22

4 3 0
                                    

Dere tiba di kelas sedikit lebih terlambat daripada biasanya. Untungnya, dosen mata kuliah Kalkulus Peubah Banyak---Bu Iriana---juga belum nampak di kelas. Jam terbang dosen yang terkenal modis itu memang padat, hampir semua penduduk kampus tahu itu. Selain menjabat sebagai Kaprodi, beliau juga mengajar di kampus lain.

"De, tumben telat," sapa Karin saat Dere duduk di bangku yang tersisa, dua bangku ke belakang dari tempat duduk Karin.

Dere mengangguk, tersenyum tipis. Di sampingnya, Christian sedang sibuk mengotak-atik laptop, tidak menyadari bangku kosong di sebelah kanannya sudah terisi.

Dere membuka tasnya, mengeluarkan laptop dan satu buku tulis. Sedetik kemudian, ia baru sadar Karin sudah berdiri di depan bangku Christian.

"Chris, tukar bangku."

Christian mendongak, menyadari seseorang berbicara padanya. "Eiii... No no no," jawabnya dengan nada yang membuat Karin kesal.

"Ayolah."

Malas berdebat dan bertanya lebih lanjut, laki-laki berhidung mancung itu mengalah, beranjak dari bangkunya, menyisakan bangku kosong di samping Dere itu.

"Nah. Good boy!"

Karin segera mendudukkan diri di bangku itu, kemudian menoleh pada Dere yang sedari tadi menjadi penonton.

"Hai!"

Dere tersenyum. Senyum yang disadari Karin lebih lebar dari biasanya. "Kenapa pindah?"

"Pengen deket kamu, hehe." Jawaban Karin membuat rasa geli dalam batin Dere. Rasa aneh yang sekaligus menyenangkan.

Kelas yang awalnya didominasi dengan riuh para mahasiswa mulai hening ketika suara hak sepatu milik Bu Iriana mulai memasuki ruang kelas.

***

"Oke. Saya rasa cukup untuk hari ini. Terima kasih, selamat sore." Tepat satu jam setelah mengisi materi, Bu Iriana mengakhiri jam kelasnya, tentunya setelah menjelaskan tugas yang harus selesai pertemuan berikutnya.

"Ada mata kuliah lagi?" tanya Bu Iriana sembari memasukkan laptop ke dalam tasnya sebelum meninggalkan ruangan.

"Ada, Bu." Itu suara beberapa mahasiswa. Yang lain hanya menggerakkan mulut saja tanpa suara. Termasuk Dere dan Karin di sebelahnya. Mendapat bangku di bagian belakang kadang-kadang bisa jadi menyenangkan karena dosen tidak terlalu melihat mereka.

"Ow, oke. Tugasnya jangan lupa, ya."

"Siap, Bu," jawab seisi kelas kompak.

Setelah Bu Iriana pergi, semua mahasiswa masih di bangku masing-masing, menunggu dosen mata kuliah selanjutnya. Matkul Bahasa Inggris Matematika atau yang biasa disebut BIM adalah salah satu mata kuliah yang wajib diambil mahasiswa semester tiga.

Gabriel---mahasiswa cantik blasteran Indo-Belanda yang duduk di depan Dere---beranjak meninggalkan kelas karena ada kegiatan organisasi. Kepergian Gabriel menyisakan satu bangku kosong yang segera diambil alih Karin. Dere hanya tersenyum melihat sikap Karin yang akhir-akhir ini begitu kentara untuk berusaha akrab dengannya.

"De, ada charger? Pinjam, ya?" tanya Reno.

Dere mengangguk, mengambil charger laptop yang selalu ia bawa dalam tasnya, lalu memberikan pada laki-laki yang duduk di kanannya itu. "Ini."

Bersamaan dengan tangan Reno yang menerima uluran charger, pendengarannya menangkap suara yang tidak asing di belakangnya. "Di sini masih kosong, 'kan? Aku duduk, ya."

Dere menoleh. Matanya membulat sempurna. Seketika, dalam hati ia merutuki kepindahan bangku Karin.

***

Jumlah kata=465

DeresiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang