30

4 3 0
                                    

Cahaya matahari menembus kaca jendela kamar yang berhiaskan tirai tipis warna cokelat tua. Cahaya yang terpantul mengalahkan lampu remang-remang yang  Gadis 21 tahun---si pemilik kamar---masih setia bergulung dalam selimut yang penuh motif bunga sakura, senada dengan sprei di bawahnya. Pantulan cahaya mengenai wajah Dere, membuatnya bangun dari mimpinya.

Memikirkan ucapan Karto adalah hal bodoh yang sama sekali tidak perlu. Rencananya untuk bangun pagi dan lari mengelilingi wilayah indekos pupus sudah. Padahal sudah sejak lama kali terakhir ia berolahraga. Dere tak punya banyak waktu untuk sedikit melemaskan otot-otot badannya. Jadwal kuliah seminggu empat hari, jadwal kerja mulai hari Senin-Sabtu, belum jadwal-jadwal yang lain. Membersihkan kamar, rapat organisasi, mengerjakan tugas, dan tentu bermalas-malasan menghabiskan liburnya yang hanya satu hari dalam satu minggu.

Sembari mengusap wajah, Dere berusaha mengumpulkan kembali nyawanya. Sebenarnya bukan salah Karto ia bangun jam segini. Sebab, ia sendiri yang akhirnya tergoda untuk tidur kembali selepas salat shubuh.

Dere beranjak dari kasur. Sebelum menuju kamar mandi, tangannya bergerak mengecek handphone terlebih dulu. Siapa tahu ada pesan yang penting.

Ada tujuh pesan baru. Dua pesan pribadi dan sisanya pesan grup. Ia mengabaikan pesan grup dan membuka pesan pribadi. Keduanya berasal dari satu pengirim. Karto.

Karto
(Send a photo)

Karto
Ada promo hape baru, De.

Satu foto yang dikirimkan berisi pamflet promo handphone dari sebuah toko elektronik yang sedang cuci gudang besar-besaran. Kedua pesan tersebut dikirim sejak pukul tiga pagi. Melihatnya, Dere tersenyum. Ia terharu Karto masih mengingat curahan hatinya beberapa bulan lalu.

"Kenapa murung gitu?" tanya Karto yang melihat Dere banyak melamun saat itu.

"Kangen Bapak." Di luar dugaan, Dere langsung menjawab jujur pertanyaan Karto. Tidak seperti biasanya yang kemudian berpura-pura sedang baik-baik saja. Oleh sebab itu, Karto yakin Dere sangat rindu dengan ayahnya di Pacitan.

"Kangen tapi koe ora tau ngebel,"  komentar Karto yang segera dibalas dengan colongan curhat oleh Dere.

Dere bercerita bahwa ayahnya tidak punya alat untuk berkomunikasi dengan putrinya. Satu-satunya cara untuk mengetahui kabar beliau adalah dengan menanyakan pada tetangga dekatnya. Kadang, Dere dan ayahnya juga bertelepon melalui WhatsApp tetangga tersebut.

***

Jumlah kata=345

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DeresiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang