Prolog

4.3K 480 102
                                    

"Jungwon."

Pada suatu hari berhujan, Heeseung menghampiri Jungwon yang duduk di beranda rumahnya sendirian. Jay dan Sunghoon sedang berlatih di dojo, sedangkan Jake dan Sunoo, ini sudah sebulan sejak mereka pergi meninggalkan Kota Shin untuk berkelana.

Sambil ditemani segelas teh hangat dan sepiring mandu, mereka menatap tiap tetes hujan yang jatuh melewati atap. Terasa sejuk dan menenangkan.

"Aku bermimpi," kata Heeseung.

"Mimpi apa?"

"Sebuah mimpi yang terlihat jelas namun terasa buram bagiku," Heeseung bercerita, "Di mimpi itu, namaku adalah Cahill."

Jungwon menoleh cepat, jantungnya berdegup kencang.

"Diriku sebagai Cahill tidak punya api dan sebagai gantinya aku memiliki sebuah meja yang penuh dengan skrip, botol-botol berisi cairan serta beberapa batuan. Aku melihat Yeonjun dan dia tampak sedikit berbeda dari terakhir kali aku bertemu dengannya. Lalu, aku melihatmu juga, meskipun aku memanggilmu 'Joan'. Aku tidak tahu apakah mimpiku punya arti khusus atau aku hanya sedang terbawa dongeng yang tertulis di buku harian ayahku."

"Buku harian?" dahi Jungwon mengernyit.

Heeseung memberikan sebuah buku bersampul coklat pada Jungwon, mempersilahkannya untuk membaca apa yang tertulis di sana. Anak Elve itu membeku, bibirnya sedikit gemetar saat ia bertanya, "Bagaimana ayahmu bisa menuliskan semua ini?"

"Aku tidak tahu, tapi apakah kamu dongeng yang ditulis ayahku ini?"

Jungwon mengangguk lemah, matanya menerawang jauh ke depan, "Tapi, itu bukan dongeng."

.

.

Di dalam sebuah gubuk reyot, seorang anak laki-laki meringkuk di pojok. Merengkuh lututnya erat dalam muram dan kegelapan.

Jejak matahari masuk menembus lubang-lubang pada dinding. Anak itu pelan-pelan merangkak, lalu seutas cahaya jatuh pada iris matanya yang segelap malam. Entah apa yang dia pikirkan, dia hanya duduk disana, memandangi cahaya yang mengerutkan pupilnya itu lama sekali.

Mungkin dia merasa tertarik, mungkin juga penasaran di waktu yang sama. Kira-kira apa saja yang terserak di balik dinding kumalnya?

Brak!

Tiba-tiba, pintu dibuka keras. Seorang pria masuk dengan muka memerah marah. Matanya melotot, giginya bergemelatuk seolah hendak menerkam si anak dan mencabiknya sampai habis.

"Lihat, apa yang kau lakukan pada desa kami!" seekor domba kecil yang sudah mati dilempar tepat di hadapannya, "Panen tahun ini juga gagal karena kau terus tinggal di sini!"

Tangan kekar milik pria tadi menarik rambut hitamnya dengan kuat hingga anak itu meringis kesakitan. Tapi, dia sama sekali tidak mengeluarkan suara. Tidak peduli seberapa banyak dirinya ditendang dan dipukuli, anak itu masih diam.

Setelah beberapa memar dan luka tercipta, pria tersebut bergerak mundur. Takut akan kegelapan yang akan menelan dan melumatnya mentah-mentah.

Tidak ada yang bisa mengusir anak laki-laki itu keluar dari desa. Tidak ada yang mampu menyakitinya lebih daripada ini. Karena mereka tahu bahwa mereka bisa saja digulung oleh lebih banyak kesialan dan keputusasaan bila melakukannya.

Mata yang kelam, raut wajah kosong yang asing dan tidak nyaman. Warga desa menganggap keberadaannya jauh lebih menakutkan daripada iblis atau roh jahat.

Mereka bilang dia adalah anak pembawa sial. Monster. Sebuah kutukan yang entah bagaimana jatuh di desa mereka yang damai dan berbudi.

Ketika pria tadi sudah tidak terlihat lagi, anak itu bergerak menuju mayat domba kecil yang tergeletak di dekat pintu. Dia mengusap bulu domba dengan lembut dan ringan. Kemudian, asap berwarna hitam muncul dari tubuhnya, mengalir melalui sela jari-jari tangannya.

Bulu-bulu domba tersebut perlahan terbang ke udara bak abu dari kayu yang terbakar. Bagian-bagian tubuhnya terpisah dan terpotong. Saat ia membalikkan tangan, api kecil muncul dan dia menggunakannya untuk memanggang daging domba yang entah sengaja atau tak sengaja ditinggalkan di rumahnya begitu saja.

Tidak akan ada yang merawatnya. Oleh karena itu, dia bertahan hidup dengan memberi makan pada dirinya sendiri seperti ini.

Dengan kekuatannya, dengan kutukan yang membuat semua orang membencinya.





****

Disclaimer; nama anak-anak enhypen akan diubah, tentu saja karena ini adalah cerita nun jauh di masa lalu. Alurnya juga akan sedikit maju mundur, jadi semoga tidak membingungkan. Nanti tiap muncul satu tokoh, saya taruh fotonya di bawah kok muehehe supaya tidak salah.

Seperti ini:

Jungwon as Joan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jungwon as Joan

CLANS: Tale of Warriors| ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang