"Kantin, yuk!" ajak Karin pada gadis yang duduk di bangku sebelahnya.
Gadis berambut sebahu itu hanya menggeleng pelan sembari tersenyum tipis. Tangannya fokus memasukkan laptop dan charger-nya ke dalam tas. Tak berselang lama, ia melangkah meninggalkan ruang kelas tanpa sepatah kata pun terucap dari mulutnya.
Setelah punggung gadis itu menghilang di balik pintu, gadis yang duduk di bangku paling depan langsung memutar tubuhnya ke belakang, menghadap Karin.
"Ngapain ngajak Dere, sih? Udah tau juga doi nggak pernah mau," komentar Fania yang kebetulan mendengar ajakan Karin.
Karin hanya mengangkat bahu tak acuh, dan lanjut membereskan buku-bukunya. Seperti kata Fania, ia memang sudah tahu bahwa ajakannya kepada Dere hanya akan berujung penolakan halus seperti yang baru saja terjadi. Mereka sudah berteman selama tiga tahun, sehingga sikap dingin Dere bukanlah hal baru baginya. Bukan karena mereka terlibat permusuhan atau semacamnya, bukan. Entahlah, Dere memang seperti itu. Diam, tertutup, dan tak terbaca.
Deresia. Mahasiswa jurusan matematika semester tiga. Biasa dipanggil Dere, namun ada juga yang memanggilnya dengan nama lengkap, Deresia. Gadis berkulit sawo matang, bola mata cokelat cerah dan alis sempurna yang nampak seperti dipoles eyebrow. Tatapannya yang tajam tak hanya meningkatkan kesan cerdas namun juga menegaskan sifatnya yang tak banyak bicara.
Badan Dere tinggi besar, rambutnya pirang dan sedikit bergelombang. Wajahnya oval dengan satu lesung pipit di pipi kanan. Lesung pipit yang membuatnya tampak manis, namun jarang disadari orang-orang karena senyumnya yang tidak banyak ditunjukkan.
Dere tak pernah terlalu akrab dengan teman-teman kuliahnya. Sifatnya yang tidak mudah bergaul atau berusaha berbaur dengan sekitar membuat teman-temannya pun enggan mendekat. Yah, namanya juga dunia perkuliahan. Yang ramah saja kadang susah mencari teman, apalagi yang pendiam. Karin mungkin satu-satunya teman sekelas yang tak pernah kenal lelah untuk berusaha mengajaknya bercengkrama. Tapi, Dere tetaplah Dere. Sekeras apapun usaha Karin untuk mendekatinya, Dere tetap nyaman sendiri di dunianya. Dunia yang sepi dan riuh pada saat yang sama. Dunia yang apa adanya sebab hanya berpenghuni Dere dan pikirannya sendiri.
***
Jumlah kata=326
KAMU SEDANG MEMBACA
Deresia
General FictionMimpi dan realita. Dua hal yang kadang terasa selalu berlawanan. Ternyata benar, manusia hanya bisa berencana. Terjadi tidaknya hanya Tuhan yang berkehendak penuh atas hal itu. Belajar "tidak apa-apa" atas segala yang menimpa hidupnya, Deresia memul...