Abinaya sama sekali tidak ada hentinya untuk menatap ke arah layar ponselnya. Tepatnya melihat ke bagian chat room Kirana di aplikasi WhatsApp nya. Dia ragu untuk menulis sesuatu, atau bahkan hanya sekedar untuk bertanya sesuatu. Semuanya terasa sangat canggung sekarang.
"Aduh... Aku harus menulis apa sekarang? Apakah basa basi tentang tugas? Atau apa?" gumam Abinaya bertanya pada dirinya sendiri.
Abinaya berulang kali mengatur napasnya, dan entah mengapa meski sudah melakukan pengaturan napas, kegugupan yang dia rasakan malah semakin menjadi adanya. "Baiklah-baiklah... Aku bisa melakukan ini. Ayo, Abinaya... Kamu pasti bisa," gumamnya sambil mulai mengetikkan sebuah pesan untuk Kirana.
Bu Kirana, maaf mengganggu malam-malam. Aku hanya ingin tahu, apakah kita jadi untuk bertemu besok?
Abinaya mengirim pesan itu dan detak jantungnya semakin terasa menggila karena hal itu. Dia sedikit melompat-lompat kecil di dalam kamarnya. Semuanya terasa sangat melambat sekarang, dan Abinaya semakin menggila di dalam kamarnya. Dia sama sekali tidak berpengalaman untuk mengirim pesan kepada seorang wanita yang akan menjalin hubungan serius dengan dirinya.
Di sisi lain, Kirana baru saja selesai memakai perlengkapan skincare miliknya. Sebelum mendengar ponselnya berbunyi, menandakan adanya sebuah pesan yang masuk. Kirana yang menggunakan sheet mask di wajahnya pun mulai berjalan ke arah ranjangnya, dimana ponselnya tergeletak. Membuka ponselnya dan sedikit terkejut saat sadar pesan itu berasal dari Abinaya.
"Astaga... Aku harus jawab apa?" ucap Kirana sesaat setelah membaca pesan itu. Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian.
Iya, Abinaya... Besok kita jadi bertemu.
Kirana mengirimnya. Dan tidak lama setelah itu centang dua itu berubah warna menjadi biru. Abinaya membacanya. Tanpa sadar, Abinaya tersenyum, saat Kirana mengiyakan pertanyaan yang dia ajukan.
Oke... Besok aku yang jemput ke rumah. Ibu, mau kita pergi kemana?
Abinaya langsung mengirimnya. Sambil mulai duduk bersandar di kepala ranjangnya. Kirana yang tidur terlentang di atas ranjangnya pun segera membaca pesan itu.
"Astaga... Pergi kemana ya? Café? Restoran? Atau terserah? Pusing sekali rasanya..." gumam Kirana tidak terlalu jelas, mengingat dia sedang memakai masker.
Tentu, kita bisa pergi ke café atau kemana pun. Yang penting kita bisa mengobrol dengan nyaman...
"Ini jawaban yang baik, bukan?" tanya Kirana yang sebenarnya merasa tidak yakin dengan jawaban yang baru saja dia kirimkan ke Abinaya.
Baiklah... Besok kita pergi bersama ke café. Aku akan menjemput kamu sekitar jam sepuluh pagi. Tidak masalah kan?
Abinaya tersenyum lebar. Pembicaraan mereka masih sangat kaku, tapi itu sama sekali tidak akan menjadi masalah. Dia berusaha dengan keras, agar besok tidak terlalu canggung saat berbincang. Dan juga, dia tahu akan membawa Kirana ke café yang mana besok. Abinaya semakin tersenyum sumringah. Detakan jantungnya juga seakan mendukung semua hal itu.
Disisi lain, Kirana tidak yakin, apakah semuanya akan berjalan dengan lancar besok. Dia terlalu kaku, dingin, dan bahkan sama sekali tidak bisa memulai pembicaraan dengan baik. Terlebih lagi, dia merasa sangat canggung. Terakhir kali dia memiliki pacar adalah saat umurnya dua puluh satu tahun, itu sudah sangat lama. Kirana pun mulai mengetikkan jawaban.
Oke, tidak masalah. Selamat malam, Abinaya...
"Oke, ini permulaan yang cukup bagus..." gumam Kirana sesaat setelah mengirim jawaban pesan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife My Lecturer ✔️
Romance(Informasi: Cerita ini sebelumnya sudah pernah aku upload di Mangatoon. Tapi, aku memutuskan untuk upload juga di Wattpad, karena sudah lama banget nggak nulis disini. Enjoy the book 🥰) ~~~~~ Abinaya Pratama (22 tahun) dijodohkan oleh kedua orang t...