1

1.9K 284 116
                                    

Iya, tau guys, work masih banyak dan belum pada selesai tapi aku udah janji kalau Jun bikin Instagram aku bakal melawan ketakutan aku untuk bikin karakter fantasi Jun lagi 😭😭😭

Kali ini suer deh Jun jadi pemeran utama. Jadi jangan takut dia menjadi pria baik hati yang tersakiti ya :( soalnya dia gak ba—ups 👀

Btw aku memang penggemar berat fantasi, tapi aku pasti dan selalu menghindari yang namanya vampir. Kenapa? Soalnya udah banyak cerita tema vampir dan kalau aku salah ambil langkah ceritanya bakal jadi biasa aja. Tapi demi kalian semua yang kusayangi sepenuh hati, aku bakal melawan ketakutan ini dan keluar dari zona nyaman. Jadi, mari sama-sama berjuang sampai cerita ini tamat ya❤️

Aku berjuang menulis, kalian berjuang menunggu 😭👍


Note: aku publish 1 chapter dulu buat tes ombak ya, apakah kalian penasaran dan berminat sama cerita ini atau engga. Sambil nunggu aku bakal namatin khianat yang udah di ujung mata. So, jangan ragu-ragu untuk tinggalkan komentar mengenai cerita ini ya❤️

Aku juga bakal ada GA kecil-kecilan. Anggap aja hiburan ya maaf gak banyak karena ✨ I'm ✨ broke ✨

Cek di wall aku ya ada saldo dana 15 ribu buat 2 orang yang beruntung❣️


Happy reading!^^



~°~°~



Malam itu sama seperti hari-hari biasanya. Langit cerah, bintang berkerlap-kerlip, dan bulan menyinari bumi dengan tenteram. Hanya saja sedikit berkabut. Mungkin akibat hujan besar yang sempat turun.

Jalanan saat itu cukup sepi. Bukan sesuatu yang aneh karena tempat itu bukanlah kota besar. Apalagi hari terhitung sudah hampir tengah malam. Namun, satu sedan putih melintasi jalanan itu dengan pelan. Berusaha menikmati perjalanan di tengah keheningan malam.

Sedan tersebut berisikan satu keluarga kecil. Seorang ayah duduk di bangku kemudi sambil menanggapi anak semata wayangnya yang masih bersemangat di malam hari. Seorang ibu yang tampak lebih muda duduk di bangku belakang, menemani anak yang berbaring di atas pangkuannya. Terakhir anak perempuan berusia empat tahun.

"Ayah, Ayah, bintang bisa jatuh tidak?" tanya anak tersebut.

Sang ayah tersenyum. "Bintang cantik bisa jatuh seperti (Y/n). Tapi, bintang tidak pernah menangis. Jadi, (Y/n) juga kalau jatuh jangan menangis ya?"

"Karena (Y/n) cantik seperti bintang?" tanya si anak antusias, membuat kedua orang tuanya tertawa.

"Iya," balas sang ibu sambil mengusap lembut kepala anaknya, "(Y/n) cantik."

"Ohh! Ayah! Ibu! Bintangnya jatuh!"

Gadis cilik itu langsung mendudukkan diri dan melihat ke luar jendela. Matanya berbinar menatap garis yang ditimbulkan dari bintang jatuh.

"Ayo buat permohonan!" seru sang ayah. "Nanti bintang akan kabulkan, loh."

Anak itu menyatukan tangan di depan dada dan memejamkan mata. "Semoga Ibu tidak sakit lagi, supaya kita tidak perlu ke ibukota setiap Minggu dan aku bisa main!"

Ayah dan ibunya saling melempar tatapan sedih. Ya, memang tidak ada yang ingin merenggut waktu berharga anaknya. Namun mereka tak punya pilihan selain membawa anak itu karena perjalanan menuju ibukota dan proses pemeriksaan tidaklah sebentar.

Anak kecil itu membuka mata. Keningnya berkerut karena tak mendapati reaksi apa pun dari kedua orang tuanya.

"Ibu, Ayah," panggilnya sambil menoleh ke depan. Namun yang ia dapati justru lampu kuning menyorot wajahnya dengan sangat terang. Matanya pedih sehingga ia memutuskan untuk menutup wajah.



Fallen Star [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang