekat ke arah sepeda motornya.

Mendengar hal itu, Kirana seketika saja berjalan mendekat ke arah Abinaya dan ikut terkejut. "Ya Tuhan." gumam Kirana sesaat setelah berdiri tepat di samping Abinaya itu. Sepertinya orang ini sama sekali tidak main-main dengan apa yang dia tuliskan sejak kemarin itu.

My Wife My Lecturer ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang