sembilan

15 4 3
                                    

Berulangkali Iri Dengki kepada saudara kandung sendiri, apa baik untuk kesehatan hati?
_________

Aku dan Aliya antre bergantian untuk mencuci piring di wastafel dapur. Bunda sudah mengobrol dengan ayah. Bang Ali dan kak Ifah sedang asiknya bercanda tawa di sofa.

"LEPAS BANG! ISH! BISA PINGSAN NANTI AKU!", teriak kak Ifah yang sepertinya kesulitan bernapas karena diapit dalam ketiaknya bang Ali.

"Bodo", jawab bang Ali dengan cueknya. Saat sudah berhasil lepas, yang entah menggunakan metode apa. Kak Ifah balas dendam dengan menjambak sekeras mungkin rambut bang Ali yang di biarkan memanjang itu.

"Sakit- sakit!",erang bang Ali dengan berusaha melepas tangan kak Ifah dari rambutnya. Entah benar kesakitan, atau hanya berpura-pura supaya kak Ifah bahagia, aku tak tau.

Melihat hal itu, lagi-lagi rasa iri hadir menyelimuti dalam hati. aku menyenggol pelan lengan Aliya. Dia menoleh sambil menyatukan kedua alisnya, seakan bertanya 'apa'?. Sahabatku itu ternyata belum mengerti apa maksud ku. Aku menunjuk ke arah dimana bang Ali dan kak Ifah berada.

Dan tahu, apa responnya?. Mulutnya hanya membentuk huruf 'O' dengan kepala yang manggut-manggut. Melihat itu, tidak tahu kenapa aku mendadak kesal padanya.

"Ish!, Gitu doang?!",desis ku.

"Ya terus?",dia kebingungan.

Aku menghela napas, percuma Aliya tidak akan tahu persis bagaimana rasanya kalau dia tidak mengalaminya.

Selesai dengan itu, Aliya mengajak ku untuk menginap di rumahnya. Setelah mendapat izin dari ayah dan bunda, kami pun berangkat menuju rumahnya Aliya. Menggunakan sepeda lipat miliknya yang berwarna merah muda.

"TUNGGU-TUNGGU!", aku menoleh, 'hei kenapa?', tanyaku membatin.

he is my brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang